Bab 42: Kamu Mencemaskanku?

1337 Words
Bab 42 Agam menatap wajah Aileen dengan dalam. “Teman? Bagaimana kalau aku mau lebih dari teman?” Mata Aileen seketika membulat. Dia benar-benar tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh pria itu. Jangan sampai dia salah mengartikan setiap kata yang keluar dari mulut lelaki tersebut. Atau bahkan jangan sampai Aileen besar kepala saat ini. “Hei! Melamun?” panggil Agam. Aileen menggelengkan kepalanya untuk meyadarkan dirinya yang seakan waktu berhenti di mana saat Agam mengatakan hal yang mustahil. Mereka selalu bertengkar mana mungkin mereka bisa bersatu. “Ah— tidak. Agam, sepertinya kamu hobi sekali bikin aku jantungan. Jangan menggombal. Aku sedang tidak dalam keadaan baik,” ungkapnya. Benar sekali, karena dirinya dan kekasihnya sedang bertengkar. Apakah itu kesalahan Aileen? Atau mungkin ada hal lain yang Aileen rasakan saat ini. Sebelumnya Aileen sudah berusaha untuk mengejar Darren dan bahkan dia juga masih mau meminta maaf, tetapi Darren tetap pergi. “Memangnya apa yang aku lakukan? Aku hanya mengutarakan pendapatku. Aku tidak mau jika kamu menganggap aku teman. Aku mau yang lebih dari sekedar teman,” terang Agam. Aileen medelik marah. Namun, seakan jantungnya berlompatan keluar. Aileen gugup, dia tidak tahu harus menjawab apa. Sikapnya selalu dia paksakan untuk tetap bar-bar. Agar Agam tidak membaca gerak-geriknya yang sangat labil itu. Sekejap dia kesal, sekejap dia sangat kagum pada pria yang sama. “Bodo! Aku mau pergi, istirahatlah,” ketus Aileen. Dia pergi meninggalkan Agam di dalam kamarnya. Namun, belum sempat dia berhasil keluar dari kamar, pria itu sudah berlarian dan berhasil menutup pintu kamar Aileen. Aileen menabrak punggung Agam dengan keras. Kemudian pria itu berbalik. Aileen mundur beberapa Langkah, dan dia pun menatap wajah lelaki yang kini menutupi jalan keluarnya. “Agam, mau apa? Jangan macam-macam,” ancam Aileen. Ia berjalan mundur selangkah demi selangkah. Akan tetapi Agam justru mendekatinya secara perlahan. Hingga gadis itu tersudut oleh meja yang ada di depan jendela, di mana mereka duduk Bersama sebelumnya. “Agam, mau ngapain?!” terik Aileen. Lelaki itu justru membekap mulut Aileen. “Kenapa berteiak? Kamu takut? Serius kamu takut denganku? Sudah aku duga bahwa tidak akan ada orang yang benar-benar mau menjadi temanku. Termasuk kamu kan?” Mata Aileen mengeluarkan siluet, dia seakan ingin menangis. Namun, bukan karena takut dengan Agam, dia hanya berpikir bahwa lelaki itu akan berbuat macam-macam di rumahnya. Itu tidak lucu, misalkan dia harus diperkosa di rumahnya sendiri? Yang benar saja. Aileen, menahan air mata itu agar tidak jatuh. Dia tidak mau, semakin membuat Agam seakan sendirian di dunia ini. Sejak awal pertemuannya, Aileen sudah sangat ingin dekat dengan Agam. Mana mungkin gadis ini takut dengannya. “Terima kasih sudah merawatku aku akan pergi, mana bajuku?” imbuh Agam dengan melepaskan tangannya yang ada didepan mulut Aileen. “Oh— ya, siapa yang mengganti pakaianku?” tambah Agam lagi dan lagi. Namun, Aileen belum juga mau menjawab satupun pertanyaan lelaki iu. “Aileen?” Agam memanggilnya lagi. Melihat Aileen sibuk dengan menutup wajahnya. Pria itu berusaha untuk membuka kedua telapak tangan yang menutupi mimik muka gadis itu. “Apa aku menyakitimu?” Aileen bergeleng. Tanpa kata, Agam memeluknya, entah kenapa. Mungkin karena dia tidak bisa mengucapkan kata maaf untuk diungkapkan. Agam, tidak terbiasa meminta maaf. Mungkin juga karena dia tidak pernah merasa bersalah pada siapapun. Hidupnya sudah penuh dengan kesalahan orang tuanya. Agam tidak tahu mana yang harus meminta maaf dan siapa yang harus memaafkan. Aileen ragu untuk membalasnya tetapi pada akhirnya dia membalas pelukan Agam. Bahkan menikmati sisa aroma parfum milik pria itu. Memejamkan matanya seakan itu adalah tempat ternyaman untuknya. “Maukah menemaniku makan malam nanti? Aku tidak ingin pulang ke rumah,” ajak Agam. Aileen merelai pelukannya. “Kenapa? Bagaimana dengan Mamamu? Dia pasti kesepian,” resah Aileen. “Kamu benar. Tapi aku juga merasakan hal yang sama. Jika kamu mau ikut denganku, aku akan menceritakan semuanya. Semua hal yang tidak pernah aku ceritakan pada siapapun,” ungkap Agam. “Tentu, aku sudah bilang kalau aku akan mendengar ceritamu kan?” Aileen berusaha untuk menarik kedua sudut bibirnya. Agam, membalas senyum itu. Meskipun terlihat aneh, tetapi Aileen senang dan ini adalah kali pertama dia melihat senyum Agam. Gadis itu kira bahwa lelaki tersebut tidak pernah tersenyum atau bahkan tidak bisa tersenyum. Tiba-tiba ponsel Aileen berdering. Nama Darren jelas terlihat di atas layar telepon genggamnya. Aileen menatap Agam sebelum menjawabnya. Entah kenapa, tetapi dia merasa tidak enak jika harus berbicara dengan orang lain Ketika berada di depan pria tersebut. “Angkat saja, aku akan ganti bajuku. Di mana kamu meletakkannya?” Aileen menunjuk ke arah belakang rumahnya. Dia masih menjemur baju milik Agam. Pria itu menepuk bahu Aileen dan meninggalkan gadis itu keluar dari kamar. Sementara itu, Aileen menjawab panggilan dari kekasihnya. Setelah dua kali panggilan tidak terjawab. “Leen? Kamu tidak apa-apa? Maaf, aku pergi dan marah padamu, aku minta maaf,” sesal Darren. “Hei, tidak apa-apa. Aku tahu perasaanmu. Kamu pasti kacau dengan masalahmu. Kamu bisa berkeluh kesah denganku, Darren. Aku siap mendengarkanmu,” jawab Aileen. Dia menatap kembali keluar jendela, siang ini matahari sudah terik sekali. Membuat siapapun enggan untuk keluar dari rumah. Namun, angin berembus cukup kencang, membawa hawa panas itu pergi. Sejenak Aileen membayangkan bahwa siang ini dia pergi ke pantai, pasti sangat sejuk di sana. Membayangkan Ketika rambutnya terbang terbawa angin. “Terima kasih, sayang.” Deg!  Jantung Aileen seakan terhantam sesuatu yang sangat berat. Tidak sakit tetapi seakan sangat berat. Bahkan dia tidak bisa mengambil napas lagi. Aileen merasa aneh dengan panggilan itu. Dia hampir melupakan bahwa Darren adalah kekasihnya saat ini. Aileen lupa bahwa kini keduanya tidak lagi bersahabat. Gadis ini masih mencoba untuk menerima hubungan yang sama sekali tidak dia harapkan itu. berusaha untuk tidak menyakiti perasaan Darren. Berusaha untuk menjalin hubungan dengan baik dan tetap baik-baik saja. “Nanti malam kita pergi, ya. Aku ingin memberitahumu sesuatu. Dan sebaiknya kamu hati-hati jika berada di dekat lelaki itu,” seru Darren. Saat itu, Agam kembali masuk ke dalam kamar Aileen. Namun, dia membiarkan pintu itu terbuka. Aileen berbalik dan menatap pria itu. Sembari mendengarkan setiap kata dari Darren yang seakan mengatakan bahwa Agam adalah lelaki yang jahat. Aileen, menatapnya dengan mulut yang terbuka, dia tidak tahu harus percaya siapa saat ini. Yang pasti Darren terus mewanti-wanti Aileen agar selalu menjaga dirinya. “Kamu mendengarku?” tambah Darren. Aileen tidak melepaskan tatapannya dari Agam, sementara Agam, dia justru sibuk mencari benda-benda miliknya dan seolah-olah tidak menyadari keberadaan Aileen ataupun menanggapi tatapan Aileen. “Aileen?!” teriak Darren. “Ah— ya, ya. Aku dengar, ehm— jam berapa?” tanya Aileen, dia sudah berjanji akan ikut dengan Agam nanti malam. Dia tidak menyangka bahwa Darren juga akan mengajaknya. “Waktu makan malam. Aku akan menjemputmu nanti. Ok, hati-hati ya, ingat pesanku.” Darren mematikan panggilannya. Sementara itu Aileen masih termangu, memikirkan bagaimana caranya agar dia tidak mengingkari janji pada kedua lelaki itu. “Kamu— kamu mau pulang?” Agam menatap Aileen, dan duduk di kursi di sebelah gadis itu. “Tidak, aku hanya akan pergi dari sini. Nanti malam aku akan jemput kamu lagi.” Agam, menatapnya dengan datar, tetapi suaranya lebih lembut dari sebelum-sebelumnya. Pria itu seakan ingin merubah dirinya menjadi lelaki layaknya manusia normal lainnya. Aileen mengerjapkan matanya untuk mencari jawaban dan juga pertanyaan agar dia bisa tahu kapan Agam akan mengajaknya. Aileen benar-benar tidak tahu harus bagaimana sekarang. “Agam? Ehm— jam berapa kita pergi?” lirih Aileen. “Sebisamu, aku akan menunggu kamu menghubungi aku. Kamu mau pergi dengan dia kan? Pergilah, jika sudah selesai kamu bisa meneleponku,” tutur Agam. Aileen merasa bersalah, bukankah Agam yang mengajaknya lebih dulu, tetapi kini dia harus pergi Bersama dengan lelaki lain. Namun, itu adalah kekasihnya. “Kamu, tidak akan berbuat macam-macam kan? Maksudku tidak akan mencelakai dirimu kan?” Agam bangkit dan mendekati Aileen. “Kamu mencemaskanku?” Pertanyaan Aileen terasa salah untuknya. Kini dia harus mencari alasan apa lagi yang harus dia berikan pada pria itu? Dia tidak pandai beralasan, sungguh, terlebih dihadapan Agam. Lelaki itu benar-benar seperti sebuah kelemahan untuk Aileen. “Aku—"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD