QUEEN MADISON POV
"Oughhh... Mikeee...!" desahku atas tempat tidur.
Kami bertempur habis-habisan setelah kelelahan dan tertidur di sofa ruang tamu.
Saat ini bahkan jatah makan malamku belum habis, tapi Mike yang gila sudah lebih dulu merusak segalanya.
"Ssttt... Apa, Sayang? Kau yang kalah, bukan? Jadi kau harus diberi hukuman dan inilah hukumannya, Babyyy... Ughhh...!" racau Mike menggerakan pinggulnya semakin cepat.
Setelah jangan bertanya jawaban apa yang keluar dari mulutku, karena aku sama sekali tak bisa berkata apa-apa.
Sebotol saus cabai yang harus kami habiskan bersama lasagna agar menjadi pemenang dua puluh menit lalu, bahkan tak lagi terasa di lidahku. Tergantikan oleh geleyar nikmat akibat kewanitaanku yang terus saja terasa gatal dan ingin sekali ku garuk dengan dua jariku.
"Oughhh... Mikeee... Ini terasa aneh, Sayanggg... Lebih baik kau masukkan dua jarimu, karena rasanya sangat gatalll..." rengekku tepat di telinganya.
Tentu saja Mike dengan cepat mengantikan pergerakan tubuhnya, lalu menatapku yang kala itu sedang mengigit bibir.
"Ada apa, Sayang? Bukankah ini lebih nikmat dari pada sekedar bermain dengan jari?" tanya Mike dengan kerutan di kening putihnya.
"Aku tidak tahu, Mike! Oughhh..." jawabku sembari terus menggerakan pinggul, "Aku butuh jarimu! Gatal, Mikeee... Tolong bantu aku," sekali lagi aku merengek, layaknya balita yang tidak mendapatkan air s**u ibunya.
Alhasil Mike pun mencabut kejantanannya yang sudah keras dari kewanitaanku, dan satu helaan napas kasar sempat kudengar dari rongga hidungnya.
Sayang sekali aku tak sempat bertanya, mengapa sampai Mike terlihat gusar seperti itu. Karena nyatanya aku sudah lebih dulu berteriak, "Achhh... Fuckkk...! Yes yes yes yesss... Oughhh... Yes, Mikeee... Terus gerakkan jarimu seperti ituuu...!" akibat dari dua ruas jari Mike yang sudah melesat masuk ke dalam kewanitaanku.
Oh, sungguh! Rasanya benar-benar nikmat tiada tara. Mataku terpejam dengan mulut yang terus meracau, dan rasa gatal tadi, kini berangsur-angsur hilang.
"Keluarkan, Babyyy...! Aku belum minum air saat kita berlomba memakan lagsana super spicy tadi, jadi cepat semprotkan air nikmatmu untuk meredakan tenggorokanku yang kering sayanggg... Ughhh...!" tegas Mike tepat di depan lubang nikmatku.
Pria gila ini bahkan beberapa kali menjulurkan lidahnya di klitorisku, sehingga geleyar nikmat itu semakin jelas terjadi.
"Oughhh... Yesss...! Fasterrr... Mikeee... Lebih cepat lagiii...!"
Aku berteriak sembari terus menggerakkan pinggulku. Lantas tiga detik kemudian semuanya terjadi begitu saja, dan cairan yang ditunggu oleh Mike pun terpercik ke wajahnya.
"Achhh... Yesss... Achhh... Shiittt...! It's so yummy, Babyyy... I like ittt...!" racau Mike sembari terus membuka lebar mulutnya.
"Oh, fuckkk...! Ini sungguh sangat melelahkan!" umpatku dalam hati, masih dengan kedua kakiku yang bergetar hebat.
Aku memejamkan mataku sembari menetralisir degupan jantung sudah seperti genderang yang ditabuh di medan perang, "Oughhh... Fuckkk...!" namun rasa geli terjadi di kewanitaanku akibat lidah dan jari Mike sudah berada di sana kembali.
Hanya saja Mike tidak menusukkan jarinya seperti tadi, melainkan membuka lebar lubang itu dan menyapukan lidahnya di sana.
"Ssttt... Cu..kup, Mikeee... Achhh... Aku tidak bisa berjalan nanti," lirihku yang dihadiahkan satu kuluman di k******s oleh lidah sialan Mike.
"Memangnya kau ingin pergi kemana, Honey? Mansion ini milikmu dan besok kita hanya perlu mengurus semua suratnya atas namamu, bukan?" bisik Mike yang sudah menyejajarkan kepalanya dengan wajahku.
"Aku hanya ingin pergi ke kondominiumku, Mike. Ada beberapa barang yang sayang untuk dibuang, bahkan itu adalah kenang-kenangan dari mendiang ibuku," lirihku masih sedikit terengah-engah.
"Aku akan menyuruh orang untuk mengemasi semua barang-barangmu, Baby. Jadi kau tak perlu pergi ke sana, dan bisa banyak beristirahat setelah kau membayar hutangmu. Achhh..."
"Ough, Mikeee...!"
Dan pria tampan ini membalas ucapanku dengan sesuatu yang tidak terduga.
"Lebarkan kakimu, Babyyy...! Jangan menurunkannya karena aku harus bergerakkk... Oughhh...!" titah Mike karena ulahku.
Seluruh persendianku terasa lemas, dan itu adalah penyebab mengapa aku tak kuasa menahan satu kaki yang sebenarnya sudah diangkat Mike ke atas.
"Achhh... Mikeee... Aku tidak kuat jika harus bertarung dengan cara seperti ini, Sayang. Lakukan saja gaya klasik biasa, walau pun itu harus berjam-jam. Sshhh..." rengekku menyuruh Mike saja yang naik ke atas tubuhku.
"Aku yang menang dalam perlombaan makan lagsana dengan sebotol saus spicy, Baby. Cuppp... Ughhh..." jawab Mike mengecup leher jenjangku, "Jadi kau harus menerima semua hukuman yang aku berikan, tanpa harus membantah dengan beralasan ini dan itu!" lalu terus saja bergerak dari belakang tubuhku.
Aku bertekad untuk membujuk Mike dengan terus merengek, agar dia mau menuruti permintaanku tentang kakiku yang terangkat ke atas ini.
Namun entah mengapa aku merasa kewanitaanku semakin penuh dan sesak, "Mikeee... Pleaseee... Aku sangat-- Oughhh...! Sakit, Mikeee...!" lalu kembali berteriak akibat kelima jari Mike yang meremas keras payudaraku.
Sekali lagi aku katakan tentang rasa sakit yang berasal dari payudaraku, namun ia tetap mengabaikan dan terus meremas.
Alhasil aku hanya bisa mengigit bibir bawahku dan menepis rasa sakit tadi, sampai pada akhirnya gerakan pinggul Mike berangsur-angsur terasa nikmat.
"Mikeee... Achhh..." hingga membuat satu desahan keluar dari pita suaraku, karena aku tak lagi bisa menahannya.
"Why, Babyyy... Achhh... Fuckkk...!" tanya Mike terus bergerak cepat, "Kenapa kau tidak menjerit kesakitan lagi seperti tadi, hem? Ssttt... Kenapa sekarang kau menjerit namaku, Babyyy...! Kenapa, hem? Oughhh..." lalu memaksa agar aku menjawab, dengan remasan keras di payudaraku lagi.
"Argh! Stop it, Mikeee...! Oughhh... Terus bergerak dan-- Achhh... dan biarkan aku mendapatkannya la..giii...!" sehingga aku pun berteriak di antara rasa nyeri dan nikmat yang berpadu menjadi satu.
Sepersekian detik kemudian, kudengar Mike terkekeh sebelum ia menjilat daun telingaku dan gerakan pinggulnya pun semakin keras hingga menimbulkan bunyi yang menggema dalam kamar utama mansion.
Jangan ditanya lagi seperti apa keadaanku saat ini, karena saat itu aku benar-benar tak punya pikiran lain selain ingin kembali mencapai pelepasan keduaku.
"Ough, my God! f*****g so big, Mikeee...! Yes yes yes yesss... Achhh... Fuckkk...!"
Aku bahkan tak bisa lagi mengendalikan ucapan apa saja yang hendak keluar dari pita suaraku, saat kenyataannya dunia terasa semakin mengerucut ke satu titik.
Kudengar Mike juga meneriakkan namaku berkali-kali sembari terus dengan gerakan pinggulnya dan berakhirnya pergulatan panas kami, setelah sepuluh detik berlalu.
"Oughhh... Mikeee...!"
"I love you, Queennn... Achhh...!"
Kami berdua terkulai lemas ketika selesai berteriak nama masing-masing, lalu membiarkan penyatuan itu masih terjadi.
"Terima kasih, Honey. Aku mencintaimu," lirih Mike hampir tak terdengar.
Aku baru saja ingin membalas ucapan manis yang sukses menerbangkanku ke angkasa, namun pikiranku terganggu dengan ponsel Mike yang menyala di atas meja nakas.
Jarak antara meja tersebut denganku hanyalah sekitar tujuh sampai delapan sentimeter saja, sehingga aku dapat dengan jelas melihat foto Mike dan seorang wanita sedang berciuman mesra muncul di sana.
Tak ada suara apa pun yang keluar dari benda pipih itu, karena mungkin Mike tidak mengaktifkan nada dering ponselnya. Namun hal tersebut semakin membuat jantungku hampir berhenti berdetak.
"Siapa wanita jalang itu, Mike? Apa mungkin kau sudah memiliki istri, sampai nomor ponselnya pun kau setting dengan foto ciuman panas kalian berdua? Lalu apa artinya ucapan cintamu barusan, hah?" umpatku dalam hati, "Aku akan mencari tahu, Mike. Jadi cepatlah tertidur seperti saat kita bercinta di sofa ruang tamu tadi, dan jangan harap aku akan memaafkanmu jika memang kau sudah berstatus suami dari wanita lain! Aku tidak ingin menjadi yang kedua, karena lebih baik aku berstatus jalang dari pada harus membagi tubuhmu."