11. Pembullyan (1)

2133 Words
Jam perkuliahan sudah berhenti beberapa waktu yang lalu. Kirana keluar sebelum dosen walinya yang masih sibuk mengotak-atik handphone setelah insiden tanya jawab yang berujung petaka oleh Bianca tadi. Yang langsung diusir oleh Pak Damar. Bukan diusir sebenarnya, bahasa halusnya diminta untuk keluar kelas terlebih dahulu karena pembelajaran juga sudah selesai. Ynag di dalam kelas hanya orang-orang yang masih mau mendengarkan beliau dengan serius saja. Karena sedari tadi Kirana ingin buang air kecil, alhasil dia langsung belok ke kamar mandi perempuan. Dia mengaca sebentar di depan wastafel, kemudian berbalik dan ingin masuk ke salah satu bilik. Dan belum juga masuk, Kirana sudah lebih dulu didorong kasar dari luar sehingga Kirana hampir saja menghantam tempat air. Sudah begitu, pintunya tiba-tiba ditutup dari luar. Kirana refleks berbalik menghadap pintu dan menggebraknya, minta dibukakan. "Siapa di luar?! Tolong dibuka!" katanya langusng panik, jelas ada nada getar dalam suaranya. Namun sayang, bukan jawaban ataupun bantuan yang datang, Kirana justru dibuat menjerit ketakutan ketika ada beberapa tikus hitam besar yang masih terbungkus plastik putih bening dilempar dari atas hingga hampir menjatuhi dirinya. Perempuan itu langsung menangis tanpa bisa dicegah. Tangannya bekerja keras untuk menggebrak dan berupaya membuka paksa pintu yang dikunci dari luar tersebut. Sementara mulutnya berusaha tetap berbicara karena sungguh, Kirana ketakutan setengah mati. Kalaupun ada hewan yang paling dia takuti itu tikus. Ya memang tikus tidak semenyeramkan bagi sebagian orang. Tapi bagi Kirana, tikus adalah hewan yang paling dirinya takutkan. Dia lebih memilih melihat ular di kamarnya daripada melihat tikus karena Kirana pasti langsung menangis. Sementara sekarang, Kirana malah terkurung dengan tikus lumayan besar beberapa buah. Dia tidak bisa membayangkan jika tikus-tikus yang berlarian itu berhasil membuka plastiknya karena digigit, Kirana mungkin bisa terkena serangan jantung saking takutnya berada di ruangan yang tertutup dengan tikus-tikus. "Tolong?! Siapapun tolong?!" teriaknya lagi dengan tangis yang penuh jerit. Dia terus menjerit saat tikus-tikus itu bergerak. Sungguh Kirana ketakutan bukan main. "Tolong?!" teriaknya lagi. Tangannya bergetar hebat, apalagi kakinya terasa lemas sekali. Meyakinkan dirinya sendiri kalau Kirana mampu bertahan, perempuan itu menggedor-gedor pintu lebih keras lagi dengan teriakkan yang makin kencang. Namun tak kunjung juga ada bantuan yang datang. Dia mulai berpikir yang tidak-tidak saat dadanya sesak bukan kepalang. Dia takut pingsan karena saking takutnya dengan tikus. Kalau pingsan, kemudian tubuhnya digigit tikus, lalu bagaimana? Tidak! Tidak! Kirana menggeleng histeris. Dia tidak bisa membayangkannya. Coba bayangkan, jika seseorang dipertaruhkan dalam satu tempat dengan sesuatu yang dirinya takutkan. Jelas saja itu semua akan menekan mentalnya. Apa yang jail kepada Kirana tidak berpikir sebelum melakukan hal yang serendah ini? Bagaimana kalau Kirana punya riwayat jantung dan serangan jantungnya kambuh di waktu seperti ini? Kirana bisa menemui ajalnya karena ketakutan. Kejam nian orang-orang yang yang berniat jahat kepadanya. Kalaupun benci, seharusnya tidak diwujudkan dalam bentuk nyata sebagai pembullyan seperti ini. Sunggu benar kata Bung Karno, kalau musuh yang paling besar adalah bangsa itu sendiri. Lihatlah generasi muda sekarang, mereka bahkan dengan bangga melakukan penindasan pada rakyat kecil seperti Kirana tanpa pikir panjang. Sungguh. Kirana sudah ingin pingsan karena kepalanya pusing bukan main. Namun dia tidak menyerah. Dia terus berupaya keras sampai di titik darah penghabisan. Ketika tangannya kembali menggebrak dan mulutnya kembali berteriak sekencang yang dia bisa, Kirana mendapat harapan begitu mendengar suara lelaki dari luar kamar mandi tersebut. Kirana yang tadinya hampir menyerah karena tubuhnya yang lemas langsung mendapat harapan yang begitu besar kalau dia akan dibantu. "Siapapun di luar tolong!" lirihnya. "Tolong?" Lelaki yang di luar ini sudah memutar knop pintu kamar mandinya, tapi dikunci. Dan jelas saja kuncinya sudah raib begitu saja, tak didapati dimanapun. Coba diganti dengan kunci di pintu sebelah juga tidak bisa. "Kamu minggir, akan saya dobrak!" Orang itu sudah memberikan Kirana peringatan untuk minggir. Masalahnya, Kirana tidak berani beranjak selain berteriak karena ketakutan dengan tikus-tikus yang ada di sana. Entah pada dobrakan ke berapa engsel pintunya seperti ingin lepas dari tempatnya dan Kirana tidak berani beranjak sedikitpun. Dia hanya bisa berdoa dalam hati sampai air matanya mengalir. Dia bersyukur sekali ada yang membantu. Kalau tidak, mungkin Kirana betulan terkena serangan jantung. Entah pada puluhan menit yang keberapa pintu itu terbuka dan malah menghantam tubuh Kirana keras sehingga perempuan itu terdorong dan kepalanya seperti dihantam dua kali berturut-turut. Ketika kepala bagian depannya terhantam pintu yang didobrak sementara bagian kepala belakangnya menghantam dinding kamar mandi yang vertikal. Kirana samar mendengar suara orang-orang. Dia sudah tidak bisa menangkap sesuatu dengan matanya. Yang pasti, dia mendengar seorang lelaki memanggilnya supaya tersadar. "Hai, bangun?!" Namun, Kirana tidak bisa membuka matanya sehingga tubuhnya yang ingin luruh langsung didekap begitu saja. "Pak, tolong bantu bukakan pintunya, biar saya yang bawa mahasiswi ini." Kata lelaki yang berhasil membobol pintu kamar mandi dengan bantuan penjaga di gedung tersebut. Lelaki ini baru sadar ada tikus yang masih terbungkus plastik berlarian di sudut kamar mandi yang agak berjarak dari tempat Kirana sekarang. Namun tak mau membuang waktu lebih lama, dia keluar setelah menggendong Kirana ala bridal style. "Pak, ada tikus di dalam. Tolong dibuang, hati-hati." Pesan lelaki itu. "Tolong juga lihat rekaman CCTV di luar. Ada yang melakukan pembullyan dengan gadis ini. Mereka yang melakukan penindasan harus ditindak tegas." "Baik, Pak." Kata si penjaga yang langsung mengambil plastik berisi tikus itu. Hingga tikus-tikus didalamnya berlonjakan seperti takut dan berlomba-lomba ingin melepaskan diri. Karena risiko terlepas dan malah masuk ke dalam lingkungan gedung, penjaga memasukkannya ke dalam kantong tebal. Seandainya saja kucing yang dilempar bersamanya tadi, Kirana tidak akan takut dan malah menganggap kucing itu sebagai temannya. Masalahnya, ini tikus, hewan yang paling dirinya takuti. Kirana pingsan karena ketakutan saja sudah fatal sekali efeknya. Dia juga pernah mengalami perundungan seperti ini sebelumnya waktu SMP. Saat dia berganti baju setelah pelajaran olahraga selesai, ketika ingin membuka pintu, malah dikunci dari luar. Dia sudah berteriak minta tolong tapi tidak ada yang membukanya, bahkan sampai malam hari. Kirana yang memiliki penyakit asam lambung dan ada memilki kepanikan juga alhasil pingsan di kamar mandi semalaman. Begitu pagi-pagi petugas kebersihan sedang membuka pintu satu per satu, dia penasaran karena pintunya tertutup. Karena itu dia buka yang ternyata dikunci dari luar. Namun begitu dibuka, beliau yang tukang bersih-bersih ini terkejut bukan main melihat Kirana sudah jatuh pingsan dengan wajah pucat pasi, badannya dingin sekali. Karena itu Kirana langsung dibawa ke puskesmas terdekat. Dia jadi mengingat kalau kemarin ada ibuk-ibuk yang mencari-cari anaknya belum pulang. Ternyata putrinya malah terkunci di kamar mandi. Ibunya pasti khawatir sekali. Karena itu juga sang petugas kebersihan menghubungi penjaga gerbang depan kalau butuh bantuan untuk menelfon atau menghubungi ibu yang kemarin. Untung salah satu dari mereka mengenal Kirana, jadi langsung disusulkan ibunya ke puskesmas tempat Kirana dibawa. Kalau waktu itu, Kirana langsung ditunggui oleh ibunya yang begitu dirinya cintai. Tapi sekarang, dia tidak memiliki siapa-siapa. Hanya teman-teman dekatnya yang tentu saja masih sibuk dengan urusannya masing-masing karena jadwal mereka yang memang berbeda-beda. Lelaki yang tak lain adalah Pak Damar ini, yang membawa Kirana ke rumah sakit universitas, menunggui gadis itu sampai benar-benar dinyatakan dalam keadaan baik-baik saja. Masalahnya, Kirana sampai dipakaikan masker oksigen. Kalaupun tidak demi kemanusiaan Pak Damar menunggui, tapi ini juga beliau sadar jika dirinya adalah dosen walinya. Jadi dia merasa bertanggungjawab juga atas keamanan Kirana. Sungguh keterlaluan sekali yang melakukan perundungan. Pak Damar bahkan bisa merasakan suhu tubuh Kirana yang rendah sekali meski dilapisi baju. Kalau Kirana yang anak didiknya ini kenapa-kenapa, Pak Damar akan tuntut pelaku yang sebenarnya dan akan meminta keadilan yang seadil-adilnya. Enak saja setelah berbuat kejahatan bisa tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Tidak. Dia yang bersalah berhak mendapatkan hukuman. Universitas tempat mengajarnya ini memiliki hukum yang ketat. Biar saja yang melakukan perundungan ini jera. Tidak mengulanginya lagi. Karena kalau tidak ditindak tegas, nanti bisa diulangi lagi meskipun terkadang malah bisa membuat onar lebih parah lagi. Namun setidaknya, pelaku harus dihukum bagaimanapun caranya. Kebetulan sekali Pak Damar memiliki teman yang mengabdikan dirinya di rumah sakit universitas. Namanya Anya. Beliau adalah dokter umum yang banyak disegani oleh dosen-dosen yang lain termasuk mahasiswanya sekalipun. Ketika Dokter Anya ini bisa menempuh pendidikan yang lebih tinggi, tapi beliau memilih mengajari anak-anak didiknya terlebih dahulu. Karena sama seperti guru-guru, murid bisa berhasil karena pasti karena jasa gurunya juga. Karena dari semua dokter yang Pak Damar kenal paling baik adalah Dokter Anya, karena itu Pak Damar membawa Kirana ke dokter Anya agar segera ditangani. Kebetulan sekali Dokter Anya sedang praktik, jadi langsung meminta Pak Damar membaringkan Kirana di brangkar agar bisa diperiksa. Sementara Pak Damar langsung menunggu di luar saja. Kirana diberikan alat bantu nafas karena saat sampai di IGD, kondisinya seperti orang sesak nafas. Jadi selain diberi masker oksigen, juga dibantu dengan infus. Pak Damar tentu masih menungui di sana karena beliau merasa tanggungjawab meskipun bukan dia pelakunya. Selain itu, Pak Damar juga wali dosennya. Jadi, mau tak mau, Pak Damar tetap menunggui sampai keadaan Kirana membaik dan menghubungi pihak teman atau saudaranya yang sekiranya bisa memberinya informasi lebih lanjut tentang Kirana. Dikhawatirkan kalau Kirana nanti sadar dan diberi obat, obatnya tidak cocok dengan tubuhnya. Sambil menunggu, jelas saja Pak Damar tetap mencari informasi tentang tindakan tercela ini kepada pihak keamanan. Dia bahkan sudah mengirimkan pesan ke grup para dosen sehingga beritanya sudah sampai kemana-mana, hanya saja memang tidak disebutkan namanya bahwa Kirana yang menjadi korban, biar nanti saja kalau sudah tahu pelaku sebenarnya. Karena sungguh, meski Kirana tidak disukai oleh teman-temannya di sana, justru dosen-dosen sangat mengenal Kirana sebagai pribadi yang beradab, juga berilmu. Sampai beberapa waktu kemudian, Dokter Anya keluar dan berbincang serius mengenai kondisi Kirana dengan Pak Damar. Oh tentu saja ini masalah serius. Manusia yang satu tidak bisa bermain-main dengan ketakutan manusia yang lain. Karena jelas setiap orang memliki ketakutan yang berbeda-beda. Dokter Anya mengatakan secara sekilas tentang Kirana yang mendapat serangan panik sehingga menyebabkan sesak nafas. Jika Kirana sadar nanti, akan dipanggilkan dokter ahli di bidangnya untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dikhawatirkan kalau akan ada serangan lagi saat Kirana tersadar meskipun tidak dalam kondisi saat masih di kamar mandi ketika mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan baginya tadi. Di sini perlu di garis bawahi. Orang yang membutuhkan bantuan psikolog, bukan berarti orang itu gila. Masih banyak persepsi individu kalau dibawa pergi ke psikolog pasti gila. Padahal, setingkat takut seperti Kirana itu memiliki diagnosisnya sendiri, tidak bisa dikatakan karena ketakutan langsung jadi gila. "Lalu bagaimana, Dok?" Pak Damar bertanya serius tentang keadaan Kirana. "Keadaannya sudah stabil, Pak. Kita tunggu saja dia sadar." Pak Damar hanya iya-iya saja dan kembali mencari informasi. Masalahnya yang melakukan pembulian pasti orang yang sama cerdasnya karena berupaya menghilangkan barang bukti. Namun sepertinya pelakunya lupa, setiap pelaku yang melakukan kejahatan pasti meninggalkan barang bukti atau jejak. Tidak lama lagi pelakunya pasti akan diketahui dan Kirana akan mendapatkan keadilan. Pak Damar jadi sedih kalau begini. Dia tidak menyangka kalau sekelas mahasiwa, yang sudah mendapat gelar maha, yang artinya saja sudah memiliki pemikiran yang jauh ke depan, tapi tetap saja melakukan tindakan tidak bermoral seperti ini. Rasanya miris sekali. Apalagi ini Pak Damar sendiri yang menolong korban. Sungguh, dia mempertanyakan integritas mahasiswa-mahasiswinya di kampus. Kemudian, Pak Damar mendapatkan rekaman CCTV tersembunyi yang berada di lorong yang memang menyorot ke arah kamar mandi bahwa orang terakhir yang masuk ke dalam toilet setelah Kirana adalah Bianca, Mei dan Sindy. Sebelumnya, mereka sudah menutup CCTV menggunakan lakban kemudian baru melancarkan aksinya, membawa tikus ke dalam kamar mandi, tak selang lama mereka terpantau keluar dan beberapa waktu kemudian Pak Damar yang masuk. Jelas melihat itu Pak Damar tidak menyangka sekali. Ingin menegur bukan putrinya. Orang zaman sekarang beda sekali dengan orang zaman dulu. Ketika orang zaman dulu biasa saja saat putra ataupun putrinya ditegur, bahkan dihukum secara fisik seperti tangannya dipukul dengan kemoceng jika menjawab salah, maka sekarang pasti langsung dilaporkan ke pihak berwajib sebagai tindak p**********n. Entah bagaimana kalau generasinya bisa maju kalau dimanjakan terus-terusan seperti ini. Semua orang juga tahu kalau dunia keras. Dengan memanjakan anak sehingga membuat anak merasa bahwa melakukan tindakan kejahatan tidak apa-apa karena orang tuanya akan melundungi, jelas pemahaman ini salah kaprah sekali. Pak Damar saja dulu ingat sekali. Waktu SD, dia sering dipukul ketika maju ke depan tidak bisa. Dan itupun sudah biasa. Bukan hanya dirinya saja yang terkena pukul, tapi teman-temannya yang lain juga. Bahkan orang tuanya tidak masalah dan malah mengatakan kalau zamannya dulu lebih keras lagi. Namun karena berkat perjuangan keras itu juga, mereka menjadi orang yang berhasil sekarang, yang bermanfaat kepada banyak orang, yang sukar ditumbangkan oleh orang lain karena sedari kecil dulu memang sudah sering diuji. Memanjakan anak memang masih menjadi pro kontra sampai sekarang. Namun ada baiknya jika anak melakukan kesalahan tetap dinasihati dengan perlahan mana yang benar dan mana yang salah dan jangan merasa kalau anak paling benar sendiri. Karena sekarang banyak dijumpai ada anak-anak yang sedang bertengkar, orang tuanya pun jadi ikut berselisih paham karena pertengkaran anaknya tersebut. Padahal beberapa waktu kemudian anak-anak yang bertengkar ini lupa pertengkarannya yang bermain bersama-sama lagi. Entah siapa yang anak kecil dan siapa yang dewasa di sini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD