6

1589 Words
Ingatan masa-masa yang kuhabiskan bersama Reynard di rumah itu menghantam kepalaku dengan kekuatan dahsyat. Aku dan Reynard menghabiskan banyak sekali waktu bersama. Aku jauh lebih tua daripada Reynard walaupun secara wujud saat ini kami nyaris tidak ada bedanya. Kenangan-kenangan itu membanjiri pikiranku. Dan saat kenangan tiga abad lalu mulai merayap masuk dalam pikiranku. Aku mengenyahkannya segera. “Tidak ada tempat untuk itu semua.” Tegasku pada diriku sendiri sebelum kembali melesat menuju teritoriku yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan milik Seraphim yang berada cukup jauh dari tempatku sekarang. Begitu aku sampai di curiaku sendiri, seluruh anggota Cadre 7 sudah berkumpul_sekali lagi. Aku mengubah warna sayapku sebelum mendarat mulus di dekat mereka. Walaupun aku percaya_sangat percaya_pada mereka, tapi aku tidak ingin ada yang mulai memikirkan siapa orang tuaku saat melihat warna sayapku. Warna sayap malaikat, sering kali diturunkan dari warna sayap orang tuanya. Dan sepanjang sejarah, hanya ada satu malaikat yang memiliki sayap berwarna biru langit. Jadi akan mudah sekali menebak siapa orang tuaku saat melihat warna sayapku. Belum saatnya mereka mendapatkan shock atas asal usulku sebenarnya. “Siap mengukir pengalaman baru di sepanjang keabadian kalian?” Tanyaku antusias karena sebentar lagi aku akan segera kembali ke Inggris. Semoga saja Wren bersedia memberikan salah satu gedung pencakar langitnya untukku. Karena para anggota Cadre 7 tidak terbiasa tinggal di tempat yang terlalu dekat dengan tanah. Leela tersenyum. “Selalu siap, Milord.” Sahutnya sama antusiasnya denganku. Kami merentangkan sayap bersamaan, dan langsung lepas landas ke udara, terbang dengan formasi burung gagak yang_dulu sekali_membuat banyak malaikat muda kagum pada kami. Satu-satunya yang tidak bisa kuhindari selama menjadi malaikat adalah kemewahan. Aku selalu suka kemewahan dalam bentuk apapun, bahkan saat terbang, setiap malaikat memiliki kemewahan mereka sendiri. Terbang Rendah. Ujarku disetiap pikiran anggota Cadre 7 begitu kami melintasi pusat Regia Horto. Ini mungkin akan menjadi hari terakhirku berada di Regia Horto, aku akan memenuhi permintaanmu, Jade. Turun. Ujarku lagi. Turun, Milord? Tanya Javas bingung. Ini pertama kalinya Cadre 7 berkumpul setelah hampir setengah milenia lebih, Javas. Sedikit pamer rasanya tidak masalah. Sahut Leela benar-benar bersemangat. Adishree dan Javas yang berada paling luar dari formasi langsung menukik tAdamam, diikuti oleh Leela dan Iksha. Kairav, Adam dan Kieran menukik bersamaan denganku dan kami berdelapan mendarat bersama di sebuah taman luas yang dipenuhi malaikat-malaikat muda yang sedang bersantai bersama pasangan mereka, malaikat-malaikat kecil yang sibuk membaca buku, dan beberapa pasangan malaikat yang sedang berjalan-jalan bersama anak-anak mereka. Pendaratan kami yang mencolok di tengah-tengah taman berhasil menarik perhatian semua yang ada disana. Seorang bocah malaikat menghampiriku dengan mata terus meneliti kami satu persatu. “Hanya sayapmu yang berwarna putih polos. Siapa kalian?” Tanya bocah laki-laki itu yang ditujukan padaku. Iksha membungkuk anggun. Satu jarinya di tempelkan di bibirnya. “Sst~ Kau harus menggunakan panggilan sopan padanya.” Tegur Iksha lembut. Aku menyentuh bahu Iksha pelan. “Biarkan saja.” Ucapku cepat. “Siapa namamu, nak?” Tanyaku tenang. “Samuel.” “Samuel, siapa ayah dan ibumu?” Samuel menatapku bingung, tapi dia tetap menjawabku. “Gabriela ibuku, dan Zachariel ayahku.” Aku mengangguk. Gabriela dan Zachariel adalah malaikat yang cukup terkenal karena selain kenyataan mereka adalah pasangan Archangel, mereka juga memiliki banyak anak, tiga malaikat kecil. Padahal pasangan malaikat lazimnya hanya memiliki satu anak, atau paling banyak 2 anak. Aku mencabut sehelai buluku dan memberikannya pada anak itu. “Saat pulang nanti, katakan pada kedua orang tuamu kalau ada seorang malaikat asing yang kau temui di taman hari ini dan memberikan ‘ini’ padamu.” Ujarku sambil mengulurkan bulu itu padanya. “Boleh aku tahu namamu?” Namaku? Beritahu padanya, bukan namaku, tapi panggilan seluruh malaikat padaku. Ujarku pada Iksha sebelum lepas landas diikuti oleh Kairav dan lainnya. “Namanya, malaikat kecil, adalah El Rey. Kau tidak boleh melupakannya sampai kapanpun. Dan saat kau besar nanti, kau bisa mengatakannya pada setiap malaikat yang kau temui kalau El Rey memberikan bulunya padamu.” Ucap Iksha lalu mengecup puncak kepala malaikat kecil itu sebelum bergabung bersama kami. Iksha adalah anggota Cadre yang paling menyayangi anak kecil, manusia ataupun malaikat. Begitu Iksha bergabung kembali ke formasi, kami melesat dengan kecepatan tinggi menuju perbatasan Regnum Angelorum. Dan untuk kedua kalinya kami menukik tAdamam. Terjun dari keindahan Regnum Angelorum menuju dunia penuh emosi, bumi. “Kenapa kali ini kau ingin orang tahu tentang kembalinya dirimu, El Rey?” Tanya Iksha. Aku menoleh sebentar ke arah Iksha dan kembali memusatkan konsentrasi, “Aku tidak ingin orang tahu tentang kembalinya aku. Aku hanya ingin Gabriela dan Zachariel tahu. Tidak ada salahnya menghimpun sekutu mulai dari sekarang. Tidak pernah ada yang bisa melihat masa depan malaikat.” Sahutku datar. Aku berharap Gabriela dan Zachariel lebih dari sekedar terkejut saat menerima bulu itu. Bulu itu akan berwarna putih polos di tangan malaikat muda, tapi warnanya akan berubah ke warna asli di tangan Archangel karena pengaruh kekuatan mereka. Apa yang akan terjadi kalau warna bulu itu kembali ke biru lembut? Karena bagaimanapun mereka memikirkan dan mencarinya, Archangel tidak akan pernah menemukan malaikat yang sangat terkenal dengan warna bulunya itu. Betapa beruntungnya aku. Regnum Angelorum melayang tepat di atas Inggris. Dengan kecepatan yang bisa membuat beku manusia manapun yang menembus awan, kami menukik tajam mendekati pulau sangat luas yang semakin lama semakin jelas itu. Kami benar-benar sudah mendekati London saat lampu-lampu gemerlapan mulai terlihat. Sambil melayang di udara, aku berusaha memilah-milah pikiran yang bisa kumasuki untuk menemukan Wren. Aku bisa saja langsung kembali ke Windsor, tapi rasa penasaranku dengan kehidupannya sekarang mengalahkan keinginanku untuk beristirahat di kamarku yang nyaman di Windsor. Aku sudah nyaris menyerah dan memutuskan untuk kembali ke Windsor dan menghubunginya via telekomunikasi manusia sebelum aku menemukan pikirannya yang selalu rumit. Wren. Aku dapat merasakan keterkejutannya. Navaro? Ini benar kau? Tentu saja. Dimana kau? Demi apapun! Kemana saja kau delapan bulan ini? Dengar, aku sedang dalam perjalanan menuju Acasa Manor. Entah kau atau aku yang sampai lebih dulu, yang jelas kita akan bertemu disana. Kita harus bicara, atau aku akan mengenyahkanmu selamanya dari hidupku. Aku bersumpah! Ujar Wren lalu kembali menutup pikirannya dariku. Aku tidak bisa tidak tersenyum. Wren adalah satu-satunya makhluk yang bisa menutup pikirannya dariku kapanpun dia inginkan. Oh, dia baru bisa melakukannya dua abad terakhir. Sebelumnya? Pikirannya bagaikan buku yang terbuka, terlalu mudah dimasuki. Walaupun itu jelas membuatku sulit mengetahui dimana keberadaannya. Aku ingin mengunjungi teman lama. Kalian bebas memilih ikut denganku atau mencari hiburan di dunia fana ini. Bisikku dalam setiap pikiran anggota Cadre. Bahkan tanpa satupun yang menjawabku, aku sudah tahu. Mereka akan mengikutiku ke Acasa Manor, ingin bertemu langsung dengan vampir yang menemaniku selama setengah milenia ini. Siapkan dirimu untuk kejutan, teman.   Aku sukses mendarat mulus di halaman tengah Acasa Manor, disamping taman kaca, menarik perhatian para penghuni yang saat itu sedang bersantai di ruang duduk. Ada tiga orang wanita disana. Dua diantaranya menutup mulut tidak percaya dengan apa yang mereka lihat, sementara yang satu lagi tersenyum setelah mengatasi keterkejutan di wajahnya. Begitu aku menjejakkan kakiku di rumput, aku melipat rapat sayapku dan menghilangkannya. Tidak ada sayap. Ujarku kepada setiap anggota Cadre 7. Mereka saling berpandangan sebelum menatapku bingung. “Lakukan saja. Entah bagaimana malaikat lain memerintah, tapi aku tidak ingin keberadaan kita diketahui oleh banyak manusia. Walaupun sepertinya semua ini sudah terlambat.” Ujarku tenang sambil melangkah masuk melewati pintu ganda besar yang menghubungkan taman tengah dengan hall Acasa Manor. Wanita yang tersenyum tadi sudah keluar dari ruang duduk dan menungguku di ruangan paling luas di rumah itu. “Selamat datang, Navaro.” Ucapnya ramah, tapi aku melupakan kalau anggota Cadre 7 tidak biasa mendengar makhluk lain memanggilku ‘Navaro’ selain Jade dan Seraphim. Jadi dengan kecepatan mengagumkan nyaris seperti predator, Adam melesat menghampiri Lily. Aku hampir bertindak saat menyadari Lily tidak butuh pertolongan. Wanita itu sudah melayang menuju sudut ruangan, bertahan disana sambil mempertahankan posisinya di udara. “Siapa dia, My Lord?”tanya Adam benar-benar terkejut melihat Lily_atau lebih tepatnya melihat sayap Lily. Sayapnya sudah berubah. Lily adalah pasangan jiwa Wren, dan wanita itu seorang Sanguine Mixta, setengah darah malaikat. Dan dia satu-satunya Sanguine Mixta yang memiliki sayap abu-abu. Oh, bukan berarti semua Sanguine Mixta memiliki sayap, tidak. Dan kini sayap yang dulunya hanya satu warna itu, abu-abu lembut, sudah berubah menjadi hitam sepekat malam di bagian atas yang makin lama makin memudar menjadi abu-abu tua dan terus memudar hingga menjadi putih dengan corak keperakan. Sayap yang sangat indah untuk Sanguine Mixta. Kalau sayap ini dimiliki salah seorang malaikat di Regia Horto, bisa dipastikan sang pemilik akan jadi favorit banyak malaikat. Saat itulah aku menyadari aura keberadaan Wren. Dia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. “Aku terlambat mengatakannya. Dia anak Lucifer dan pasangan Wren. Jangan menyentuhnya kalau tidak ingin berakhir mengenaskan.” Ujarku tenang. “Turunlah Lily, Wren sudah dekat. Dia akan mengamuk kalau melihatmu disana.” Lily menyipitkan matanya menatapku, mencari kejujuran. Dan dia mendapatkannya. Dengan sangat anggun_berbeda dengan beberapa bulan lalu_Lily mendarat mulus di tempatnya berdiri tadi sebelum dihampiri Adam. Tepat saat Lily menapakkan kakinya, sebuah belati melesat dengan kecepatan tinggi ke arahku, dan Iksha yang memiliki kecepatan di atas rata-rata berhasil menangkap belati itu tepat di mata belati dan langsung melemparkan balik ke arah datangnya. Tidak ada suara ataupun sesuatu yang menandakan belati itu mengenai sasaran seolah si pelempar sudah lenyap. “Sekarang kau nyaris seperti malaikat tanpa sayap, Wren.” Ujarku ke arah taman tengah. Dari atas, Wren melayang turun hingga kedua kakinya menapak di rerumputan. “Delapan bulan kau kau menghilang, lenyap. Tidak menghadiri pernikahan kami, tidak memberi kabar apapun. Dan sekarang kau tiba-tiba datang dengan membawa segerombolan makhluk bersayap.” Gerutu Wren terlihat kesal sambil berjalan masuk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD