Chapter 4

1126 Words
Rena duduk di salah satu rumah rumah kecil yang di bangun di tepi danau. Mengambil botol air minumnya sebelum menghabiskan isinya. Ternyata cukup melelahkan dari tadi berkeliling menjadi detektif dadakan. Rena melihat ke arah gadis hantu yang diam saja. "Hei. Kamu sudah dapat pencerahan?" tanya Rena. Gadis hantu itu mendongak, "Aku seperti mengingat sesuatu tapi tidak jelas." jawabnya. Rena menyimpan kembali botol air minumnya. Sudah biasa hal ini terjadi, Rena tidak heran. Namun, saat para arwah mengingat memori yang mereka lupakan mereka akan segera terangkat ke langit dan hidup tenang. "Besok kita kembali. Hari sudah mau gelap." ucap Rena sembari berjalan menghampiri metic scoopy nya lagi untuk menuju rumahnya. Rena meletakkan tas dan sepatu di tempat masing masing. Meskipun Rena hidup sendirian dia lebih suka kerapian. Gadis itu kemudian langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur. "Apa kamu tidak mandi setelah berjalan seharian?" Tegur Vino yang duduk di atas meja belajar Rena. "Pergilah jangan mengikuti ku terus!" teriak Rena di balik wajahnya yang tertutup bantal. "Bagaimana aku bisa pergi sebelum kamu membantuku." ucap Vino, "dan seorang gadis itu juga harus merawat dirinya bukan malah tidur setelah seharian keliling", imbuh Vino berceloteh seolah sedang mengomeli anak gadisnya. Rena langsung duduk menatap Vino tajam, "Apa pedulimu! Kamu cuman hantu aja berani mengomentariku." sahut Rena ketus. Vino mengedikkan bahu, "Sekedar mengingatkan. Kalau aku masih hidup aku gak akan pernah mau sama cewek kayak kamu," celetuk cowok itu. Rena melemparkan bantal yang langsung menembus tubuh Vino. Vino tertawa. "Aku tidak bisa kamu sentuh," ejek nya pada Rena. Gadis itu mendengus lalu bergerak menuju lemari bajunya dan mengeluarkan beberapa helai pakaian. "Kamu jangan ngintip, mentang-mentang kamu hantu awas aja ya lihat aku mandi." seru Rena menunjuk Vino dengan tatapan mematikan. "Aku tidak akan tertarik dengan body datar seperti tripleks," ucap Vino berhasil membuat telinga Rena nyaris mengeluarkan asap. Untung Vino adalah hantu jika bukan mungkin Rena sudah menghajar cowok songong itu. Rena melemparkan bajunya ke atas tempat tidur sebelum dia menarik handuk di tempat biasa dan masuk ke kamar mandi. Vino menyilangkan tangan di depan perut menunggu cewek tadi keluar. Kedua mata Vino melihat arsitektur kamar Rena yang di domonasi warna hijau muda. Dengan sedikit perabotan dan juga lemari buku di dekat meja rias. Juga ada gitar di pojok ruangan. Sepertinya Rena suka bermain gitar. Pikir Vino. Tak lama pintu kamar mandi terbuka dan muncullah sosok Rena dengan balutan handuk. Vino bersiul, Rena memutar bola matanya. "Kamu ingin memakai baju di depanku? Kamu gak malu?" tanya Vino. Rena berdecih, "Kenapa aku harus malu? Aku sudah bertemu hantu sepertimu puluhan atau ratusan kali. Kau cuman hantu kau bahkan tidak bisa menyentuhku kenapa aku harus malu?" ucap Rena masa bodo sambil memakai pakaiannya satu persatu. Vino memalingkan wajahnya. Meskipun dia hantu atau apalah namanya jika di hadapkan hal seperti itu Vino tidak bisa. Rena begitu pemberani, bagaimana jika ternyata Vino bukan hantu melainkan cuman raga yang terpisah dengan jiwa. Suatu saat pasti Vino bisa menyentuh Rena. "Kau malu? Ha! Hantu memalukan!" ujar Rena yang sudah memakai bajunya dan mengeringkan handuk ke tempat biasa. "Jika aku bukan hantu apa yang kau lakukan?" Tanya Vino. "Mencekikmu agar jadi hantu beneran," jawab Rena asal asalan sebelum melompat ke atas tempat tidur. "Baru kali ini aku bertemu gadis sesadis dirimu." gumam Vino yang masih bisa di dengar oleh Rena. Cewek itu menoleh, "Karena aku sadis lebih baik kau pergi cari orang lain untuk membatumu." sahut Rena tidak mau kalah. "Sayangnya aku tidak mau menyia nyiakan kesempatan sudah bertemu denganmu," Vino berjalan mendekat lalu duduk di samping Rena. Gadis itu berdecak lidah, "Dasar!" decih nya. Setelah itu hanya ada keheningan di antara mereka, cuma terdengar lembaran buku yang terbuka. Vino memperhatikan Rena dalam pelajarannya, Rena sudah akan kelas tiga sma dan sebentar lagi akan menjadi senior. Selain membantu para arwah Rena juga tidak bisa mengabaikan soal pelajarannya. "Kenapa kamu tidak berteman?" Tanya Vino tiba tiba. Gerakan tangan Rena pada kertas langsung berhenti sejenak sebelum kembali menggoreskan tinta di atas nya lagi. "Mereka tidak mau berteman denganmu karena kamu indigo?" Tanya Vino lagi. Rena meletakkan pulpen di atas meja dengan kesal, "Bisa gak sih kamu diam! Gak liat apa aku lagi belajar!" Seru Rena tanpa menolehkan kepalanya pada Vino. "Cowok tadi kayaknya antusias sama kamu kenapa gak kamu jadikan teman saja?" Ucap Vino mengabaikan amarah Rena yang akan membludak dengan terus melontarkan pertanyaan.. "Aku gak butuh teman dalam kehidupanku. Kesendirian sudah menjadi keluarga sekaligus teman sejak aku masih kecil." Jawab Rena dengan wajah merah karena marah, "Apa kau puas!" Vino langsung diam mendapat jawaban Rena. Apakah jadi anak indigo itu seperti ini? Di jauhi oleh orang orang di sekitarnya? sepertinya Rena sudah banyak menanggung beban yang seharusnya tidak di tanggung oleh anak seusianya. Rena menormalkan nafasnya, percuma marah dengan hantu yang hanya akan membuang energi nya sia sia. Kesendirian ini sejujurnya menyiksa tapi apa boleh buat dirinya tak bisa berbuat apa-apa sebagai seorang gadis yang di tinggal kedua orang tua di usia 6 tahun. Rena berdiri dengan kasar dari duduknya berjalan keluar dari kamarnya. Vino mengikuti Rena dari belakang melihat gadis itu menuju kulkas mengeluarkan air mineral dari sana. Gadis itu bahkan mengabaikan beberapa hantu yang ada di rumahnya. Hal yang sudah biasa. Justru Vino yang juga hantu malah ketakutan dengan makhluk sejenisnya. "Mereka cukup bersahabat makannya aku tidak mengusirnya." Ucap Rena melewati Vino yang tengah berdiri di belakangnya seakan tau apa yang sedang lelaki itu pikirkan. Vino bergidik lalu mengikuti Rena saat hantu hantu penunggu rumah Rena menatap Vino tidak suka. Rena hanya tersenyum miring, "Hantu gadis cilik itu gak tinggal di sini?" ucap Vino di sela langkahnya. "Dia cuman mengikutiku saat di sekolah." Jawab Rena seadanya. Vino hanya mangguk mangguk. "Kamu jadi indigo sejak lahir ya?" tanya Vino yang mulai penasaran. "Tidak." Jawab Rena lalu duduk kembali ke kursi belajarnya kemudian menatap Vino, "aku seperti ini sejak usia 6 tahun." lanjutnya. "Lalu selama kamu jadi seperti ini kamu tidak merasa kesulitan? Kamu juga sepertinya tinggal di rumah sebesar ini cuman sendirian? Gak takut?" Rena mencibir masih menatap Vino dengan sinis "Ck! Takut? Sejak kedua orang tuaku meninggal rasa takut itu juga meninggal. So.. buat apa takut, apa lagi dengan makhluk sepertimu." katanya dengan enteng. "Wah keren juga ya jadi kamu. Seorang cewek, sendirian, berkawan sama hantu dan judes lagi." ucap Vino apa adanya. Rena berdecak dan memutar bola matanya tak tentu arah. "Aku judes kayak gini buat pertahanan tau biar hantu kayak kau itu gak gangguin aku mulu. Bosen aku di ikuti terus." dumel Rena dan kembali pada pulpen dan bukunya di meja. Vino menyilangkan tangan, "Tapi sayangnya kamu itu gak bisa lari dari tanggung jawabmu. Tugasmu memang begini kan?" Vino menatap Rena yang sedang belajar. Rena menghela nafas panjang, "Aku bosan! Aku pengen hidup normal bukan kayak gini." gerutu Rena kesal pada dirinya sendiri. ____ Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD