Akbar memandang ibunya dengan gusar. Namun berikutnya pemuda itu tersenyum dan menatap ibunya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Obsesi?" Akbar bertanya dengan menaikkan sudut bibirnya. Selanjutnya ia terkekeh. "Ini bukan obsesi, bu. Akbar gak lagi terobsesi dengan Tari." Akbar menggapai tangan ibunya. "Akbar yakin, jauh di dalam lubuk hati Tari masih ada kenangan kita berdua. Hanya butuh sedikit waktu saja untuk membuat Tari kembali meyakinkan hatinya sendiri." Ibunya menatap Akbar dengan prihatin. "Kamu yakin?" tanyanya. Akbar menganggukkan kepalanya, ia tidak menjawab pertanyaan ibunya dengan perkataan, melainkan dengan anggukan tadi. Berikutnya pemuda itu menarik koper ibunya dan beranjak untuk membawanya ke dalam kamar. "Ibu pasti capai, lebih baik ibu istirahat. Ibu