Masih ada perhatian begitu besar dalam diri Reyhan untuknya. Namun, jika teringat lagi pernyataan cinta Reyhan yang membuat hubungan mereka merenggang, maka Windy mungkin akan membenci kejadian itu. Bukan karena Reyhan jatuh cinta padanya, tetapi dia merasa kesal kenapa takdir menciptakan ruang aneh ini di saat sudah ada pria lain di hati Windy. Pun jika tak ada kecemburuan di hati Reyhan pada Chandra, jika saja Windy tak menjalin kekasih dengan Chandra, mungkin sampai detik ini Reyhan bungkam akan hatinya. Kebungkaman Reyhan tentu saja takkan pernah memancing perasaan Windy. Windy takkan tahu Reyhan menciptakan satu gelar manis untuk Windy di hatinya. Cinta sederhana Reyhan.
Sepeda motor itu tepat berhenti di parkiran sekolah. Suasana baru jelas terlihat, tercium aroma semangat di lingkaran jiwa masing-masing siswa di awal semester genap ini. Rasa rindu akan suasana kelas pun menelusup batin mereka. Reyhan dan Windy adalah salah satu dari mereka. Reyhan mematikan mesin sepeda motor dan membuka helm putihnya. Saat Windy turun dari jok, dia bingung kenapa Reyhan enggan beranjak dan tetap bersandar di sepeda motornya. Pria itu pun tak menegur Windy. Windy menatap wajah Reyhan, tetapi si cute itu enggan menatap balik. Dia mengisyaratkan pada Windy agar lebih dulu pergi. Windy mengerti, mungkin Reyhan tak ingin Chandra memergoki mereka pergi bersama.
Dengan tertunduk lesu, Windy berjalan meninggalkan Reyhan di parkiran. Sampai kapan pun, Windy takkan pernah mengerti apa yang ada di pikiran Reyhan. Langkah Windy tepat berhenti di depan kelas Sains 3-1. Riuh terdengar kebahagiaan teman-teman sekelasnya meluapkan rindu karena sudah 2 minggu mereka libur. Windy melangkah masuk dan segera disambut oleh Chandra yang menatap penuh raut curiga.
"Aku tadi jemput, kamu ke mana aja? Kata Tante Raya, kamu udah pergi. Kenapa nggak tunggu atau kabarin aku? Kamu ini kenapa? Kamu pergi sama Reyhan, hah?"
Setibanya di kelas, Windy malah diberondong pertanyaan bertubi-tubi dari Chandra. Windy mendengus perlahan. Selama ini dia menyadari Chandra memang over protektif padanya. Kekasihnya itu terlalu egois dan mudah cemburu. Akan tetapi, Windy merasa itu adalah satu bentuk perhatian dari sang kekasih. Baru kali ini dia merasa gerah dengan pertanyaan bernada kecemburuan itu. Windy menoleh dan menatap binar tajam Chandra.
"Apa kamu ngeliat ada Reyhan di sebelahku? Kamu masih tanya aku pergi sama dia atau nggak?"
Chandra menyadari Windy tengah suntuk. Dia membiarkan Windy duduk di bangku yang ada di depannya. Sesekali, Windy menatap jam tangan dan bingung kenapa Reyhan belum masuk ke kelas juga.
"Windy, pacarku ke mana? Aku nelfonin dia dari kemarin tapi nggak diangkat. Cuek banget," dengus Karina menghampiri meja Windy.
Windy mengerucutkan bibir. Entah kenapa tiba-tiba dia merasa kesal ketika Karina seenaknya memangil Reyhan dengan sebutan pacar.
"Jangan tanya gue!" tukas Windy.
Rumitnya hati para remaja itu seolah menambah nuansa berbeda di kelas baru ini. Konflik cinta masih jelas terlihat mencuat ke permukaan. Apalagi ketika tanpa sengaja, Windy bertatapan dengan salah seorang penghuni kelas yang cukup dia takuti pandangannya. Windy segera menunduk ketika Arvin tersenyum sinis. Kejadian di villa itu masih jelas teringat oleh Windy. Sungguh aneh jika teman-temannya yang lain masih bisa akrab dengannya. Arvin sungguh gesit bersembunyi di balik topengnya.
Arvin mendekati Chandra, berbisik sejenak. "Hei, lo percaya gitu saja? Bukannya lo bilang mereka sekarang tinggal serumah? Gue saranin ke lo, usaha lo untuk jauhin Windy dari Reyhan harus double extra dibanding yang kemarin," usik Arvin.
Chandra meresapi saran yang diberikan Arvin. Arvin mengetahui titik lemah Chandra. Kecemburuan yang menggerogoti hatinya kelak akan menghancurkan cinta mereka.
"Tebakan gue nggak pernah salah. Soal perasaan Reyhan, juga tentang kebimbangan hati Windy saat ini. Kalau sekarang lo nggak makin pegang erat genggaman lo ke Windy, dia akan mudah terlepas."
Ucapan Arvin tak ayal bagai bisa yang kini mulai meracuni Chandra. Memang benar. Windy berubah drastis sejak mengetahui hati Reyhan untuknya. Tebakan Arvin tentang hati Windy yang bisa saja berpaling ke Reyhan, tentu Chandra tak ingin itu terjadi. Chandra harus antisipasi mulai sekarang.
Bel terdengar nyaring. Di saat yang bersamaan, Windy menoleh ke arah pintu dan melihat Reyhan melangkah santai dengan menyandang ransel hitam di pergelangan bahunya. Seperti ada angin badai, Karina secepat kilat menghampiri Reyhan sebelum pria itu duduk di bangkunya. Meja Reyhan tepat di samping Windy.
"Kamu dari mana aja, Rey? Aku kangen banget sama kamu," suara Karina terdengar manja sambil menggelayut di lengan Reyhan.
"Ck, lo ini kenapa? Meskipun gue dipanggil alien, gue masih di Planet Bumi dan baru satu hari kita nggak ketemu," keluh Reyhan sambil melepaskan genggaman Karina.
Reyhan mengerutkan dahi ketika menatap Windy —yang sedang tertawa kecil melihat penderitaan Karina— di depan matanya. Reyhan duduk di bangku, mengeluarkan tumpukan buku dan alat tulis. Mungkin itu isyarat singkat untuk Karina bahwa dia tak ingin bicara lagi.
"Kamu ini kenapa? Aku ini pacar kamu. Keterlaluan banget, sih!" keluh Karina.
"Karina, ada yang mau gue bicarain sama lo. Istirahat nanti kita ketemu di kantin," ucap Reyhan ketus tanpa sedikit pun menatap Karina.
Harusnya Karina tahu karakter Reyhan. Jika keputusan Reyhan kemarin untuk berpacaran dengannya hanya aksi khilaf sesaat, mungkin Karina takkan semakin kecewa seperti ini. Reyhan memang orang yang dingin.
Dari bangkunya yang tepat berada di belakang meja Windy, Chandra menatap sinis. Saran-saran iblis Arvin mulai merasuki pikirannya.
Aku nggak akan tenang sampai kalian benar-benar berpisah. Maafin keegoisanku, Barbie, batin Chandra.
Seorang guru memasuki ruangan dan berdiri tegap di depan kelas. Kacamata itu bertengger di hidungnya. Awal pelajaran akan memeras pikiran mereka. Tak ada lagi waktu bermain mengingat ini tahun terakhir mereka di tingkat 3 SMA.
Selama pelajaran berlangsung, sesekali Windy menoleh pada Reyhan yang ada di sampingnya. Baru disadari Windy ternyata setiap belajar, Reyhan tampak menopang dagunya. Sesekali, tangannya memainkan bolpoint hitam dan mencoret ucapan-ucapan penting yang disampaikan guru dalam rangkuman catatan kecil di bukunya. Ada begitu banyak hal kecil dari Reyhan yang luput dari perhatian Windy selama ini.
Aku baru sadar kamu itu manis banget, Rey. Bukan wajah kamu, tapi apa yang ada dalam dirimu. Pantas aja Karina udah kayak orang gila ngejar-ngejar kamu. Seminggu ini waktu yang dikasih Tuhan supaya aku bisa mastiin hatiku. Aku nggak bisa bayangkan gimana kamu harus berakhir menjadi iparku. Oh My God, aku bisa gila! batin Windy.
Windy mulai membuka satu ruang di hatinya untuk Reyhan. Hal itu justru mempersempit ruang yang tersisa untuk Chandra. Saat ini Chandra-lah yang paling dirugikan. Dia masih berhak atas diri Windy. Windy adalah kekasihnya. Gadisnya itu bisa saja suatu saat terjebak akan pesona Reyhan yang dia tahu pria itu juga menyukainya.
Arvin benar. Aku harus lebih ketat jagain Windy. Aku nggak bisa percaya gitu aja ke mereka. Aku akan cari cara supaya Windy serius jauhi Reyhan, tandas batin Chandra.
Pelajaran berlangsung di tengah hati para siswa yang terjebak akan kemelut cintanya masing-masing. Hanya tampak beberapa dari mereka mulai mengantuk. Beberapa bulan di semester akhir di SMU ini, tak tahu apa yang akan terjadi pada mereka. Baik dari segi prestasi, maupun soal hati.
*