Selamat Pagi ?
.
Pejuang Cinta Up
.
Semoga suka
.
Jangan lupa Votement'a
Agar author tahu kalian semua suka ceritanya atau nggak
Nggak sulit kok cuman tekan ☆ doang
Kalau sudi comment juga boleh, biar author makin semangat ?
.
Happy reading ?
.
.
.
.
Alvino Putra Abhimanyu
"Apa mau Bapak?"
Suara gadis hitam manis yang sudah berhasil mencuri hatiku itu begitu lantang hingga menggema di ruang kerjaku.
Aku menatapnya, gadis yang sangat berbeda dengan gadis lainnya. Dia tak pernah menatapku dengan memuja seperti kebanyakan betina lain yang gila dengan seragam cokelat atau seragam loreng, dia justru kebalikannya dia selalu menatapku dengan aura memusuhiku.
Aku tersenyum mendengar apa yang dia tanyakan padaku, "Mauku hanya satu, menjadikanmu Ibu Bhayangkariku." Kataku sambil mengedipkan mata kananku sengaja menggodanya.
Dia membelalakan mata indahnya, mata yang sudah menghipnotisku hingga aku tak tertarik pada wanita manapun sejak aku bertemu dengannya.
Detik berikutnya dia memutar bola matanya, menandakan pemilik mata indah itu sudah kesal padaku. Aku sangat menyukai berbagai ekspresi dari mata indahnya, aku selalu dibuat jatuh cinta berkali - kali, tatapan matanya selalu mengalihkan duniaku.
"Itu tak akan pernah terjadi."
"Kenapa?"
"Karena kita bagaikan bumi dan langit, begitu banyak pembeda."
"Pembeda itu yang akan menguatkan, pembeda itu yang akan menyatukan, akan aku pastikan jika kita tetap bisa menyatu dengan banyaknya pembeda itu." Kataku dengan tetap menatap tajam mata indahnya.
Bahkan saat ini aku sudah mengganti kata 'saya' menjadi 'aku', karena aku sudah menganggapnya menjadi milikku, dia kekasihku, mau atau tidak dia tetap milikku.
"Itu tak akan pernah terjadi." Jawabnya lagi tak mau kalah dariku.
"Benarkah? Akan aku buktikan kalau semua itu bisa terjadi." Jawabku tak ingin lagi di bantah.
Sudah cukup dua minggu dia menghilang dariku, sejak aku pulang dari rumah sakit dan mulai kembali bekerja, gadis hitam manis ini menghilang entah kemana, aku terus mencarinya tapi tidak bisa aku temukan, aku sampai meminta bantuan orang kepercayaan ayah untuk ikut mencarinya dan hari ini dia bisa di temukan, di bawa paksa oleh mereka ke ruang kerjaku, lebih tepatnya di hadapanku.
Dua minggu tidak bisa bertemu dengannya sungguh membuat aku benar - benar merindukannya, makan minum rasanya tak enak karena fokusku hanya pada gadis hitam manis di depanku ini. Sungguh dia sudah menyiksaku jiwa dan raga, aku di buat kesal berkali - kali lipat.
Aku masih ingat saat berada di ruang rawat inapku, saat bang Rey bertanya apa kami sudah pacaran atau belum.
Flashback On
"Kalian sudah pacaran?"
Celetukkan dari bang Rey, membuat semua mata kini menatap aku dan Ines yang masih berdiri di sampingku, jangan lupakan tangannya yang masih aku genggam erat, takut dia kabur.
"Ya."
"Nggak."
Jawab aku dan Ines bersamaan, Ines menatapku, aku mendengkus kesal karena pagi tadi aku sudah bicara jika mulai hari ini aku dan dia resmi pacaran, mau atau tidak, setuju atau tidak aku tak ingin di bantah, dia sudah resmi jadi pacarku, tapi apa ini? Dia menjawab nggak saat di tanya bang Rey, bagaimana aku nggak kesal.
"Jawaban yang benar mana nih?" Tanya mbak Andriana.
"Sudah." Jawabku.
"Bapak jangan asal, kita belum pacaran, kapan bapak nembak saya?" Tanya Ines.
"Kamu lupa?"
"Lupa?"
Aku mengangguk, "Kita mulai hari ini sudah pacaran, tepatnya pagi tadi." Jawabku santai, Ines menatapku makin galak, ada rasa deg - degan karena takut dia marah, tapi juga ada rasa puas bisa berkata seperti itu padanya.
"Pagi tadi bapak paksa saya dan saya belum jawab."
"Kamu sudah jawab Ya."
"Nggak, itu maunya bapak saja, saya nggak mau jadi pacar bapak!"
"Kalau istri mau?"
Ines langsung menggeleng dengan cepat, "Nggak mau, begini saja bapak semena - mena apalagi sampai jadi istri, ya ampun bisa mati muda saya pak." Kata Ines membuat semua yang berada di dalam ruang rawat Inap tertawa, kecuali aku yang mendengkus kesal pastinya.
"Pejuang cinta, nembak cewek pakai acara paksaan segala." Cibir mbak Andriana.
"Sudah memaksa, ujungnya tetap di tolak, mending juga Nendra memaksa tapi di terima." Kata adik iparku yang tak ada akhlak, membuat semua mata kini beralih padanya.
"Jadi, Vina mau sama lu karena di paksa?" Tanya bang Rey, Nendra menggaruk leher belakangnya yang tak gatal sambil nyengir, baru tahu aku kalau dia sudah memaksa Vina, benar - benar gila adik ipar yang satu ini. Tunggu, apa bedanya dengan aku yang juga memaksa Ines? Benar kata Vina, kalau aku memang satu frekuensi dengan suaminya, ya ampun kenapa kesannya aku ikutin cara dia sih.
"Kenapa lu mau Vin?" Tanya mbak Andriana.
"Karena Vina sudah cinta sama Nendra, jadi meski di paksa tetap saja mau lah, beda sama bang Vino, mau di paksa kaya apa juga mbak Ines nggak suka ya nggak bakal mau." Kata Nendra menyombongkan diri, membuat aku makin kesal, aku melempar bantal ke arahnya dan tepat mengenai kepalanya.
"Berisik lu, sudah buruan pada makan, kalau sudah selesai buruan bubar, gue mau istirahat." Kataku dengan kesal.
Flashback Off
Aku kembali menatapnya, wajahnya benar - benar senggol bacok, ngeri. Tapi tetap aku tatap, karena aku sedang kesal dengannya yang sudah menghilang.
"Masih banyak wanita di luar sana yang pantas menjadi istri bapak."
"Aku yang tahu, wanita mana yang pantas dan layak untuk melahirkan keturunan Abhimanyu, hati aku sudah pilih kamu, mau atau tidak kamu sudah menjadi milikku Nes."
"Kenapa bapak suka sekali memaksa?" Kata Ines sambil menggeram kesal.
"Aku hanya memaksa padamu Nes, jantungku bergetar tak terkendali hanya padamu, seumur hidup aku tak pernah merasakan getaran ini, percayalah Nes jika seorang Abhimanyu sudah menentukan pilihan, dia tak akan bermain - main, dia akan menepati semua ucapannya." Jawabku menatapnya.
"Apa bapak serius?"
"Sangat serius."
"Jika begitu, buktikan jika saya memang pantas menjadi pendamping hidup bapak dan bantu saya agar bisa jatuh cinta pada bapak, saya janji tak akan menolak bapak jika dalam satu bulan bapak bisa membuat saya jatuh cinta pada bapak."
Aku tersenyum mendengar jawabannya, "Tentu." Jawabku menyeringai, "Mulai sekarang kamu harus janji, jangan pernah lagi menghilang dan tak memberi kabar padaku." Lanjutku dan dia mengangguk.
Lega rasanya, meski belum 100% dia mau menerimaku, tapi setidaknya sudah ada harapan jika dia mau menerimaku, meski aku harus lebih extra membuatnya bisa jatuh cinta padaku. Baiklah aku rasa tak akan sulit karena aku yakin sebenarnya di dalam hati Ines sudah ada aku, Ines sudah memiliki rasa padaku dia hanya butuh waktu untuk mengakuinya saja.
"Kamu sudah makan siang?" Tanyaku dan dia menggeleng, "Oke, untuk mengawali perjuangan seorang Alvino Putra Abhimanyu sebaiknya kita makan siang bersama, bagaimana?"
"Boleh, bapak yang bayar?"
"Tentu, apapun yang ingin kamu makan pria tampan ini yang akan membayarnya, tapi jangan minta untuk beli restoran, itu pengecualian."
"Kenapa? Katanya cinta?"
Oh, ya ampun dia mengingatkanku dengan kata cinta, tak tahu kah dia tak perlu di ingatkan juga aku akan selalu cinta padanya, tak akan berubah karena cintaku sudah mentok hanya untuknya, sepertinya aku akan menjadi the next bucinnya Abhimanyu, benar - benar sudah layak jadi member D2R, masuk dalam pasbucin.
"Aku akan membelikan apapun yang kamu minta, S&K berlaku Ines."
"S&K?" Cicitnya dan aku mengangguk.
"Pertama, ubah panggilan kamu dari bapak menjadi mas, sayang, abang, honey atau apa asal jangan bapak, pak apalagi Om. Kedua, kamu sudah resmi menjadi istriku dan ketiga permintaan kamu masih bisa aku jangkau, jangan terlalu mahal." Kataku tersenyum, Ines kembali memutar bola matanya, ya ampun memutar bola mata saja sudah buat aku klepek - klepek, cinta oh cinta kenapa seperti ini sekali rasanya, meski dijudesin, di bentak tetap saja rasa ini tak berubah, malah makin terus bertambah.
"Nggak! Lagi pula saya bukan type wanita yang suka meminta - minta selain pada keluarga saya."
Aku tersenyum mendengar jawabannya, aku suka yang ini juga dari dia, meski dari awal dia tahu siapa aku, bukannya berusaha mendekatiku, dia justru terus - terusan menjauhiku, suka sekali menghilang tanpa kabar berita, membuat aku dilema karena merindukannya. Jujur saja jika di bandingkan dengan mereka yang mendekatiku, kecantikan Ines jelas berada di bawah mereka, seperti Deraya contohnya, tapi entah kenapa hatiku justru memilihnya, jantungku selalu saja dibuat jumpalitan setiap berada di dekatnya, bukan hanya di dekatnya tapi juga setiap kali aku mendengar namanya di sebut.
Bahkan dengan nakalnya, dia suka sekali hadir dalam mimpiku, membuat aku selalu geregetan karena harus bangun tengah malam. Dineschara Gantari Mahika, nama gadis hitam manisku, nama gadis nakal yang sudah membuat jiwa jombloku meronta - ronta ingin segera pensiun, dia gadis pertama yang membuatku merasakan rindu dan membuatku berani melakukan berbagai kegilaan.
Aku berdiri, berjalan mendekatinya yang masih berdiri di depan mejaku, aku bersandar pada meja sambil terus menatap wajahnya, aku benar - benar heran dengan Ines, jika wanita lain suka sekali menatap wajahku, atau bahkan sangat kegirangan saat aku tatap, Ines ini pengecualian, karena aku menatap selekat apapun dia akan biasa saja, berbeda denganku yang langsung dibuat salah tingkah saat Ines menatapku, sungguh memalukan sekali bukan.
"Kalau aku memberi ini, apa kamu juga menolak?" Tanyaku, sambil mengeluarkan kotak cincin dari dalam saku celanaku.
Ines menatap kotak cincin dan juga aku secara bergantian, seulas senyum terbit dari bibir sexy-nya, "Tentu, karena saya tidak akan sembarangan mau di ikat, saya mau menerima cincin itu jika sudah ada cinta, saya mau menerima cincin itu di hadapan dua keluarga." Jawabnya, aku tidak sakit hati karena cincinku di tolak, aku justru makin dibuat meleleh dengan berbagai tingkahnya itu.
Biasanya wanita akan meleleh dan tersenyum bahagia saat di beri cincin, apalagi cincin bertahta berlian meski tak terlalu besar Ines lagi - lagi menjadi pengecualian. Dia teramat istimewa sebagai seorang wanita, ya ampun aku harus bisa dengan cepat membuatnya jatuh cinta padaku, rasanya sudah tak sabar ingin mengajaknya pengajuan, agar Vino junior segera hadir.
"Secepatnya sayang, secepatnya pria tampan ini akan membuatmu jatuh cinta dengan begitu dalamnya, secepatnya pria tampan ini akan membawa keluarganya untuk menemui keluargamu, memintamu untuk aku jadikan ibu Bhayangkariku." Kataku dengan sangat yakin, jelas yakinlah karena tinggal selangkah lagi, memantapkan hati Ines agar menyadari jika dia sudah jatuh cinta padaku.
"Terlalu percaya diri sekali bapak ini."
"Ines, jangan panggil aku bapak!" Protesku kesal, belum juga satu jam dia sudah lupa.
"Maunya di panggil apa?"
"Terserah, asal jangan bapak, pak atau om."
Ines mengangguk, "Oke kakak." Jawabnya membuatku langsung menatapnya, apaan tadi? Kakak? Dasar gadis nakal, suka sekali menggodaku.
"Ines!"
"Kenapa lagi?"
"Jangan kakak, aku kekasihmu."
"Terus apa? Sayang?" Tanya Ines menahan senyum, aku tahu dia kembali menggodaku lagi.
Meski dia menggodaku, tetap saja rasa bahagia dan berbunga aku rasakan saat ini, untuk pertama kalinya kata sayang terucap dari bibirnya, meski aku tahu dia mengucapkan kata sayang bukan layaknya seorang kekasih pada kekasihnya, karena dia hanya menggodaku, tapi tetap saja membuatku melambung bahagia.
"Manis sekali saat bilang sayang, jadi makin cinta deh." Kataku sambil mengedipkan mata, bergantian menggodanya.
"Jangan goda saya, kalau nggak mau panas dingin dan berakhir dengan mandi air dingin." Jawab Ines membuatku membelalak tak percaya mendengar apa yang dia katakan.
Aku tersenyum berjalan mendekatinya, merundukan tubuhku agar bisa berbisik padanya, karena tubuhku memang lebih tinggi darinya.
"Saya nggak akan mandi air dingin, tinggal bawa kamu ke hotel semua selesai." Bisikku tepat di telinganya, aku kembali menegakkan tubuhku, tersenyum menatapnya yang saat ini dengan sangat jutek menatapku.
"Nih!" Katanya sambil mengepalkan tangan tepat di depan wajahku, aku langsung terkekeh dengan tingkahnya ini, lihatlah meski galak seperti ini kenapa aku justru makin cinta dengannya, apa ada yang tahu kenapa?
???
Terima kasih
Yang sudah memberi Votement
??
.
.
Bagaimana part kali ini?
.
.
Jika suka karyaku jangan lupa tambhkan ke library + follow my Acc
??