Mencuri Hati

1891 Words
Haii, apa kabar? Semoga dehat selalau ? maaf ya baru bisa Up karena lagi banyak kerjaan banget di dunia nyata, semoga kedepannya bisa Up tiap hari, doakan authornya semangat ya, jangan lupa Vote & Comment yang banyak . Yang sudah baca part ini dari mana saja? . Semoga suka . Happy reading . . . Hari - hariku saat ini sangat membahagiakan, meski status hubunganku dan Ines belum 100% resmi, setidaknya ada sedikit rasa lega dalam diriku, karena dia mau membuka hati dan memberiku kesempatan untuk membuatnya jatuh cinta padaku. Aku pikir, satu bulan waktu yang lama dan aku dengan yakinnya tak ada satu bulan bisa membuat gadis nakal itu jatuh cinta padaku, sejatuh - jatuhnya. Tapi ternyata, satu bulan itu waktu yang teramat sangat cepat dan hingga detik ini aku belum juga berhasil membuat dia jatuh cinta padaku. Bahkan otak cerdasku ini yang biasanya selalu banyak ide brilliant tiba - tiba saja mampet, tak ada satu ide pun yang terlintas. Ya ampun, rasanya sungguh tersiksa dan deg - degan tiada terkira, takut aku gagal. Meski aku sudah bersumpah jika dalam satu bulan ini gagal, aku punya option lain untuk memiliki dia, meski dengan cara yang pastinya akan membuat dia marah padaku, aku tak peduli asal aku bisa memilikinya dengan suka rela atau paksaan. Katakan aku egois, tak apa, bukankah semua adil dalam cinta dan perang? Sungguh memalukan memang, pejuang cinta yang dikejar banyak wanita, bahkan bukan sembarang wanita karena pastinya semua high class, semua diatas Ines. Sayangnya hatiku ini justru kecantol gadis nakal itu, hatiku malah memilihnya dari begitu banyak wanita yang mendekatiku, jantungku saja tak pernah bisa santai jika sedang berada di dekatnya. Oh ya ampun, kenapa begini rasanya jatuh cinta, sehari saja tak mendengar suaranya atau tahu kabarnya sudah membuatku uring - uringan, apa aku bucin? Sepertinya iya dan yang membuatku kesal, Ines justru seperti sengaja mengerjaiku, setiap kali aku datang ke kantor dia ngumpet dan alasannya tak pernah ganti, dia sedang diare. Aku sampai gemas sendiri, apa dia tidak minum obat? Kenapa setiap aku ingin bertemu dengannya selalu mendadak diare, tapi jika aku sudah keluar dia sehat kembali dan duduk manis di balik meja kerjanya. Awalnya dia tak tahu jika aku bisa memantau pergerakannya lewat CCTV, tapi sekarang dia sudah tahu dan langsung menutup kamera CCTV menggunakan lakban, bagaimana aku nggak kesal coba? Bukan hanya itu, setiap aku telfon atau mengirim pesan selalu diacuhkan, ya ampun ini kali pertamanya seorang Alvino Putra Abhimanyu di perlakukan seperti ini oleh seorang wanita. Apa aku marah? Inginnya sih iya, tapi rasa rindu dan cintaku berhasil menggerus semua amarahku, aku tahu Ines sengaja ingin menguji apa aku akan tetap bertahan atau mundur perlahan karena marah padanya, sayangnya Ines salah, karena aku tak akan pernah mundur, biarlah dia berbuat sesukanya, jika waktu satu bulan yang dia berikan padaku untuk membuatnya jatuh cinta habis, aku tak peduli, aku akan tetap memaksanya. Dia sendiri yang sudah memulai mengacuhkanku, aku tak masalah meski harus menahan rindu, aku ingin melihat sampai sejauh mana dia bisa menghindariku. Semakin dia menghindar, semakin besar keinginanku untuk memilikinya, jangan panggil aku pejuang cinta jika aku tak berhasil memperjuangkan cintaku, cinta yang benar - benar cinta bukan hanya sebatas rasa penasaran saja. Aku jadi ingat perkataan Vina, "Abang ini usianya bukan abegeh lagi, kalau suka sama perempuan jangan asal suka, tapi untuk di seriusin, ingat usia abang sudah matang, pake banget malah." Kata Vina sambil nyengir, membuat aku mendengus kesal, bilang saja kalau aku sudah tua. Ceklek "Pagi pak Vino." Pintu ruang kerjaku terbuka, bersamaan dengan gadis yang sudah beberapa hari ini menguji kesabaranku, kehadirannya berhasil menarik diriku kembali dari lamunan ke dunia nyata. Dia tersenyum, senyum yang sangat manis, jujur saja detak jantungku sudah tak lagi santai saat melihatnya, hampir saja aku goyah membalas senyuman manisnya. Tahan, ya aku harus tahan untuk tidak tersenyum dengannya, aku harus menunjukkan jika aku sedang marah dengannya, karena dia sudah membuatku rindu. Aku tak menjawab, masih tetap diam menatapnya, memasang wajah garangku sama persis saat sedang mengintrogasi para tersangka. Tapi, lagi dan lagi wajahnya biasa saja tak ada rasa takut sama sekali padaku. Oh ya ampun, harus bagaimana aku ini dalam menghadapi gadis nakal ini, kenapa dia tak ada rasa takutnya sama sekali padaku. Apa aku harus operasi plastik? Apa aku harus ke Korea, melakukan perawatan agar kumis dan jambangku tumbuh supaya terlihat seram? Seperti artis yang itu misalnya, sampai tanam rambut agar memiliki kumis dan jambang. Tunggu, rasanya geli sendiri aku membayangkan jika wajah tampanku ini penuh dengan kumis dan jambang. Harus dengan cara apa agar aku bisa membuatnya takut, kenapa aku begitu lemah jika dengannya, sungguh ini bukanlah Alvino Putra Abhimanyu yang gemar menolak wanita, meski dia secantik apapun, lagi - lagi aku merutuk dalam hati, kenapa aku harus jatuh pada pesonanya. Gadis yang juteknya bikin aku makin banyak istighfar, kenapa? "Kata pak Joko, bapak cari saya?" Tanya dia lagi, mungkin karena aku masih diam membisu menatapnya, itu sebabnya dia kembali bertanya. "Bapak punya mulut, bisa buat jawab saya 'kan?" Tanya dia lagi. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kencang, rasanya cukup kesal mendengar pertanyaan dari dia yang terakhir itu. Baiklah, mari kita mulai semuanya gadis nakal, kamu harus bertanggung jawab karena sudah membuatku rindu, kamu juga harus bertanggung jawab karena sudah membuatku kesal, kini saatnya aku tunjukkan siapa aku. "Kemana saja kamu? Makan gaji buta? mentang - mentang aku suka sama kamu? Jadi bisa seenaknya?" Tanyaku dan seperti biasa, dia membuka lebar mata indahnya tak terima aku bertanya seperti itu. Aku memajukkan tubuhku, menatapnya yang masih berdiri menatapku dengan galaknya, kali ini aku tak boleh kalah darinya, aku harus lebih keras dengannya, agar dia tak seenaknya sendiri. "Kamu kerja di sini di bayar, jika kamu diare bisa berobat, jika tak punya uang maka perusahaan akan menanggung, jika kamu nggak mau perusahaan yang menanggung, maka saya dengan senang hati akan membayarnya, asal kerja yang benar, jangan suka menghilang Ines!" Kataku dengan nada bicara cukup keras saat di akhir kalimat, sekaligus menggebrak meja yang berhasil membuatnya berjingkat kaget. Oh ya ampun, maafkan aku Ines, dengan sangat terpaksa aku seperti ini karena kamu yang memulainya terlebih dahulu.  "Sekarang katakan pada saya, kenapa setiap kali saya datang kamu selalu menghindar dengan alasan yang tak pernah ganti, sedang diare. Apa kamu tak punya alasan lain selain diare? Ingat Ines, banyak orang yang ingin bekerja di sini, tapi kamu malah seenaknya sendiri." Lanjutku lagi, Ines masih saja terdiam menatapku, jantungku sudah berdetak dengan kencang karena was - was menanti jawabannya. "Mohon maaf pak Vino yang terhormat, apa saya sudah boleh menjawab?" Tanya Ines, setelah beberapa saat terdiam hanya menatapku dan aku hanya mengangguk saja. "Terima kasih, baiklah saya jawab, pertama saya memang sedang diare dan belum juga sembuh, saya sudah ke klinik perusahaan, saya sudah ke dokter tapi setiap selesai makan langsung diare, rencananya lusa saya akan izin ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut dan apa tadi bapak bilang? Saya seenaknya sendiri? Saya makan gaji buta mentang - mentang bapak suka sama saya? Oh ya ampun, bahkan jika bapak memecat saya detik ini juga, maka dengan senang hati saya akan menerimanya." Jawabnya panjang lebar, berkali - kali aku melihat ekspresi wajahnya, dia memutar bola mata indahnya yang sudah membuatku jatuh cinta begitu dalamnya, mencebikkan bibirnya yang selalu sukses menggoyahkanku. Jadi, dia memang sakit? Sakit apa? Apa ada masalah pada pencernaannya? Vino, bagaimana bisa kamu marah padanya, oh ya ampun lagi - lagi aku melakukan kesalahan. Sepertinya Ines benar - benar marah padaku, bahkan dia dengan mudahnya mengatakan kata pecat, apa dia pikir aku dengan mudah akan memecatnya? Tentu saja tidak, aku akan memecatnya kelak jika dia sudah sah menjadi istriku, dia akan menggantikan posisiku di sini memimpin perusahaan. Aku berdiri, berjalan memutari meja kerja, mendekati Ines yang masih berdiri menatapku dengan garangnya. Aku bersandar pada meja, mataku tak ingin kalah, aku juga menatapnya yang terlihat amat sangat kesal padaku. "Jika kamu memang benar sakit, kenapa tak pernah cerita? Ingtat Ines, aku pacar kamu, aku berhak tahu jika kamu sedang sakit." Benarkan? Aku pacarnya, jadi aku berhak tahu jika di sakit, kenapa Ines justru diam saja, dia tak mengatakan apapun padaku, marah? Jelas aku marah, bagaimana bisa aku tidak marah karena Ines sudah menutup diri dariku, apa dia tak menganggapku sebagai pacarnya? Rasanya miris sekali karena cintaku hanya sepihak. Ines berjalan beberapa langkah mendekat, berdiri tepat di depanku, "Harus berapakali saya katakan pada bapak, jangan samaka saya dengan wanita lainnya, saya jelas berbeda, saya bukan wanita yang dengan mudahnya memanfaatkan cinta seorang pria demi kepentingan saya sendiri, selama saya masih bisa dan mampu melakukannya sendiri, maka pantang bagi saya untuk memohon atau mengemi bantuan dari siapapun, termasuk bapak, meski bapak kekasih saya." Sumpah ya, jawaban yang keluar dari bibir Ines benar - benar sudah meluluh lantakkan semua amarahku, lagi dan lagi aku di buat kembali jatuh cinta padanya, wanita seperti inilah yang aku inginkan, wanita seperti inilah yang aku mau untuk menjadi ibu bhayangakari dan juga ibu yang melahirkan anak - anak aku, dia wanita yang pantas menjadi pendamping seorang Abhimanyu, wanita kuat yang tak pernah mengandalkan orang lain selama dia masih bisa melakukannya sendiri. Aku berdiri tegap di depannya, kedua tanganku membingkai wajah manisnya, Ines menatapku dengan sangat lekat, membuat desiran hangat dalam tubuhku perlahan namun pasti mulai aku rasakan. Nyaman dan tenang, inilah yang aku rasakan setiap berada di dekatnya, tak ada rasa lainnya, Ines sudah membuatku mabuk kepayang karena begitu dalam mencintainya. "Aku tahu, kamu wanita hebat yang bisa melakukan semuanya sendiri, kemarin - kemarin kamu boleh bicara seperti itu karena memang sendirian, tapi sekarang ... " aku menjeda kalimatku, menatap mata Indahnya dan tersenyum. "Sekarang kamu punya aku, bukan hanya sebagai atasanmu di tempat kerja tapi juga sebagai kekasihmu, orang yang juga berhak tahu apapun tentangmu, aku sungguh mencintaimu Ines, seorang Abhimanyu tak akan bermain - main dalam cinta, seorang Abhimanyu tak akan dengan mudahnya mengatakan cinta, percayalah dan lihatlah ketulusan cinta yang aku punya untukmu, berjanjilah untuk tidak menyembunyikan apapun dariku, janji?" Ines masih menatapku dan aku masih menantikkan jawabannya, cukup lama aku menunggu hingga Ines mengangguk dengan pelan memberikan jawabannya, membuat kedua sudut bibirku terangkat, karena aku bahagia tahu jawabannya. "Terima kasih Ines." Aku mencium keningnya dengan pelan dan sayang, degupan di jantungku langsung berdetak dengan cepatnya, beginilah jantungku, semudah ini berdetak hanya karena perlakuan kecil seperti ini pada Ines, jangankan bisa menyentuhnya seperti ini, bisa melihat wajahnya atau bahkan mendengar namanya di sebut saja jantungku sudah tak bisa santai, Ines benar - benar membawa pengaruh besr untuk diriku. Aku melepas ciumanku pada keningnya, kembali menatap wajahnya yang selalu aku rindukan. "Ines." "Ya." "Ikut saya mau?" "Kemana?" "Kantor." "Kantor?" Cicitnya, dahinya terlihat berkerut, aku mengangguk. "Iya kantor aku yang satunya, Polres." Kataku, mata Ines langsung membelalak dengan sempurna, membuatku gemas setiap kali melihat mata indahnya ini mengeluarkan berbagai ekspresi. "Polres? Ngapain? Bapak mau laporin saya?" Tanya Ines beruntun membuatku geli. "Iya laporin kamu." Jawabku. "Atas dasar apa?" "Karena kamu sudah mencuri semua hatiku." Jawabku tersenyum, bibir Ines berkedut menandakkan dia sedang berusaha menahan senyum. "Bukan hanya itu tujuan aku mengajakmu kesana, ada yang lain lagi." Lanjutku. "Apa?" Aku kembali tersenyum melihat Ines yang makin penasaran, aku menggenggam kedua tangannya. "Aku ingin mengajakmu pengajuan, jadilah ibu bhayangkariku Ines, kamu mau 'kan?" ??? Terima kasih Yang sudah memberi Votement ?? . . Bagaimana part kali ini? . . Jika suka karyaku jangan lupa tambhkan ke library + follow my Acc ??

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD