BAB 11

1331 Words
Keesokan harinya Lionello pergi ke Milan menggunakan pesawat. Membutuhkan waktu dua jam agar bisa sampai di bandara Milan. Saat tiba di bandara, Lionello menghubungi Azade Bailetti, salah satu supir barunya semenjak satu minggu sebelum memutuskan untuk pindah ke Barcelona. Lionello memang mengganti seluruh orang-orang yang bekerja padanya di mansion milik ayahnya maupun miliknya sendiri yang ada di Perugia, sebuah tempat yang lebih banyak menyimpan kenangan pahit bersama Violetta. "Selamat pagi, Signore," sapa Azade. "Aku ada di bandara Malpensa. Datanglah ke sini," ucap Lionello tanpa membalas sapaan Azade. Dia langsung mematikan sambungan telepon sedetik setelah mendapat jawaban dari pria itu. Meskipun Lionello dikenal ramah dan sopan di Spanyol, tetapi dirinya seolah kembali seperti dulu setiap kali berada di Milan. Sosok yang dingin dan lebih senang tidak banyak bicara jika bukan hal yang penting seperti tidak ingin menghilang sepenuhnya dari dalam diri Lionello. Lionello menunggu kedatangan Azade di dalam bandara. Kedatangannya menuju Milan dengan dalih akan pergi ke Madrid membuat Lionello tidak membawa barang banyak. Dia hanya membawa tas briefcase agar semakin meyakinkan Nieve. Selang beberapa menit seorang pria dengan setelan jas rapi menghampiri Lionello. Pria itu berhenti tepat di depan Lionello lalu menundukkan kepala sejenak seolah memberikan hormat. Lionello pun bangkit berdiri dan menyerahkan tas dalam genggamannya pada pria itu. Tanpa berkata-kata, Lionello melangkahkan kakinya mendahului Azade yang mengikuti dari belakang. Ketika memasuki area parkir, Azade menunjukkan arah mobil yang dibawanya. Lionello berhenti tepat di depan mobil membuat Azade membukakan pintu untuknya. Lionello pun langsung masuk ke dalam. Perlahan mobil sedan berwarna hitam itu meninggalkan halaman parkir. Azade hanya memusatkan perhatian serta pandangannya pada jalanan kota yang tidak pernah sepi tersebut. Sedang Lionello memilih memandangi jalanan kota lewat kaca jendela mobil. Tak terasa Lionello sudah meninggalkan kota ini selama satu tahun. Tetapi kenangan-kenangan yang tersimpan dengan baik di dalam memorinya terasa masih hangat, seolah baru terjadi kemarin. Hingga membuat hatinya tiba-tiba merasa sangat kosong. "Kita sudah sampai, Signore." Azade melapor usai mematikan mesin mobil dan membukakan pintu untuk Lionello. "Signore," panggil Azade seolah ingin menyadarkan Lionello dari lamunannya. Seketika Lionello tertegun. Dia mengedipkan mata berulang kali untuk mengumpulkan kesadarannya sebelum keluar dari dalam mobil. Lionello tidak menyadari jika dirinya sudah melamun hampir satu jam di sepanjang perjalanan. Kedua kaki Lionello mulai melangkah keluar membuat Azade beserta para pelayan mansion yang sudah berdiri di depan rumah untuk menyambut kedatangan Lionello pun serentak menundukkan kepala. Lionello berjalan melewati Azade dan berhenti di depan seorang wanita paruh baya yang mendapat tugas darinya untuk menjaga dan merawat mansion agar tetap bersih dan rapi. "Selamat datang kembali, Signore," sapa Marianna Besozzi. "Apa terjadi sesuatu selama aku tidak ada di sini?" tanya Lionello. "Tidak ada, Signore. Terakhir kali masalah terjadi satu minggu setelah Anda pergi ke Spanyol dan saya langsung melaporkannya pada Anda." Lionello mengangguk seolah mengingat kejadian itu. Setelah mengetahui tidak terjadi sesuatu, Lionello melanjutkan langkahnya memasuki mansion yang terasa sunyi. Rasa sepinya seolah semakin menusuk ke dalam d**a hingga membuat Lionello memilih berjalan pelan ketika menaiki anak tangga. Setelah sampai di depan kamarnya, Lionello membuka pintu ruangan tersebut. Suara decit pintunya terdengar nyaring menggema hingga memenuhi ruangan. Kedua kaki Lionello memotong langkah menuju sebuah ranjang besar yang terasa begitu empuk, hingga membuat siapa saja yang berbaring di sana akan terlelap dengan sangat cepat. Lionello pun duduk di tepi ranjang dengan pandangan mengelilingi ruangan. Dirinya akan istirahat sekitar satu sampai dua jam sebelum pergi ke Perugia. Sebenarnya dia bisa saja langsung pergi ke kota itu dengan memilih bandara di Umbria sebagai tujuannya. Tetapi Lionello ingin melihat mansion ini terlebih dahulu sebelum pergi ke sana. Perhatian Lionello teralihkan ketika mendengar suara ketukan pintu. Dia pun menoleh ke arah pintu yang berdecit, menampakkan sosok wanita yang sebelumnya berbicara dengan dirinya. Wanita itu hanya membuka setengah dan mengambil satu langkah ke depan. Kepalanya menunduk sekilas sebelum mengatakan sesuatu. "Apakah Anda ingin disiapkan makanan ataupun minuman?" tanya Marianna. "Kopi saja," jawab Lionello. "Baik, Signore." Tanpa menunggu lama, Marianna melangkah mundur lalu menutup pintu itu rapat-rapat. Sedang Lionello kembali berpusat pada sesuatu yang sebelumnya ada di dalam pikirannya. Lionello bangkit berdiri. Dia berjalan ke sebuah meja besar yang bersandar pada dinding. Sebelah tangannya bergerak membuka salah satu laci di sana. Lalu mengambil sebuah ponsel yang tergeletak di dalamnya. Dengan ponsel berada dalam genggamannya, Lionello berjalan kembali ke arah ranjang. Dia mencoba menyalakan ponsel itu tetapi tidak bisa. Sepertinya Lionello harus mengisi daya pada ponselnya agar dapat dinyalakan. Seolah tidak ingin terlalu lama melamun di dalam kamar, Lionello mencoba mencari aktivitas. Dia pergi mendekati meja sebelumnya dan mencari charger ponsel di setiap laci meja. Sampai akhirnya Lionello menemukan benda itu di salah satu laci. Lionello langsung menyambungkan ponsel itu dengan pengisi daya ponsel dan meletakkannya di atas meja. Pintu kamar itu kembali terbuka. Kini Marianna datang dengan membawakan sebuah kopi di atas nampan. Lionello memberi instruksi pada wanita itu untuk meletakkannya di atas meja. Setelah meletakkan kopi tersebut, Marianna langsung keluar dari dalam ruangan kamar. Lionello melepas jas dan meletakkannya di atas sofa. Dia juga melepas dua kancing atas kemeja serta menggulung lengan hingga siku. Lalu mendudukkan biritnya di atas sofa. Biasanya Lionello akan ditemani Gustavo setiap saat. Melihat pria itu sudah lama tidak ada disisinya membuat Lionello merindukan sosoknya. Di mana dia dan bagaimana kabarnya sekarang, terkadang Lionello bertanya-tanya tentang hal itu. Gustavo benar-benar menghilang sepenuhnya dari hadapan Lionello pasca kejadian dua tahun yang lalu. Lionello bisa saja menyuruh Teofilo untuk meminta bantuan Ivo atau temannya yang lain agar mencari keberadaan Gustavo. Tetapi dia tidak ingin melakukan itu. Lionello hanya cemas, jika tahu keberadaannya akan datang ke tempat itu untuk menemui Gustavo. Sedangkan pria itu sendiri yang meminta agar dirinya tidak menemuinya sampai rasa bersalah yang membelenggu hati Gustavo menghilang. *** Teofilo terus mengawasi Nieve yang begitu semangat membicarakan desain interior barunya dengan sang mandor. Nieve menjelaskan jika dia ingin membuat sebuah kamar khusus untuk anak kecil yang dicat dengan warna yang menarik beserta lukisan di temboknya. Teofilo hanya diam seolah membiarkan wanita itu memberikan banyak pekerjaan dan hampir merenovasi keseluruhan isi di dalam apartemen itu. "Apa Lio sudah menghubungimu?" tanya Nieve para Teofilo setelah selesai berbicara dengan orang tersebut. "Belum. Mungkin dia sedang istirahat," jawab Teofilo. "Ya, mungkin seperti itu," balas Nieve diiringi anggukan kepala. Lalu menghampiri pria yang sebelumnya berbicara dengan dirinya. Helaan napas panjang keluar dari arah Teofilo memperhatikan Nieve. Sesekali dia menggelengkan kepala saat mengoreksi setiap pekerjaan mereka seolah ingin mendapatkan sesuatu yang sangat sempurna. Jujur saja, Teofilo merasa Nieve sangat cerewet dalam hal ini. Perhatian Teofilo teralihkan ketika merasakan ponselnya bergetar di dalam saku celana jeans-nya. Dia pun merogoh saku tersebut lalu mengeluarkan ponsel. Pandangan Teofilo tertuju ke arah layar ponsel yang menyala. Ibu jarinya bergerak untuk membuka pesan singkat yang baru saja dia terima. Lionello : Bagaimana keadaan di sana? Apa Madre mencurigaiku? >2.582.592.59< √√ *** Lionello tersenyum melihat balasan Teofilo. Dia tidak membalas pesan itu dan meletakkan ponselnya di atas meja saat mendengar nada peringatan dari arah belakang kalau ponsel lamanya sudah menyala karena terisi daya. Lionello segera bangkit dan melepas ponselnya dari pengisi daya. Dirinya berjalan ke arah sofa dan duduk kembali di sana. Belum ada lima detik, ponselnya tiba-tiba menyala. Menampilkan sederet nomor asing yang menelepon. Kening Lionello mengernyit memperhatikan nomor itu yang berasal dari luar negeri. Lionello mencoba mengingat kode nomor telepon tersebut. "Bolivia?" gumam Lionello seolah antara yakin dan tidak karena sudah mulai lupa dengan kode nomor telepon dari negara tersebut. Lionello langsung mereject panggilan itu hingga membuat ponselnya menerima sebuah pesan dari nomor yang sama. Isi dari pesan itu meminta agar dirinya mengangkat telepon. Seolah tidak ingin berurusan dengan orang-orang yang memiliki dunia yang sama seperti dirinya yang dulu, Lionello tidak peduli dengan isi pesan itu dan lebih memilih mengaktifkan mode pesawat pada ponselnya yang lama itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD