BAB 12

1173 Words
Lionello berkutik dengan ponselnya. Dia membuka foto-foto yang masih tersimpan dengan baik di dalam ponsel itu. Sayangnya dia hanya mempunyai foto Violetta ketika mereka berada di taman Frontone Gardens. Pandangan Lionello terus tertuju ke arah foto itu. Menatap wajah istrinya begitu lekat seolah foto itu hidup sehingga dapat mengurangi rasa rindu yang semakin menumpuk di dalam hatinya. Lionello bangkit berdiri. Dia melangkahkan kaki, masuk ke dalam walk in closet untuk mengganti pakaian yang sudah setahun terakhir tidak pernah disentuhnya sama sekali. Langkah Lionello berhenti tepat di depan salah satu pintu lemari. Kedua tangannya tampak telaten melepas setiap kancing kemeja hingga menampakkan dadanya yang masih terlihat bidang meski jarang berolahraga atau melakukan sesuatu yang berat akhir-akhir ini. Lionello menanggalkan tubuh atas. Beberapa seni dari jarum bertinta masih tercetak jelas pada tubuhnya, begitupun dengan goresan dan bekas luka lain yang pernah didapatkannya dulu. Sebelah tangan Lionello membuka pintu lemari pakaian setelah meletakkan kemeja putih yang sudah membekas aroma tubuhnya di atas tempat duduk kecil berlapis beludru. Lalu mengambil kaos hitam dan memakainya, hingga menampakkan garis lekuk tubuhnya yang terlihat seksi tersebut. Tanpa menunggu lama, Lionello segera keluar dari dalam ruangan itu. Tetapi belum sempat kembali ke ruangan kamar, langkah Lionello terhenti karena merasakan sesuatu yang tidak asing. Dia pun mengambil dua langkah ke depan agar dapat melihat sesuatu yang membuat ruangan sunyi itu menjadi bising. Seketika Lionello terpaku menatap bayangannya sedang bersama Violetta. Dia masih sangat ingat apa yang mereka lakukan di sana. Sebuah kejutan yang Lionello dapatkan sepulang menyelesaikan pekerjaan, dirinya melihat Violetta sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Lionello tidak bergerak sama sekali sampai akhirnya bayangan itu perlahan menghilang. Membuat Lionello sadar jika dirinya baru saja melihat bayangan masa lalu mereka. *** Nieve menghampiri Teofilo yang sedang asyik berkutik dengan ponsel menggunakan tangan kanan karena tangan kirinya menggenggam cangkir kopi. Lalu duduk di salah satu kursi dekat meja itu yang masih kosong Keduanya sedang berada di dalam kafe. "Apa Lio mengabarimu?" tanya Nieve membuat perhatian Teofilo teralihkan sejenak. "Dia belum mengabariku sejak pagi ini. Aku hanya ingin tahu apakah urusannya di sana lancar atau tidak," sambung Nieve. "Tadi siang dia menghubungiku, dia sudah sampai di sana dan semuanya berjalan dengan baik," jawab Teofilo ketika menatap Nieve lalu kembali terpaku pada layar ponsel seolah di sana sangat menarik. "Benarkah?" tanya Nieve lalu Teofilo menganggukkan kepala. "Syukurlah. Aku berharap dia cepat pulang," gumam Nieve. Sedangkan perhatian Nieve dan Teofilo seketika teralihkan saat melihat dua wanita sedang memasuki kafe. Mereka melihat dua wanita itu menyebut-nyebut nama Lionello. "Ayo, Lionello pasti ada di sini saat jam-jam sekarang," ucap Margaretta seraya menarik-narik lengan keponakannya. "Iya, Tía," jawab Fernandá. Pandangan Margaretta mengabsen setiap ruangan. Seketika pandangannya berhenti pada Nieve dan Teofilo yang sedang duduk di salah satu meja di sana. Margaretta pun menyapa dan melambaikan tangan ke arah Nieve membuat wanita itu pun membalasnya. "Ayo, di sana," ucap Margaretta memberitahu seraya menunjuk ke arah Nieve. Margaretta berjalan cepat dan kembali menarik lengan Fernandá. Dia membawa keponakannya ke arah meja Nieve. Mereka berhenti tepat di hadapan Nieve dan Teofilo. "¡Hola!" sapa Margaretta dan memeluk Nieve saat wanita itu bangkit untuk menyambut kedatangannya. "¡Hola!" Setelah saling memeluk satu sama lain begitupun dengan Teofilo, mereka duduk dalam satu meja. Margaretta duduk di samping keponakannya sedangkan Nieve masih duduk bersama Teofilo. "Dia Fernandá, keponakan yang aku ceritakan padamu," ucap Margaretta memulai obrolan. "Ah, iya," jawab Nieve sembari tersenyum. "Dia cantik," pujinya. "Gracias," balas Fernandá. "Di mana putramu? Apa Lionello tidak ada di kafe?" tanya Margaretta. "Dia sedang pergi ke Madrid karena ada urusan. Aku ingin cepat-cepat menyelesaikan surat pengurusan adopsi Estefania," jawab Nieve. "Benarkah? Kalau begitu kau beruntung, aku bekerja di kantor pengadilan," sela Fernandá. Dirinya bersyukur karena menemukan topik pembicaraan yang bisa mencairkan kecanggungannya berada di depan Nieve dan Teofilo. Sedangkan seketika Teofilo menjatuhkan perhatian pada Fernandá. Saat Fernánda hendak mengucapkan pertanyaannya, Teofilo langsung mencegahnya dengan memotong ucapan Fernandá. "Kalau begitu, apa kau bersedia membantuku?" pinta Teofilo tiba-tiba sehingga Fernandá menoleh ke arahnya. "Ada beberapa surat yang seharusnya Lionello bawa, tapi dia menolaknya dan mengatakan kalau suratnya tidak penting. Mungkin … kau bersedia mengeceknya untukku?" "Tentu saja," jawab Fernandá membuat Teofilo bernapas lega di dalam hati. "Bagus." Teofilo bangkit berdiri. Dia berjalan ke arah Fernandá dan mempersilakan wanita itu berdiri. Tidak lupa Teofilo meminta ijin pada Nieve dan Margaretta untuk membiarkan mereka pergi. Setelah mendapatkan hal tersebut, Teofilo dan Fernandá pun berjalan beriringan meninggalkan kafe. Mereka berdua menyusuri tepi jalan yang dilalui banyak orang sehingga tak jarang ada yang melewati mereka. Meskipun suasana sudah petang, tetapi tidak menyulut keinginan para penghuni Barcelona untuk tinggal diam di dalam rumah. Karena semakin malam, suasana di sana akan semakin ramai. Sedangkan Nieve dan Margaretta melanjutkan obrolan di dalam kafe. "Jadi … kau sudah lama bekerja di kantor pengadilan?" tanya Teofilo memulai obrolan. "Sekitar tiga tahun," jawab Fernandá. "Bagaimana denganmu? Apa aku boleh tahu pekerjaanmu?" Feenandá bertanya balik. "Aku … seorang freelance." Teofilo tidak tahu harus menjawab apa. Karena tidak mungkin dia mengatakan kalau dirinya tidak pernah bekerja sejak Pietra Focaia hilang dan pekerjaannya hanya membantu Lionello. Uang yang dia dapatkan dari Pietra Focaia setidaknya masih cukup menghidupinya sekitar sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan. Terlebih Teofilo menggunakan sebagian uangnya untuk berinvestasi. " … dan investor kecil-kecilan," sambungnya. "Investor kecil?" Fernandá tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. "Tidak ada yang namanya investor kecil. Kau terlihat lebih dari itu," ucap Fernandá dengan pandangan sekilas mengamati Teofilo. Teofilo terpaksa membalas tawa Fernandá. Padahal dirinya membawa wanita itu keluar dari kafe hanya untuk mencegahnya lebih banyak memberitahu Nieve tentang prosedur mengadopsi anak. Entah apa yang akan ditunjukkan pada Fernandá nanti saat di dalam apartemennya. Selang sepuluh menit, mereka pun tiba di sebuah gedung apartemen. Teofilo menunjukkan arah kepada Fernandá untuk masuk ke dalam gedung tersebut. Akhirnya mereka pun berjalan menuju lift. Setibanya di depan pintu lift, seperti biasanya, Teofilo menekan tombol untuk membuka pintu. Saat sudah terbuka, keduanya masuk ke dalam lift. Perlahan lift tersebut pun bergerak menuju lantai yang dipilih Teofilo. Lalu pintu kembali terbuka saat sudah berada di lantai tersebut. "Apa hubunganmu dengan pria bernama Lionello itu?" tanya Fernandá. Mereka berjalan ke arah pintu apartemen Teofilo. "Aku kakak iparnya," jawab Teofilo yang membuat langkah Fernandá berhenti seketika. Teofilo menoleh ke belakang karena wanita itu tertinggal dua langkah. "Ada apa?" tanyanya merasa penasaran melihat ekspresi wajah Fernandá yang tampak terkejut sekaligus kecewa. "Tía mengatakan padaku kalau Lionello pria lajang. Dia memaksaku untuk datang cepat hari ini. Padahal aku berniat akan datang kesini Minggu depan." "Ya, tapi maksudku … adikku sudah meninggal. Jadi bisa dikatakan kalau Lionello memang pria lajang," balas Teofilo tetapi tidak bisa menghilangkan rasa kecewa yang melekat di hati Fernandá. Fernandá tidak menyangka bibinya tidak mengatakan hal itu sejak awal. Entah seperti apa paras wajah Lionello, tetapi mengetahui pria itu sudah pernah menikah, terlebih istrinya meninggal. Fernandá yakin jika pria itu pasti masih menyimpan istrinya di dalam hati. Padahal Fernandá lebih membenci hal itu dibandingkan melihat kekasihnya bercintaa dengan wanita lain di depan matanya. "Apa kau … sudah mempunyai kekasih?" tanya Fernandá dengan menjatuhkan pandangan menggoda ke arah Teofilo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD