Harap - Harap Cemas

1025 Words
Setelah puas menilai karakter calon karyawannya itu, Melvin pun membenarkan posisi duduknya. "Baik saudara, Gendis, cukup untuk tes interview hari ini," ucap Melvin tegas. Pria itu lalu menutup berkas yang ada di atas meja. Gendis pun mengangguk sopan. "Baik, Pak. Terima kasih." "Jika, Anda lulus nanti akan dihubungi lagi oleh pihak kami. Dan jika tidak dihubungi berarti anda gagal," ucap pria itu menjelaskan panjang lebar. "Baik, Anda bisa meninggalkan ruangan ini dan saya minta tolong panggilkan peserta selanjutnya yang bernama Arreta Rahmania," titah Melvin pada calon karyawannya itu. Gendis pun masih pada posisi semula. "Maaf Pak," ucap Gendis lirih, ia lalu menatap dalam manik mata Manager HRD nya itu. Melvin yang akan mengambil bekas selanjutnya pun menoleh. "Ya, ada apa?" tanya Melvin datar, pria lalu mengangkat sebelah alis matanya. Apa penjelasannya yang ia ucapkan tadi kurang jelas hingga gadis itu tak juga pergi. Begitu pikir Melvin dalam hati. Gendis pun langsung mengatupkan kedua tangannya di d**a seraya berkata. "Pak, saya mohon. Terima saya kerja di sini Pak, saya berjanji akan bekerja dengan rajin dan sungguh-sungguh," ucap Gendis memohon. "Hanya ini harapan saya satu-satunya Pak, saya ingin kerja disini agar saya bisa mengangkat derajat kedua orangtua saya di kampung, Pak." Saat mengucapkan hal itu mata Gendis pun mulai berkaca-kaca, bayangan orangtua dan kedua adiknya yang akan senang jika ia bekerja di perusahaan besar terus terlintas di depan matanya, Gendis tak akan bisa membayangkan pasti orang tuanya akan kecewa kalau tau Gendis gagal bekerja di perusahaan ini. Melvin hanya menganggukkan kepalanya sekilas. "Baik, jika sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, Anda bisa pergi sekarang!" titah Melvin tegas, bahkan kini pria itu sudah beringsut dari duduknya. Gendis yang ketakutan pun langsung beringsut dari duduknya. "Terimakasih banyak Pak, sebelumnya," ucap Gendis lirih, tak berani menatap wajah tampan pria itu. ia lalu berjalan keluar dari ruangan sang manajer sambil menundukkan kepalanya. Sampai di depan pintu Gendis pun menyampaikan pesan pak Melvin untuk memanggil Arreta Rahmania masuk kedalam. "Gimana, Ndis?" tanya Mona, lalu mendudukkan dirinya di samping Gendis. Ya, mereka mulai berkenalan sejak dua hari yang lalu saat pertama bertemu melakukan tes tertulis di perusahaan ini. Keduanya memutuskan untuk berteman. Baik Gendis maupun Mona sama-sama anak rantau, mereka pun berharap bisa diterima kerja dan nantinya rencana mereka akan mengontrak bersama. Gendis terlihat menghela nafasnya berat. "Tadi HRD nanyain IPK aku, katanya nilai IPK aku di bawah standar syarat perusahaan," jelas Gendis menjelaskan sambil menghela nafasnya berat. Tak lama ia lalu mengambil sebotol air mineral di dalam tas dan meminumnya hingga tandas. Sebagai upaya mengusir rasa kalutnya barusan. "Terus gimana? kamu diterima apa nggak?" tanya Mona penasaran, sambil menunggu namanya dipanggil ia pun harus bertanya lebih dulu pada Gendis, agar saat di dalam Mona bisa menjawab semua pertanyaan sang manager. "Nanti dihubungi sama pihak HRD kalau lolos, kalau nggak dihubungi berarti nggak lolos gitu katanya." kini Gendis pun terlihat tengah merapikan pakaiannya dan memakai tas di punggungnya. "Mon? Aku pulang duluan ya, kamu nggak apa-apa kan aku tinggal?" ucap Gendis lalu mengulurkan tangan kanannya, menjabat tangan Mona seraya berkata. "Bismillahirrahmanirrahim, insha Allah nanti kita lolos, jangan deg-degan ya," ucap Gendis memberi semangat, gadis itu lalu pergi meninggalkan gedung kantor itu. *** Kini Gendis sudah berada di sebuah kos-kosan kecil tiga petak yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Saat memutuskan menerima tawaran seseorang untuk bekerja di perusahaan itu, Gendis pun memilih kos-kosan ini sebagai tempat tinggalnya. Di samping harganya yang lebih murah dari kostan yang lain, pemilik kosan ini pun ternyata sama-sama orang Jawa. Membuat Gendis merasa tidak canggung lagi karena bertemu saudara satu daerah di perantauan. Saat memutuskan untuk mengontrak. Gendis sama sekali belum punya perabotan apapun, ia hanya membeli satu buah kasur busa seharga dua ratus ribu rupiah beserta bantal dan guling yang harganya sekitar lima puluh ribu rupiah. masalah makan pun Gendis memutuskan membeli makan di warteg terdekat, selain harganya murah juga menu makanannya cocok di lidah Gendis yang menyukai makanan pedas manis itu. Baru saja gendis akan memejamkan matanya, ponselnya pun berdering. Satu panggilan masuk yang ia beri nama 'Bapak' memanggil. "Assalamualaikum, ada apa, Pak?" tanya Gendis sopan. "Waalaikumsalam. Gimana, Ndis keterima kerja nggak?" tanya Pak Broto penasaran dibalik sambungan telepon. Ya, pak Broto adalah ayah kandung Gendis. "Belum ada pengumuman, Pak. Nanti kalau lolos di telepon. Kalau nggak di telepon berarti nggak lolos," ucap Gendis menjelaskan pada bapaknya. "Ya sudah, Ndis. Bapak sama ibu cuman bisa mendoakan dari sini semoga kamu lolos dan bisa bekerja disana. Aamiin." Segala doa kedua orang tua Gendis panjat kan untuk kesuksesan buah hati mereka di tanah rantau. "Iya, Pak. Makasih doanya. Salam buat Ibu ya, Pak," kata Gendis lalu menutup panggilan teleponnya itu. Gendis lalu menghela nafasnya berat, gadis manis itu terlihat tengah menatap langit-langit kamar kontrakannya itu. Ia sangat berharap bisa bekerja di perusahaan besar itu, di samping gajinya yang lumayan besar tentu saja karena ada pria tampan yang berhasil membuat hatinya menjadi berbunga-bunga. "Ganteng banget Manager HRD nya. Ya ampun udah punya pacar belum ya pak Melvin," gumam Gendis tersenyum sambil membayangkan wajah tampan pria bule itu. *** Keesokan harinya pukul sepuluh pagi Gendis yang akan membeli makan di warteg pun mengurungkan niatnya saat mendengar getaran ponsel yang ada di saku celananya. Tanpa menunggu lama Gendis pun langsung mengangkat panggilan teleponnya itu. "Assalamualaikum, ada apa, Mon?" tanya Gendis yang kini masih berdiri di depan pintu kontrakannya. "Gendis, Alhamdulillah aku udah di telpon sama Manager HRD nya. Besok suruh datang buat medical check up." suara Mona terdengar sangat bahagia. "Alhamdulillah, aku ikut senang Mon, tapi aku kok belum di telepon ya?" Suara Gendis terdengar sangat bersedih, pasalnya jika pukul sebelas siang tak ada kabar dari perusahaan sudah pasti Gendis dinyatakan tidak lolos. "Sabar aja, Ndis. bentar lagi kali. Oh iya tadi udah ada lima orang yang di telepon lho, Ndis," ucap Mona lalu menceritakan siapa saja teman mereka yang lolos untuk medical check up besok pagi dan berbicara cukup lama panggilan telepon itu pun akhirnya ditutup oleh Mona. Gendis menghela nafasnya berat, awalnya Gendis begitu lapar namun setelah mendengar kabar itu rasanya perut gadis manis itu mendadak kenyang. Hingga pada akhirnya Gendis memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kontrakan dengan perasaan harap-harap cemas menunggu kabar dari PT Nur Ihsan Sejahtera itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD