Mendengar nama yang telah disebut adalah sang musuh, sebelum sahabatnya itu melanjutkan, Berlyn sudah menolak dengan lantang.
"Ayolah Berlyn, untuk kali ini saja. Kita tidak punya pilihan lain!" rayu Bona.
"Bona aku sangat malas berurusan dengannya! Bagaimana kalau dia benar-benar mengambil putriku?"
"Tidak akan, jika Darte ingin melakukannya kenapa saat Bella menghilang kemarin dia bisa kembali?"
"Karena yang menculik bukan dia!" lawan Berlyn.
"Tapi Bella mengatakan Paman, itu berarti seseorang yang sama saat dia menemuinya kemarin. Ya, itu Darte!"
Helaan napas terdengar lepas, Berlyn akhirnya mengalah. "Ya sudah apa rencanamu!"
Bona membisikkan sesuatu di telinga, karena merasa sangat terkejut Berlyn mendorongnya hingga menjauh. "Gila kau hah?" sarkasnya.
"Astaga aku seperti samsak!" rutuk Bona merasa kesakitan. "Ayolah bodoh, ini untuk nenek. Kau lupa bagaimana dia dengan baiknya menerima kita?"
Lagi-lagi ucapan itu yang menampar, tentu saja semua akan ada waktunya kita untuk membalas hal baik yang dari seseorang. "Baiklah, tapi bagaimana aku menemuinya? Apa aku harus datang ke kota X lagi?"
"Tidak, aku dengar Darte masih berada di daerah kita. Akanku tanyakan pada Jojo nanti, dia yang tahu karena kedatangan Darte diperintahkan oleh ibunya untuk membeli kebun bunga nenek!"
"Apa dia mau membeli kebun bunga nenek?"
***
Ponsel berdering dengan nyaring, sementara sang pemilik tengah berendam dalam bathup, untuk meredam rasa panas di tubuhnya.
Sampai suara bunyi ponsel berhenti, Darte masih asik terpejam.
"Bodoh sekali aku, melihatnya sekejap saja aku seperti merasakan dia seperti dulu. Hasrat kuatku hanya padanya" gumamnya.
Lagi-lagi ponsel itu berdering, mengusik telinga dan kesabaran. "Apa ponsel ini minta dicelup? Berisik sekali!"
Sudah berniat menceburkan handphone itu. Namun melihat nama yang begitu penting, seketika ia urungkan. Ya sangat penting dari segala apapun.
"Mama!"
Dia menjawab dengan posisi bersandar lebih tegak. "Ada apa?"
[Bagaimana dengan bunga dan kebunnya?]
"Aku hanya mendapatkan bunga. Wanita itu punya pendirian yang kuat!"
[Kau yang kurang memberikannya tawaran!]
"Apalagi yang harus tawarkan Mama? Apa aku harus memberikannya separuh hartaku, menyerahkan semua aset berhargaku? Ah, atau kau saja yang kujual?"
[Anak sialan. Payah sekali kau, jika tidak bisa membahagiakan aku dengan cara itu, setidaknya berikan aku cucu, bodoh!]
Blup!
Ya, akhirnya ponsel itu benar-benar dicelupkan. Mereka pun mandi bersama dalam satu bathup.
"Dunia terlalu berisik untuk aku yang mendambakan ketenangan."
Sementara di luar.
"Apakah benar ini alamatnya?"
Berlyn menatap bangunan yang menjulang-julang. Matanya sesekali berkedip karena tersorot sinar matahari pagi. "Sepertinya Bona salah. Dia bukan menyewa tempat tinggal, tapi membangun tempat tinggal. Kenapa orang kaya banyak uangnya?"
"Permisi Nona, ada apa dengan kedatanganmu?" tanya satpam seketika menghentikan ocehan Berlyn.
"Hmm, apa benar ini kediaman Darte Malik Gudara?"
"Ya, benar. Ada perlu apa?"
"Aku ingin menemuinya!"
"Sebelumnya apa Anda sudah membuat janji?"
'Apa ini? Aku seperti berhadapan dengan resepsionis!'
Sebenarnya Berlyn itu tak bisa berbasa-basi, wanita yang memiliki kesabaran setipis tissu sepertinya selalu to the points. "Aku tidak pernah berjanji, karena aku tipe manusia yang ingkar!"
Wanita itu masih bisa sedikit menahan sabar. Walau seluruh tubuhnya bergelinjang ingin segera menerobos gerbang. Namun, Berlyn masih mampu memaksakan senyum.
"Tunggu Nona apa maksud yang kau katakan itu?"
Seketika ledakan hebat terjadi. "CEPAT PANGGIL SAJA TUANMU. KAU BANYAK BICARA!!"
***
"Dari dulu kau tidak pernah melek!" cemooh Berlyn kepada Chan yang menahan dirinya untuk menemui sang tuan.
Berkat aksi nekat tadi, perempuan itu akhirnya bisa memasuki mansion. "Ada keperluan apa?" jawab Chan profesional.
Pria itu tampak sehat kembali dengan kebugaran tubuhnya. Tanpa mau menanggapi, Chan hanya berekspresi datar seperti biasa.
"Panggil saja tuanmu!"
Chan tetap tidak banyak bicara, dia beralih pergi untuk memanggil Darte.
"Rasanya aku ingin mengompol, ini sungguh menggetarkan hati!"
Berselang beberapa menit, Chan kembali. "Silahkan temui tuan di ruangan!"
"Terima kasih!"
Dengan langkah pasti dan diiringi doa, dalam hati meracau gusar, sementara pikiran berkabut ke mana-mana. Namun semua tetap terjadi. Berlyn lagi-lagi dipaksa takdir untuk melihat wajah itu kembali.
"Duduklah Nona Berlyn yang terhormat!"
Baru saja tiba, Berlyn sudah tersuguhi oleh senyum licik milik Darte, senyum sekilas yang penuh arti. "Darte aku ingin menyampaikan permintaan maafku atas kejadian silam waktu!"
Darte membuka kimononya, menunjukkan luka lebam di bagian d*da dan punggung. "Jika bukan karena mengejar anakku, aku tidak akan mau seperti ini!"
Deg!
Lagi dan lagi, kenyataan pahit yang harus diterima. Berlyn tak dapat mengelak takdir, jika manusia di hadapannya ini adalah seorang ayah dari putrinya.
"Maaf, aku hanya refleks karena aku takut kau mengambil Bella!"
"Dia hakku!"
"Ya, benar dia putrimu Darte hakmu juga. Maka dari itu bantulah aku sekarang, ini demi Bella!"
Alis Darte tampak tertaut, seolah membentuk pertanyaan untuk kepastian. "Ada apa dengan dia?"
"Bella sakit keras, dia akan melakukan operasi besar. Aku butuh biaya banyak. Maaf sebelumnya aku menyembunyikan semua ini. Memang tidak seharusnya aku kabur saat aku mengandung anakmu dulu!"
Darte menatap Chan, tatapan Chan pun kelabu. Terlihat kejanggalan, dan itu yang dirasakan. "Berapa?"
"100 juta!"
'Tidak apa-apa 'kan aku lebihkan? Uang dia banyak Tuhan,' batinnya.
"Kecil. Tapi, kau tahu kehidupan di dunia ini bersifat timbal balik?" balas Darte. Padahal satu kata sebelumnya sudah sangat membuat Berlyn bahagia.
"Apa itu artinya bersyarat?"
"Ya!"
"Apa syaratnya?"
"Satu malam!"
Tundukan kepala Berlyn seketika tegak, menatap penuh emosi dan perasaan geram. Bahkan, terdengar kecil suara giginya yang saling bergemeletuk. "Kau!"
Setelah menggebrak meja, Berlyn berdiri. "Apa kau tidak berpikir ini demi anakmu? Kau selalu merendahkanku Darte!"
"Kau datang ke sini dengan meminta uang saja harga dirimu sudah sangat rendah, Berlyn. Sudah kukatakan semua harus ada timbal baliknya!" Darte tampak santai menanggapi.
"Tapi ini untuk anakmu!"
"Aku akan menulis cek dengan nominal yang kau butuhkan, maka datanglah nanti malam. Jika kau mau!"
Berlyn langsung melangkahkan kakinya keluar, sebelum itu ia juga melayangkan tatapan sengitnya pada Chan. Kini keduanya saling menatap saat wanita itu benar-benar menghilang dari pandangan.
"Wanita gila!" ucap Darte.
"Dia selalu berpikir manusia itu bodoh, seperti dirinya," sahut Chan.
***
Berlyn pulang dengan membawa ekspresi cemberut. Namun, melihat rumah tak berpenghuni ia merasa aneh.
Tringg tringg
Tepat sekali, suara ponsel berbunyi dan panggilan itu dari sahabatnya.
[Nenek kambuh lagi. Datanglah ke rumah sakit!]
"Bukankah kau kuliah?"
[Mendengar nenek dilarikan di rumah sakit, aku pulang. Bella sudah kutitipkan dengan Rani]
***
Tiba di rumah sakit, Berlyn melihat Bona tengah menangis sendirian.
"Bona bagaimana keadaan nenek?"
"Apa kau dapat? Nenek harus segera dioperasi!"