Riana merenggangkan badannya sambil tersenyum senang karena sudah selesai membereskan pakaian-pakaian miliknya dari dalam koper ke lemari.
Untungnya kamar di apartemen ini sudah ada tempat tidur, meja belajar serta lemari pakaian. Ia hanya perlu membeli beberapa perlengkapan mandi dan lain-lain.
Riana kemudian berjalan ke arah jendela yang menampilkan pemandangan kota dari ketinggian lantai lima ini. "Nanti aku turun ke bawah aja deh nyari supermarket buat beli perlengkapan lainnya," gumam Riana pada dirinya sendiri.
Ia kemudian berjalan ke arah ranjang dan merebahkan tubuhnya ke sana. Riana menghirup sebanyak mungkin udara masuk ke dalam hidungnya lalu menghembuskannya sambil tersenyum bahagia.
"Akhirnya aku di Singapura," jerit Riana gembira.
Ia kemudian mengambil dompet dari dalam tasnya dan menatap foto polaroid miliknya.
"Andai aja aku bisa kenal sama kamu. Aku mau pamer kalau aku udah berhasil melewati satu malam kelam dalam hidupku, mimpi aku buat ngelanjutin S2 di Singapura berhasil," ujar Riana sambil menatap foto polaroid itu.
Foto tersebut seakan sudah jadi jimat keberuntungan bagi dirinya selama satu tahun ini. Ia sebenarnya mengharapkan bisa bertemu dengan pria itu, tapi jangankan tahu wajahnya namanya saja Riana tidak tahu sama sekali.
Bunyi perutnya membuat Riana terbangun dari pembaringannya. Sejak turun dari pesawat ia sama sekali belum mengisi perutnya ini jadi wajar saja jika ia merasa lapar sekarang.
Riana segera berjalan ke arah kopernya yang masih terbuka di lantai, ia kemudian mengambil satu bungkus mie instan goreng dari dalam koper.
Riana keluar dari dalam kamarnya dengan langkah perlahan sambil melihat sekitar. "Dia udah pulang belum ya?" gumam Riana pada dirinya sendiri.
Melihat apartemen yang begitu sepi ia bisa menyimpulkan bahwa pria bernama Rangga itu pasti belum pulang. Riana menghembuskan nafas lega karena tidak perlu terjebak dalam suasana canggung jika bertemu dengan pria itu.
Ia berjalan penuh semangat menuju dapur untuk memasak mie instan yang ada di tangannya ini. Perutnya benar-benar sudah lapar saat ini, jadi ia memutuskan akan makan mie instan dulu lalu baru pergi keluar untuk membeli beberapa kebutuhan bulanannya.
Begitu masuk ke dalam dapur Riana memperhatikan sebuah toples yang berisi penuh permen lemon yang sering ia makan juga.
"Bukannya permen merk ini cuma ada di Indonesia. Apa dia juga suka banget sama permen ini?" Gumam Riana sambil menyentuh toples tersebut.
"Itu permen kesukaan saya. Jika kamu mau kamu bisa mencobanya."
Riana langsung melepaskan tangannya dari toples karena terkejut. Ia menatap salah tingkah pada Rangga yang entah sejak kapan sudah berdiri di ruang tengah sambil menatap ke arahnya. Riana jadi merasa tidak enak pada Rangga karena pasti pria itu mengira ia ingin mengambil permen itu tanpa izin.
"Ahh itu, aku juga suka makan permen ini. Apa permen ini juga dijual di sini?" Tanya Riana terbata-bata.
"Kamu bisa membelinya di supermarket yang menjual beberapa produk Indonesia," jawab Rangga dengan nada datar.
Riana mengangguk sambil menunduk meremas kedua tangannya. Suasana canggung begitu terasa di antara keduanya yang saat ini sama-sama terdiam.
"Kamu ke dapur buat apa?" Tanya Rangga memecahkan keheningan.
Riana segera mengangkat wajahnya yang menunduk dan menatap ke arah Rangga. Ia mengangkat satu bungkus mie instan untuk menunjukkannya pada pria itu.
"A a aku mau masak Mie," jawab Riana terbata-bata.
Rangga mengangguk kemudian berbalik menuju ke kamarnya. Begitu pria itu menghilang dari balik pintu barulah Riana bisa bernafas lega, ia bahkan mengusap dadanya beberapa kali untuk meredakan kegugupan yang di rasakannya.
Entah kenapa pria bernama Rangga itu selain berwajah datar, ia memiliki aura intimidasi yang begitu kuat. Rasanya Riana selalu gugup dan salah tingkah jika bertemu dengannya, seakan jika mengatakan atau melakukan sesuatu yang salah pria itu bisa saja bersikap jahat.
Riana memilih segera memasak mie instan miliknya takut jika nanti Rangga akan keluar lagi dari kamarnya. Ia benar-benar tidak sanggup jika harus selalu bertemu dengan pria itu.
Hanya butuh waktu lima menit bagi Riana untuk memasak mi instan. Perutnya kembali berbunyi keras begitu aroma mie instan goreng menyeruak ke dalam hidungnya.
Dengan penuh semangat Riana membawa mangkok berisi mie instan ke dalam kamarnya dengan sebuah gelas berisi air putih. Ia memilih makan makan di dalam kamarnya saja agar tidak menganggu Rangga.
Riana duduk di meja sambil membuka ponselnya. Sebelum menyantap makanannya ia memilih mencari video hiburan di YouTube untuk menemaninya makan.
Setelah mencari beberapa saat, Riana memutuskan menonton salah satu acara podcast yang bintang tamunya adalah aktor ternama Indonesia. Ia asyik menyantap mie di mangkok sambil menikmati tontonan di handphonenya itu.
Suara ketukan pintu membuat Riana menghentikan gerakan tangannya yang akan menyuap mie ke dalam mulut. Ia segera menekan tombol pause untuk menjeda video di ponselnya lalu meneguk air putih, barulah ia berdiri menuju pintu kamarnya.
Begitu Riana membuka pintu muncul Rangga yang berdiri di depan pintu kamarnya dengan wajah datar miliknya.
"Ada apa?" Tanya Riana dengan nada pelan.
Rangga terlihat sedikit ragu sebelum akhirnya bertanya, "Apa kamu menggunakan cangkir milik saya? Warnanya putih dengan gambar pemandangan pantai. Soalnya saya tidak melihatnya di dapur."
Mendengar perkataan Rangga membuat Riana segera mengalihkan pandangannya ke arah meja tempat ia meletakkan mie dan gelas air putih. Ia meringis karena ternyata gelas yang ia gunakan adalah gelas milik Rangga.
"Bentar."
Riana segera berjalan masuk ke kamarnya dan kembali ke depan pintu sambil memegang sebuah cangkir putih. Ia memasang wajah memelas penuh penyesalan pada Rangga. "Ma ma maaf, aku nggak tahu kalo ini gelas milik kamu," ujar Riana tidak enak. "Biar aku cuci dulu ya," lanjut Riana yang sudah akan berjalan menuju dapur.
"Nggak perlu," cegah Rangga. Ia kemudian langsung mengambil gelas tersebut dari tangan Riana. "Biar saya cuci sendiri."
Setelah mengatakan itu Rangga langsung berbalik dan berjalan menuju dapur. Meninggalkan Riana yang merasa begitu bersalah saat ini.
Riana memutuskan kembali masuk ke dalam kamarnya kemudian menutup pintu. Ia berdiri di belakang pintu sambil mengacak-acak rambutnya dengan perasaan gusar.
"Harusnya nanya dulu sebelum ngambil Riana," gumamnya pada diri sendiri. "Dia pasti kesel banget sama aku."
Riana berjalan lesu menuju meja belajarnya, ia kemudian duduk sambil menatap mie instan yang baru ia makan setengah. Rasa lapar di perutnya seakan sudah menguap entah ke mana saat ini.
Riana tetap memaksa untuk memakan mie di mangkok walaupun sudah tidak berselera. Masalahnya keuangannya saat ini masih belum begitu bagus, jadi ia tidak boleh membuang-buang makanan.
*****
Riana membuka pelan pintu kamarnya lalu mengeluarkan kepalanya untuk melihat keadaan sekitar apartemen. Begitu melihat kondisi apartemen yang begitu sepi ia segera keluar dari kamarnya dan menutup kembali pintu secara perlahan agar tidak menimbulkan suara.
Saat ini Riana sudah mengenakan kaos putih polos dan celana jeans serta memakai sebuah tas selempang, ia juga memegang mangkok yang ia gunakan untuk makan mie instan tadi.
"Kayanya dia udah di dalam kamarnya deh," bisik Riana pada dirinya sendiri.
Ia berjalan begitu pelan menuju dapur sambil melihat pintu kamar Rangga yang tertutup rapat saat ini, berharap pria itu tidak keluar dari kamarnya saat ini.
Tiba di dapur Riana langsung menuju wastafel cuci piring untuk mencuci bersih mangkok yang ia gunakan lalu menjemurnya. Begitu pekerjaannya selesai ia berjalan pelan lagi keluar dari area dapur menuju pintu keluar apartemen.
Setelah berhasil keluar dengan menutup pelan pintu apartemen barulah ia bisa bernafas lega.
"Kenapa aku jadi takut gini sih ketemu dia," ujar Riana yang bingung dengan dirinya sendiri.
Ia menggeleng memilih tidak memikirkannya lagi kemudian berjalan dengan santai menuju lift. Riana berencana untuk pergi ke supermarket membeli kebutuhannya selama sebulan serta beberapa perlengkapan untuknya saat acara penerimaan Mahasiswa Baru di kampusnya.
Sampai di lift ia langsung menekan tombol lantai satu sambil membuka ponselnya untuk mencari info tentang supermarket terdekat di google.
Sampai di lobby apartemen, Riana berjalan keluar sambil melihat layar ponsel yang berada di tangannya. Saat ini benda pipih itu sedang menampilkan google maps yang menunjukkan jalan menuju supermarket terdekat, dari perkiraan waktu di google maps ia akan tiba di supermarket itu dengan berjalan kaki selama sepuluh menit.
Riana tersenyum pada satpam yang berjaga di luar gedung apartemen lalu mulai berjalan keluar dari area apartemen tersebut. Ia segera melihat daerah sekitar kemudian berjalan sesuai instruksi dari google maps.