Semua orang di ruangan aula menatap Rangga dan Riana dengan berbagai ekspresi. Beberapa orang terlihat saling berbisik satu sama lain untuk menanggapi pengumuman mengejutkan yang baru saja Rangga katakan pada semua orang.
Karena merasa sudah selesai mengatakan apa yang ingin dikatakannya. Rangga segera berjalan keluar dari aula sambil menarik tangan Riana mengikuti langkahnya.
Riana yang masih merasa begitu syok akhirnya hanya bisa pasrah mengikuti langkah Rangga. Keduanya terus berjalan bersama hingga tiba di salah satu lorong kampus yang begitu sepi.
Begitu mendapatkan kesadarannya lagi Riana segera menghentikan langkahnya dan menepis tangan Rangga yang memegang pergelangannya tangannya.
Begitu Rangga berbalik dan menatapnya ia mendapati gadis dihadapannya ini menatapnya dengan tatapan tajam dan kesal.
"Kenapa kamu harus mengatakan kalau kita pacaran depan semua orang?" tanya Riana. "Sekarang semua orang jadi berpikir aku pacar kamu," lanjutnya dengan nada kesal.
Rangga mengangkat bahunya dengan santai, seakan dia juga tidak tahu kenapa dirinya mengatakan itu. "Maaf sudah menyeret kamu Ana, hanya saja aku kebingungan bagaimana cara menolak Aira tadi," jawab Rangga dengan nada santai namun tetap terkesan datar.
Riana menatap tidak percaya mendengar perkataan Rangga yang sama sekali tidak merasa segan sudah menyeretnya dalam masalah pria itu. Andaikan dia bisa marah dan berteriak keras pada Rangga, maka ia sangat ingin melakukannya.
"Kenapa harus mengorbankan aku? Kamu bisa saja langsung menolaknya tanpa perlu mengatakan sudah memiliki pacar. Memangnya kalau kamu nggak punya pacar, maka ada kewajiban kamu harus menerima dia?" Tanya Arum dengan nada kesal.
"Jika aku melakukan itu tentu akan lebih melukai harga diri gadis itu. Biar bagaimana pun Aira menjabat sebagai wakil ketua dan kami tentunya tetap harus berinteraksi dimasa depan. Jika aku terang-terangan menolaknya dan mengatakan bahwa aku tidak menyukai dirinya, dia pasti akan merasa lebih malu nantinya."
Riana rasanya ingin menangis mendengar perkataan Rangga. "Lalu bagaimana denganku? Aku juga masih ingin berkuliah dengan tenang di sini. Mendapatkan status sebagai pacar kamu, apa yang akan orang bicarakan tentang aku," ujar Riana dengan nada pasrah dan penuh kekhawatiran. "Kamu sendiri sadar kan gimana populernya kamu di kampus. Kalau semua orang mengira aku beneran pacar kamu, hilang harapan aku untuk memiliki kehidupan perkuliahan yang tenang."
"Aku minta maaf karena sudah menyeretmu dalam masalah ini. Tapi aku janji gosip tentang kita tidak akan bertahan lama, dalam waktu beberapa Minggu orang-orang pasti akan melupakan masalah ini," jelas Rangga.
Riana menghembuskan nafasnya pasrah mendengar perkataan Rangga. "Semoga saja apa yang kamu bilang benar, walau kemungkinannya kecil."
Rangga tersenyum tipis sambil berjalan mendekati Riana, pergerakan pria dihadapannya ini membuat Riana langsung merasa waspada dan sigap berjalan mundur dengan ekspresi khawatir.
"Kamu ngapain?" Tanya Riana gugup sambil terus berjalan mundur karena Rangga yang melangkah maju mendekatinya.
Tubuh Riana tiba-tiba terjebak dan tidak bisa mundur lagi karena adanya sebuah tembok di belakangnya yang menghentikan pergerakan dirinya.
Begitu jarak Rangga dan Riana hanya satu langkah lagi, Pria itu akhirnya menghentikan langkahnya lalu sedikit membungkuk karena tubuhnya yang tinggi sehingga posisi wajahnya saat ini sejajar dengan wajah Riana.
"Kenapa kamu sepertinya begitu enggan digosipkan menjadi pacarku?" Tanya Rangga dengan nada menggoda.
Riana tentu saja menahan kegugupannya melihat wajah tampan Rangga yang hanya beberapa senti dari wajahnya. Ia bahkan berusaha menahan nafasnya atau menghembuskannya sepelan mungkin agar tidak mengenai wajah Rangga yang saat ini terlihat jelas dalam pandangan matanya.
"Bukan enggan, hanya saja kita kan nggak pacaran jadi menurutku agak nggak pantas jika ada gosip seperti ini. Memangnya kamu seneng digosipkan berpacaran sama ornag yang sama sekali nggak punya hubungan apapun sama kamu? Gosip yang nggak sesuai fakta itu hal yang menyebalkan." jawab Riana.
Rangga semakin memajukan wajahnya, membuat gadis dihadapannya ini melotot dan semakin menahan nafasnya. Jantungnya sudah berdegup kencang seakan mau meledak.
Begitu wajah mereka sudah begitu dekat, Rangga bergerak miring lalu mendekatkan bibirnya di telinga gadis di hadapannya ini. "Bagaimana kalau bukan gosip?" bisik Rangga.
Riana terdiam tidak menjawab, ia hanya sibuk mengontrol jantungnya dan nafasnya yang terasa begitu sesak. Tubuhnya berdesir saat merasakan hembusan nafas Rangga yang terasa di area telinga dan tengkuknya saat ini. Ada rasa di dalam tubuhnya yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata.
Rangga akhirnya menjauhkan tubuhnya dari Riana dengan melangkah mundur satu langkah, hal ini membuat gadis di hadapannya mulai bisa sedikit bernafas lega walaupun rasa gugupnya belum bisa dikatakan hilang saat ini.
Riana kemudian menatap Rangga. "Aku jauh-jauh datang ke sini untuk kuliah bukan untuk menghadapi masalah yang orang lain miliki. Perjuangan aku sampai ke sini nggak gampang karena aku harus melalui berbagai proses yang panjang dan melelahkan, jadi aku nggak mau ada siapapun yang menghambat pendidikanku di sini termasuk kamu," jawab Riana tegas.
Rangga langsung terdiam melihat ekspresi Riana yang penuh tekad. Ia yang tadinya terlihat gugup dan khawatir mulai menampilkan sisi berani dalam dirinya. Seakan menunjukkan pada Rangga bahwa pendidikan dan mimpi yang dimilikinya adalah sesuatu yang paling penting dalam hidupnya saat ini.
"Kalian punya uang dan bisa kuliah kapanpun dan dimanapun kalian mau. Tapi aku berbeda, aku hanya punya satu kesempatan dan aku nggak mau karena kamu aku kehilangan kesempatan yang nggak bisa aku dapatkan lagi di lain hari "
Setelah mengatakan itu Riana segera mendorong bahu Rangga untuk menyingkir dari hadapannya. Ia kemudian berjalan pergi dengan langkah panjang dan cepat meninggalkan pria dihadapannya itu dengan perasaan kesal.
*****
Riana berjalan menelusuri jalanan kampus dengan perasaan gundah. Ia tentu saja marah dengan Rangga tapi kenapa hatinya merasa bahwa apa yang ia katakan sedikit keterlaluan pada pria itu, apalagi Rangga juga sering bersikap baik padanya.
Riana kemudian menggeleng menepis rasa bersalah yang saat ini ia rasakan. "Jangan karena dia baik sama kamu jadi kamu malah gak enakan sama dia dan malah ngebiarin dia ngelakuin apa aja sama kamu. Ingat Riana apa yang kamu katakan sudah benar, kamu bukan mainan yang bisa dia gunakan seenaknya. Ingat tujuan kamu datang ke sini buat kuliah bukan yang lain," ujar Riana meyakinkan dirinya sendiri.
"Riana."
Riana yang sedang berjalan sendirian segera berbalik ketika mendengar sebuah suara dari seseorang memanggil dirinya.
Orang yang memanggilm Riana tadi adalah Salma, gadis itu terlihat berlari kecil menuju Riana yang saat ini berjarak beberapa meter dari dirinya.
"Aku bener-bener nggak nyangka kalau ternyata kamu pacaran sama Kak Rangga. Pantas aja dong pas hari pertama kita kenal waktu itu dia nyapa kamu di lapangan basket," ujar Salma dengan penuh semangat menggebu-gebu.
Riana langsung memberikan gelengan begitu mendengar perkataan Salma.
"Aku nggak pacaran sama dia Salma," jawab Riana sambil memasang ekspresi wajah memelasnya.
Perkataan Riana tentu membuat ekspresi Salma berubah kebingungan. "Tapi tadi Kak Rang...."
"Dia bohong di aula tadi, aku sama sekali nggak pacaran sama dia," sela Riana berusaha meyakinkan Salma.
Kenal aja baru Dua mingguan, lanjut Riana dalam hati.
Salma tentu saja langsung menatap kaget. "Jadi tadi Kak Rangga sengaja jadiin kamu tameng buat nolak Aira. Gilakkkk, ini kalau si Aira tahu, harga dirinya pasti bakal jatuh banget."
Riana mengangguk dengan wajah memelas.
"Setelah apa yang dia lakuin hari ini, kayanya aku bakal kesulitan menjalani masa kuliah di sini. Masalahnya bukan cuma cewek bernama Aira itu yang bakal nganggap aku saingan, malah semua penggemar Rangga yang bakal nganggap aku sebagai saingan mereka," gumam Riana lesu.
Salma mengusap lembut bahu Riana berusaha menenangkan temannya ini. "Tenang aja nggak akan terjadi apa-apa kok. Semoga aja anak-anak lain yang tadi ada di aula nggak nyebarin gosip ini ke mahasiswa lain," ujar Salma. "Tapi kalau ada yang nyebarin, kayanya kamu emang bakal sedikit nggak tenang selama kuliah. Seperti yang kamu bilang tadi, bakal banyak banget mahasiswi di kampus ini yang akan nganggep kamu sebagai saingan mereka." lanjut Salma sambil menatap Riana dengan tatapan penuh keprihatinan.
"Rangga sepopuler itu ya di kampus ini?" Tanya Riana khawatir.
Salma mengangguk. "Dia bahkan punya fanbase sendiri di kampus ini. Bukan cuma mahasisw dari Indonesia, masih ada mahasiswi lokal dan internasional lainnya di kampus ini yang juga sangat mengagumi dia. Selain itu juga ada beberapa mahasiswi dari kampus lain," jelas Salma.
Riana menghembuskan nafas gusar merasa semakin khawatir mendengar penjelasan Salma. Andai ia bisa memutar waktu kembali, mungkin dirinya hari ini tidak akan datang ke acara pertemuan tadi, dengan begitu kejadian menyebalkan yang terjadi tadi tidak akan pernah dirinya alami.
"Udah nggak usah terlalu dipikirin. Semua masalah pasti bakal berlalu kok Riana, yang penting jalani aja dengan penuh keyakinan."
Riana akhirnya hanya bisa mengangguk pasrah sambil memberikan senyuman terpaksanya pada Salma.
"Aku sekarang malah lebih berharap bisa memutar waktu kembali daripada harus dijalani," gerutu Riana.
Salma tertawa geli melihat gadis di sampingnya yang saat ini terlihat begitu putus asa. "Udah-udah, daripada sedih mending ke kantin yuk. Aku traktir deh buat menghilangkan perasaan sedih dan gundah kamu hari ini," ajak Salma.
Riana tentu saja langsung memberikan anggukan penuh semangat. Walau pikirannya saat ini sedang benar-benar kacau, namun ia tidak bisa melewatkan begitu saja kesempatannya untuk bisa berhemat saat ini.
*****
Riana berjalan keluar dari lift menuju unit apartemen dengan langkah lamban dan ekspresi lesu. Dirinya memang sudah merasa cukup kenyang namun pikirannya tetap saja terasa kacau saat ini sampai tidak tahu harus mengeluh seperti apa lagi.
Tiba di depan pintu apartemen Riana langsung membuka pin pintu tersebut. Begitu masuk ke dalam apartemen tubuh Riana langsung kaku begitu melihat ada empat orang pria sedang duduk di sofa ruang tengah apartemen mereka.
Riana mengenal dua orang pria diantara mereka. Yang pertama adalah pria bernama Refo yang menolongnya waktu hari pertama ia datang ke Singapura dan sempat nyasar, yang kedua adalah Bobi pria yang dikatakan Salma adalah teman Rangga yang merupakan anak fakultas teknik.
Dengan sedikit kikuk dan gugup Riana tersenyum canggung pada empat pria yang sedang melihatnya. Ia kemudian berjalan dengan langkah cepat masuk ke dalam kamarnya.
Begitu Riana menghilang di balik pintu kamarnya, keempat orang di sofa saling memandang dengan kebingungan.
"Itu siapa? Kok tinggal sama Rangga?" Tanya salah satu pria.
"Dia nyewa satu kamar di apartemen ini, Kak Stella yang nyewain ke dia tanpa ngomong dulu sama Rangga," jelas Refo.
"Bukannya dia pacarnya si Rangga," ujar Bobi.
Perkataan Bobi tentu membuat tiga temannya yang lain terkejut mendengarnya.
"Rangga sama tuh cewe pacaran?" Tanya Refo
Bobi mengangguk sambil tetap sibuk dengan game di ponselnya. "Rangga sendiri yang bilang selesai pertemuan sama anak-anak PINUS tadi," jelas Bobi.
Rangga keluar dari kamarnya berjalan sambil membawa laptop miliknya.
"Lo ternyata pacaran sama si Riana itu? Berarti Lo bohong dong bilang baru kenal dia dua Minggu lalu," Tanya Refo begitu Rangga duduk di sofa.
Rangga menatap bingung mendengar pertanyaan Refo kemudian beralih menatap Bobi yang ia yakini memberitahukan hal ini pada mereka yang lain.
"Nggak usah ngawur. Gue beneran baru kenal dia. Soal kejadian tadi itu terpaksa, cuma sebagai alasan biar gue bisa nolak si Aira," jelas Rangga. Ia kemudian kembali sibuk dengan laptopnya.
"Nolak Aira?" tanya Refo kebingungan.
"Aira itu wakil ketua PINUS, udah naksir sama dia dari lama. Selesai pertemuan tadi dia tiba-tiba nyatain perasaannya ke Rangga," ujar Bobi menjelaskan.
Refo dan kedua temannya yang lain menatap kaget.
"Gilak. Lo manfaatin si Riana yang sepolos itu buat nolak cewe. Kejam amat sih bro."
Rangga memilih tidak menjawab perkataan Refo. Ia benar-benar pusing melihat teman-temannya yang datang mendadak ke apartemennya hari ini.
Mereka semua adalah teman SMAnya yang sama-sama berkuliah di Singapura. Refo yang sudah lulus dari NUS dua tahun lalu, Bobi yang melanjutkan S2 di NUS, dua yang lainnya Erwin dan Edo yang berkuliah di Nanyang Technological University untuk meraih gelar S2 mereka. Sebenarnya mereka berempat lebih dulu berkuliah di Singapura, Rangga yang paling terakhir masuk kuliah di sini dan saat ini baru akan menyelesaikan gelar S1 nya.
"Tapi si Riana itu cantik juga ya. Wajahnya kelihatan polos manis gitu," puji Edo.
Mendengar pujian Edo membuat Rangga menatapnya dengan tajam seakan ingin membunuhnya.
"Sorry bro, liatnya jangan kaya gitu banget dong," ujar Edo.
Refo dan Erwin akhirnya menertawai Edo.
"Kayanya ada udah di balik batu nih bro," ejek Refo dengan wajah jahil.
"Masalahnya Riana pasti bukan cewe biasa nih, bisa sampai membuat seorang Rangga mengakuinya sebagai pacar depan semua orang," tambah Erwin.
"Lo berdua kalau mau ngebahas hal ngaco mending balik sana," usir Rangga.
Refo dan Erwin akhirnya memilih menutup mulut mereka. Masalahnya Rangga adalah tipe orang yang konsisten dengan omongannya, jika mereka melanjutkan ejekannya maka sahabat mereka itu bisa benar-benar mengusir mereka nanti.