"Jangan sentuh benda itu!" Mike mengambil foto yang dipegang Yasmin dan mendorong Yasmin dengan kasar. "Berani sekali kamu menyentuhnya!"
"Maaf, Bang. Aku tidak sengaja, hiks! Aku tadi hanya--"
Brak!!
Mike memukul lemari di hadapannya. Pria penuh amarah itu mencengkram dagu Yasmin. Entah mengapa emosi Mike tiba-tiba kembali naik hanya karena Yasmin memegang sebuah foto.
"Kamu memang lancang, Yasmin! Jangan pikir aku akan memperlakukanmu seperti Nyonya di rumah ini. Karena sampai kapanpun kamu tetap hanya pelampisanku, tidak akan pernah menjadi nyonya."
"Sakit, Bang, hiks!" Yasmin meringis karena eratnya cengkeraman tangan Mike pada dagunya. "Aku minta maaf, lepasin Bang, sakit!"
Alih-alih mengabulkan permintaan Yasmin, Mike malah semakin mengeratkan cengkeramannya. Entah apa yang selalu merasuki pria itu saat marah. Yang jelas, Mike seolah tidak memiliki rasa kasihan sama sekali pada Yasmin.
"Tuan!" Jumi menarik tangan Mike dari Yasmin. "Apa yang Tuan lakukan?"
Jumi membawa Yasmin keluar dari kamar Mike tanpa peduli lagi pada Mike. Menurutnya, kali ini Mike sudah keterlaluan karena sampai membuat dagu Yasmin mengeluarkan darah akibat cengkeraman dari kuku jari-jari Mike yang sengaja menggores dagu Yasmin. Bagaimana sakitnya Yasmin, tentu sangatlah sakit di jiwa dan raganya.
"Nyonya, memangnya apa yang Nyonya lakukan sehingga Tuan Mike bisa semarah itu?" tanya Jumi sambil mengobati luka di dagu sang nyonya.
Yasmin menghela napasnya dalam. "Aku tadi tidak sengaja menemukan sebuah foto di lemari Bang Mike, Bi."
Jumi pun menghembuskan napasnya. "Apa itu foto wanita?"
Yasmin menoleh pada Jumi. "Ya, apa mungkin wanita itu sangat berarti bagi Bang Mike sehingga Bang Mike begitu marah saat aku memegangnya, Bi?"
Sejenak Jumi terdiam. Jumi yakin jika foto itu adalah foto Susan. Kekasih Mike yang meninggal karena bunVh diri setelah diperkos4 beberapa pria.
"Sudahlah, Nyonya. Siapapun wanita itu, hanya Nyonya yang berhasil menjadi istri dari Tuan Mike. Selama ini Tuan Mike tidak pernah berniat untuk menikah, tapi pada akhirnya Nyonya bisa menjadi istri dari seorang Mike."
Yasmin tersenyum tipis mendengar ucapan Jumi. "Apa Bibi berpikir jika aku begitu beruntung menjadi istrinya?" Yasmin menyeringai mengejek dirinya sendiri mengingat ucapan Mike tadi. "Ya, mungkin aku memang begitu beruntung menjadi istri seorang Mike, hiks!"
Melihat Yasmin yang terisak, Jumi paham jika saat ini Yasmin tengah mengejek nasibnya. Tak ada yang bisa membuat Yasmin merasa beruntung menjadi istri Mike. Sebab, sikap manis Mike yang berubah-ubah malah membuatnya semakin bingung menebak siapa Mike sebenarnya.
"Sudahlah, lebih baik Nyonya istirahat. Malam ini Nyonya bisa tidur di sini." Jumi pun merangkul tangan Yasmin penuh harapan. "Saya mohon, kuatlah, Nyonya. Berusahalah untuk mengambil hati Tuan Mike. Dari semua wanita yang mengelilingi Tuan Mike, hanya Anda yang tuan besar sukai."
Kening Yasmin mengernyit. "Tuan besar?"
Jumi tersenyum tipis penuh arti. "Istirahatlah, Nyonya. Jangan pikirkan apapun tentang kejadian tadi."
Yasmin pun tak ingin banyak berpikir lagi. Hati dan pikirannya memang lelah memikirkan sikap Mike. Yasmin pun memutuskan untuk memejamkan matanya dan berharap ada sinar kehidupan yang bisa menerangi hidupnya yang gelap.
***
Suara adzan berkumandang terdengar merdu di telinga siapa pun yang mendengarnya. Mata Yasmin pun perlahan terbuka mendengar panggilan Tuhannya. Dengan segera Yasmin beranjak dari tidurnya dan segera membersihkan diri, lalu melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim di tempat yang sudah tersedia.
"Ya Allah ... jika memang ada secercah kebahagiaan dalam kehidupan gelap ku ini, maka kuatkan aku, Ya Robb. Kuatkan aku menunggu kebahagiaan itu datang. Namun, jika memang tidak ada, aku mohon mudahkan aku ke luar dari kehidupan kejam ini, hiks! Ini terlalu menyakitkan untukku yang lemah, hiks!"
Yasmin mengusapkan kedua tangannya pada wajah, mengharap doanya dikabulkan oleh sang Maha Mendengar. Tanpa Yasmin tahu, ternyata doanya didengar juga oleh seorang pria sepuh yang sedari Yasmin bangun sudah mengamatinya. Setelah beberapa menit mendengar doa pilu Yasmin, pria itu pun kembali pergi.
Setelah selesai melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim, Yasmin pun melantunkan ayat-ayat Allah dengan khusu'. Sampai tak terasa hari sudah terang dan pintu di ketuk Jumi.
"Sodaqollohul 'adziim."
Tok! Tok! Tok!
"Nyonya, apa saya mengganggu Anda?"
Yasmin bangkit dari duduknya dan menghampiri Jumi setelah menyimpan Al-Qur'an dan juga membuka alat sholatnya. "Tidak, Bibi. Kebetulan aku sudah selesai."
"Baiklah, kalau begitu kita ke bawah. Nyonya sudah ditunggu," ujar Jumi, membuat kening Yasmin kembali mengernyit. "Tuan Lewis adalah ayah dari Tuan David, kakek Tuan Mike," jelas Jumi saat mengerti melihat kebingungan Yasmin.
"Ooh." Yasmin pun hanya ber-oh ria dan mengikuti tarikan tangan Jumi untuk menuju ke meja makan.
"Tuan, ini Nyonya Yasmin, istri Tuan Mike."
Yasmin membungkukkan tubuhnya pada Lewis. "Yasmin, Tuan Besar."
Pria sepuh bernama Jhon Lewis S itu mengamati Yasmin, lalu tersenyum lebar mendengar panggilan dari Yasmin. "Duduklah, Yasmin. Panggil aku kakek karena kamu sekarang cucuku. Aku ingin sarapan dengan cucuku pagi ini. Maaf jika kakek tidak menghubungi kalian dulu."
"Baik, Tu-Kakek. Terima kasih."
Mike memalingkan wajahnya dari tatapan Lewis, jelas membuat Lewis semakin menatapnya. "Apa kau tak suka dengan kedatanganku, Mike?"
Yasmin pun menoleh pada Mike. Pria yang tadi malam kembali menyakitinya hanya karena semua foto. Bahkan Yasmin tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya pada pria itu karena Jumi membawanya ke kamar lain.
"Aku tidak main-main dengan ancamanmu, Mike. Kau sendiri yang menikahi Yasmin, dan aku yakin kau tidak lupa jika tidak akan ada nyonya ke dua dalam keluarga Lewis."
Terlihat Mike mengepalkan tangannya mendengar ancaman sang kakek. Mike memang tidak lupa dengan aturan itu karena selama ini Mike tidak berniat untuk menikah. Dan menikahi Yasmin hanya karena untuk melampiaskan nafsu jiwa dan raganya. Itu pula karena Mike merasa terpaksa karena ayah Yasmin tak jua bisa membayar hutang padanya.
"Tuan, sebaiknya kalian makan dulu. Takut sayurnya keburu dingin," ujar Jumi mencoba mencairkan suasana yang sejak tadi begitu mencekam.
"Ah, ya, Jumi. Aku sampai lupa pada tujuanku untuk sarapan. Baiklah, Yasmin ... makan yang banyak. Agar kamu bisa lebih kuat menghadapi suami gilamu."
Yasmin hanya menganggukkan kepala mendengar ucapan Lewis. Mike sendiri hanya acuh tak acuh mendengar ucapan itu. Seolah ucapan itu tak ada artinya.
Lewis memberikan sesuatu pada piring Yasmin. "Ini untukmu, Yasmin. Makanlah, Nak. Kakek senang sekali bisa menikmati sarapan pagi bersamamu."
Mata Yasmin kembali melirik pada Mike yang masih acuh tak acuh. "Terima kasih, Kakek. Aku juga sangat senang karena Kakek begitu baik."
"He he he, ya ya. Aku menyukaimu karena aku yakin kamu gadis baik. Percayalah, Kakek selalu ada untukmu. Jangan sungkan jika kamu memiliki masalah. Ceritakan saja sama kakek, he he."
Treng!!
Mike beranjak berdiri hendak pergi, tapi Lewis menghentikannya. "Mau kemana kau, Mike? Kau sudah berjanji untuk memperlakukan istrimu dengan baik. Kau sudah berjanji untuk tidak lagi menyakitinya. Bahkan kau pun sudah berjanji untuk segera memberikanku keturunan darimu, tapi apa? Atau kau memang ingin aku menghancurkan semua kenanganmu dengan gadis itu?"
Mata Mike merah menyala menatap Lewis. Tangannya mengepal erat mendengar ancaman sang kakek. Jika saja Lewis bukan orang yang berkuasa, mungkin Mike ingin sekali menc3kik pria sepuh itu.
Brak!!
Yasmin memejamkan matanya saat Mike menggebrak meja makan itu. Entah apa yang terjadi diantara Mike dengan kakeknya, Yasmin tidak tahu. Yasmin hanya tahu jika sang kakek mampu mengendalikan Mike dengan segala ancaman dan kekuasaannya.