Javier mengutuk dalam hati. Dia akan membunuh Algara jika pria itu tidak datang dalam lima menit. Al patut bersyukur karena dia muncul dalam menit ketiga. Karena kalau tidak, dia tidak akan bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Javier padanya.
"Kamu akan diam saja?!" Bentak Javier marah.
Al tersenyum kecut. "Baiklah nona-nona cantik," ucapnya. Tiga wanita itu langsung pasang wajah masam. Bagaimana bisa Javier menolak mereka bahkan tanpa bicara padanya. Mereka bahkan tergolong kedalam wanita kalangan atas. Sebut saja anak mentri, anak pengusaha minyak, dan anak tukang sepatu. Et, jangan salah. Maksudnya, ayahnya memiliki puluhan pabrik sepatu. That's what i mean.
"Apa Mama memaksamu Al?" Tanya Javier kesal. Dia benar-benar jengkel.
"Ayolah Vier. Apa salahnya bersenang-senang. Mereka kan cantik."
"Apa aku terlihat seperti laki-laki haus wanita dimatamu?"
"Ada apa ini?" Tanya Rachel, adik perempuan Vier. Dia baru datang dan langsung merasakan adanya ketegangan diantara Al dan Javier. Baik Al maupun Javier tidak ada yang menjawab. Tak lama kemudian seorang pria berpakaian jas lengkap muncul dan langsung duduk. Sama seperti Rachel dia juga merasakan ketegangan. Dipandanginya tiga orang itu.
"Did i miss something?" Tanyanya dengan tampang polos dan sialnya sangat tampan. Rachel mengendikkan bahu. Dia juga bertanya hal yang sama dan tidak ada jawaban.
Jadi beginilah rencananya. Acara party yang semula dirancang untuk Javier dirubah menjadi private luxury dinner. Hanya dengan cara itu Javier bersedia hadir. Karena Javier adalah tipe yang hemat waktu. Dia tidak suka menyia-nyiakan waktu hanya untuk hal yang baginya tidak berguna. Tapi tentu saja si Queen Diandra akan selalu ikut campur. Ya, seperti mendatangkan tiga wanita tadi. Al tidak sepenuhnya salah. Tapi Javier sangat membenci penghianatan. Baginya Al adalah penghianat disini karena dia merahasiakan rencana Mama. Baiklah, otak Al harus bekerja cepat. Yang harus dilakukannya adalah merubah mood Javier. Karena Javier dalam keadaan mood yang kurang baik bukanlah berita yang bagus.
"Aku melihat Melani di hotelmu kemarin Ar. Apa yang dilakukan anak Erwin Pranata itu disana?" Tanyanya. Arkan tampak tidak kaget dapat pertanyaan tiba-tiba itu. Beberapa pelayan masuk dengan membawa hidangan mewah untuk mereka.
"Memang apalagi. Aku tidak menyangka kakak tertarik kepada wanita angkuh dan sombong itu," ucap Rachel. Dia juga kaget saat tau Arkan berhubungan dengan Melani. Wanita itu adalah salah satu wanita tersombong dan terangkuh yang Rachel kenal. Wajar sih jika mengingat dia the only princess-nya Pranata.
"Kenapa tidak membawanya?"
Arkan menoleh. "Untuk apa? Memang orang luar diizinkan ikut?" Tanyanya polos. Ya, dialah Arkan. Adik Javier. Si Direktur hotel. "Rachel saja tidak membawa tunangannya," tammbah Arkan.
Rachel mengendikkan bahu. "Kenapa jadi aku? It's private dinner right. Family only. Jadi buat apa membawanya," jawabnya santai dan cuek. Al geleng-geleng kepala.
"Ah iya, aku sudah dengar. Apa aku akan bebas jika Papa masih datang ke hotel?" Tanya Arkan. Ini jelas ditujukan untuk abangnya, Javier.
"Tergantung apa tujuannya datang. Jika untuk mengawasimu aku pastikan kau akan liburan ke Maldives," jawabnya tegas.
Arkan manggut-manggut. Al terkekeh. Dia juga sudah dengar tentang hal itu. Tentu saja berita akan menyebar dengan cepat jika Diandra ikut didalamnya.
"Ini juga berlaku untukmu," sambung Javier. Rachel dan Arkan saling pandang. Sedangkan Al sudah menahan tawa. Dia yang niat menghibur malah dia yang dihibur.
"Oh ya Vier. Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan. Kenapa kamu tiba-tiba ingin bertukar posisi dengan Paman Abraham?"
Abraham adalah adik Mahesa Gomez, ayah Vier. Sebelumnya dia yang memegang G-Building Company dan Vier yang memegang perusahaan di London. Tapi tiba-tiba Vier mengganti posisinya dan dia kembali ke Indonesia. Alasannya tidak ada yang tau. Jika karena kekuasaan tentu saja tidak. Pasalnya perusahaan yang di London jauh lebih besar dari yang ini. Itupun pesat karena kerja keras seorang Javier Gomez.
"Anggap saja aku sedang rindu Indonesia," jawabnya pendek.
"Wah. Mama akan semakin gencar menjodohkan kakak," ucap Rachel.
"Dia bahkan sudah memulainya," tutur Al. Rachel dan Arkan terkekeh. Mama memang tidak berubah. Masih saja gencar memaksa Javier. Padahal Javier baru dua minggu di Indonesia. Jadi itulah alasan wajah masam Javier.
"Jika Mama masih memaksaku. Sepertinya salah satu diantara kalian harus ada yang berkorban untukku."
Rachel dan Arkan membulatkan matanya. Kenapa jadi mereka? "Mama sudah janji. Jadi bagaimanapun dia tidak akan memaksaku,” kata Arkan tenang. Mama adalah orang yang menepati janji. Jadi yang harus dilakukan sekarang adalah memastikan Vier tidak mempengaruhi Mama. That's simple.
Rachel mengangkat kedua tangannya. "Jangan jadikan aku korban. Aku baru 23 tahun dan belum ingin menikah. Aku lebih suka ikut hierarki. Yang lebih tua duluan."
"Nah Al. Kamu saja yang menikah dan berikan Mama cucu."
Rachel dan Arkan terkekeh lagi. Al menikah adalah sesuatu yang tidak mungkin. Kalaupun dia tertarik, sudah pasti tidak dalam waktu dekat. "Bibi pasti akan senang. Tapi tentu saja cucu dariku dan kalian adalah dua hal berbeda," jawabnya santai.
Sepertinya Javier sudah kehilangan akal. Tapi tentu saja tidak. Dia hanya bercanda soal itu. Jika mama punya satu ton cara untuk memaksanya, maka dia punya dua ton cara untuk membatalkannya. Dia hanya lelah. Lelah jika harus menolak wanita-wanita itu. Tentu saja akan dilakukannya dengan cara yang tidak berprikemanusiaan.
"Oh ya, dua hari lagi adalah peringatan lima tahun Sean. Apa kamu akan datang?" Tanya Al. Javier menarik nafas sebentar. "Memang aku punya alasan untuk datang?" Itu adalah pernyataan, bukan pertanyaan.
...
"Anak pintar." Risa memberikan suapan terakhir pada Kayhan. Si jagoan kecilnya sudah semakin membaik. Dan Kayhan juga sama dengannya. Bukanlah orang yang suka pilih-pilih makanan. Setelah memberinya minum obat Risa janji akan membawa Kayhan jalan-jalan sebentar. Digendongnya Kayhan kedalam pelukannya. Cuaca malam ini juga sedang bagus. Biasanya selalu hujan. Meski begitu mereka tidak akan lama, karena Kayhan sedang sakit.
"Kalau dua jerapah jatuh, berapa jerapah yang menangis?" Tanya Risa memainkan teka-teki seperti biasa.
Kayhan yang sedang memeluk leher Risa seperti berfikir. Kemudian menggeleng. "Tidak ada."
"Kenapa?"
"Karena, kata bunda, jagoan tidak boleh cengeng," jawabnya dengan mimik lucu. Risa tersenyum dan mengecup pipi Kayhan yang sudah mulai chabi lagi. Itu adalah dongeng jerapah yang selalu diceritakan Risa. Dua jerapah yang tidak menangis saat terjatuh karena mereka adalah jagoan. Juga jerapah yang tetap tegar meski satu jerapah lain harus meninggalkannya. Kak, aku merindukanmu.
"Bunda, kalau ada jerapah yang sedih, apa yang harus dilakukan jerapah yang lain?"
"Menghiburnya tentu saja. Memang kenapa sayang?"
Kayhan kemudian menunjuk seorang wanita yang duduk sendirian di dekat taman dan meminta untuk menghampirinya. "Nenek. Kenapa nenek sendirian?" Tanya Kayhan begitu sudah turun dari gendongan. Wanita itu tersenyum.
"Maaf Buk, anak saya ingin mengobrol."
Wanita itu mengangguk, kemudian mengelus pipi Kayhan. "Anak pintar. Siapa nama kamu sayang?"
"Kayhan, jagoannya bunda,” katanya. Kayhan kemudian mengambil sesuatu dari kantong baju rumah sakitnya, lalu memberikannya ke tangan wanita itu.
"Apa ini sayang?" tanyanya melihat sebuah plester.
"Kayhan tidak punya bunga. Jadi Kayhan berikan ini untuk nenek. Kalau nenek sakit, pakai ini biar cepat sehat," jelasnya dengan wajah yang lucu. Membuat wanita itu gemas.
"Panggil Diandra saja," ucap wanita itu pada Risa. Diandra kemudian berbincang sebentar dengan Kayhan sebelum memutuskan untuk kembali ke kamar. Perjalanan singkat menuju kamar digunakan Diandra untuk menanyakan tentang penyakit Kayhan, juga berapa umur Risa dan apa pekerjaannya. Begitu sampai Risa cukup kaget ternyata kamar Diandra hanya berjarak dua kamar dengan Kayhan.
"Kayhan anak pintar. Cepet sembuh ya, biar bisa menjaga Bunda." Ia ingin mencium Kayhan tapi tidak bisa. Daya tahan tubuhnya sedang tidak baik. Kayhan dan Risa kemudian kembali ke kamar. Diandra masuk dan cukup surprise melihat sudah ada tamu istimewa didalam kamarnya.
"Mama kemana saja? Kenapa keluar malam-malam?" Arkan membantu Diandra naik ke kasur.
"Cari udara segar. Mama bosan disini sendirian. Bagaimana dinner-nya?"
Arkan menghela nafas. "Berhentilah membuat rencana untuknya Ma. Tidak akan berguna. Dia baru kembali dan jangan buat dia ingin pergi lagi." Diandra mencibir. Semua anaknya sama saja. Tidak Javier tidak Arkan.
"Hai Melani, apa kabar?" Sapa Diandra pada sosok cantik yang sejak tadi diam itu. Melani tersenyum malu-malu kemudian menyerahkan bunga juga sebuah buku. Diandra berterima kasih.
"Tante tidak menyangka Arkan akan membawamu kesini," ucapnya gamblang. Jelas saja membuat Melani jadi salah tingkah. Dia juga bingung kenapa bisa ada disini bersama Arkan si dingin dan si semena-mena. Jika ditanyapun dia bingung tentang hubungan mereka. Proses menuju kesini tentu saja tidak mudah. Ada banyak hal dulu. Entah itu Arkan yang menariknya paksa atau Arkan yang menggendongnya kedalam mobil. Ah dia jadi ingat ayahnya. Pasti superdad nya itu sudah tau. Jadi dia harus menyiapkan kalimat penjelasan. Atau lebih baik dia tidur di condo malam ini? Ah, semua gara-gara si menyebalkan Arkan ini.
"Mama jagalah kesehatan dan dengarkan apa kata Vier. Atau dia benar-benar akan mengirim Rachel ke London,” kata Arkan dalam bentuk peringatan.
"Kalian ini," Diandra menghela nafas.
***