Rhea membuka mata ketika dirasa hari sudah pagi. Kembali lagi tidur di ranjang yang sama dengan seorang pria yang hanya.. hanya tidur di sampingnya. Wow, ini pertama kalinya Rhea benar-benar tidur dengan seorang pria. Tidur dalam artian yang sesungguhnya.
Seperti kemarin pagi, ketika Rhea membuka mata dia menemukan Darel sedang berdiri di depan cermin. Sedang membuat simpul dengan dasinya.
Lagi-lagi Darel menggunakan kemeja hitam.
Astaga, Rhea jadi curiga jika selama ini Darel hanya memiliki pakaian dengan warna hitam. Dia penggemar hitam yang fanatik.
“Apa kamu sudah bangun sejak tadi?”
Tidak ada jawaban. Setelah beberapa menit berlalu sekalipun Darel tetap tidak memberikan jawaban. Pria itu hanya diam saja.
Sial! Lain kali Rhea akan bangun lebih pagi. Dia tidak suka dilihat oleh orang lain sedang dalam keadaan kacau karena baru bangun tidur. Ya, meskipun sejak tadi Darel sama sekali tidak melihatnya.
Entahlah.. apa pria itu memang memiliki kelainan seksual?
Sangat disayangkan jika manusia setampan Darel mengalami kelainan seksual.
Rhea menghela napas pelan. Tidak masalah. Darel mungkin belum terbiasa dengan keberadaannya saat ini. Keadaan akan mulai berubah ketika Darel terbiasa dengannya. Mulai menerima kehadirannya.
Baiklah, sama seperti misi yang lainnya. Misi kali ini juga mungkin akan sdikit sulit.
“Aku akan segera mandi dan bersiap. Jangan meninggalkanku sendiri, aku harus turun bersamamu agar Alea tidak menyerangku lagi”
“Dia tidak akan menyerangmu lagi”
Rhea tersenyum kecil. Baiklah, setidaknya sekarang Darel mulai merespon perkataannya.
“Kamu tidak mengenal istrimu itu. Tunggu saja sebentar, aku tidak akan lama..” Kata Rhea sambil melangkah ke arah kamar mandi.
Huh, rasanya Rhea mulai terbiasa dengan warna hitam yang terus saja mendominasi ruangan. Darel sepertinya memang tidak memiliki selera lain kecuali warna gelap ini.
Mungkin juga sekarang Rhea harus mulai memakai pakaian dengan warna gelap agar terlihat serasi ketika sedang berjalan dengan Darel. Menjadi sekretaris artinya Rhea akan sangat banyak menghabiskan waktu dengan Darel. Sangat menarik untuk dilakukan..
***
Rhea berjalan pelan menuruni tangga rumah Darel. Tangan Rhea bergerak pelan untuk memastikan jika pakaian yang dia kenakan sudah rapi. Huh, kemeja merah dan rok hitam yang dia kenakan terlihat sangat pas di tubuhnya. Rhea memang sudah sering memuji keindahan tubuhnya sendiri, tapi sekarang dia memang sangat cantik sehingga memerlukan orang lain untuk memujinya sendiri. Sayangnya Darel hanya melirikkan matanya sekilas ketika Rhea berjalan di depannya tadi saat mereka masih berada di kamar.
Pria itu hanya mengangkat pandangan selama beberapa detik lalu kembali sibuk dengan ponselnya. Entah bagaimana Darel bisa tahan tidak menyentuhnya sama sekali selama dua hari ini. ya, dua hari. Mereka tidur bersama selama dua hari tapi Darel sama sekali tidak melakukan apapun. Pria itu selalu tampak sibuk dengan laptop ataupun ponselnya.
Tidak masalah. Rhea masih memiliki banyak waktu.
“Akan ada banyak sekali pekerjaan selama di kantor. Jangan membuat kerusuhan di rumah ini..”
Rhea mengernyitkan dahinya. Dia? Dia membuat kerusuhan? Oh ya ampun, Darel sepertinya membutuhkan penjelasan untuk perkara ini. sejak kemarin bukan Rhea yang membuat kerusuhan.
“Aku tidak membuat—“
“Jangan meladeni Alea. Itu akan membuat kerusuhan yang merepotkan”
Rhea menghela napas. Tidak ingin berdebat dengan Darel dan malah merusak harinya.
Dengan susah payah Rhea mandi dan bersiap sangat cepat. Itu semua agar Darel tidak menunggu terlalu lama. Tapi lihat apa yang pria ini lakukan, dia membuat Rhea jadi sedikit kesal.
Oh sial! Rhea tidak pernah merasa kesal pada pria incarannya. Darel orang pertama yang membuatnya kesal padahal mereka baru saling mengenal selama dua hari.
Rhea menghela napas. Mencoba untuk mengendalikan dirinya. Tersenyum ketika melihat Alea sudah duduk di meja makan.
Huh, wanita itu tetap sama. Duduk di sudut terjauh dari Darel.
Rhea kembali tersenyum ketika melihat Darel menarik kursinya, mempersilahkan Rhea untuk duduk di kursi yang selama dua hari ini dia gunakan.
Wow, Rhea cukup terkesan dengan apa yang Darel lakukan.
“Ada kolegaku yang ingin bertemu di kantor hari ini. Tolong kamu atur pertemuan kami, Rhea”
Dengan tangan yang terulur untuk mengambil selembar roti, Rhea menengokkan kepalanya. Tersenyum lalu mengangguk.
Bagaimanapun caranya, Rhea akan belajar untuk menjadi seorang sekretaris.
Semalam Rhea begadang hingga pukul 2 pagi untuk mempelajari bagaimana cara menggunakan laptop dan komputer. Untung saja sekarang kemajuan internet sudah sangat pesat. Rhea bisa belajar hanya dengan ponselnya saja.
“Tenang saja, aku akan mengurusnya” Kata Rhea.
“Kamu juga harus menyusun semua jadwalku, mengatur setiap pertemuan yang akan aku lakukan. Mulai hari ini semua orang yang akan bekerja sama denganku, mereka akan menghubungimu”
Rhea kembali menganggukkan kepalanya. Benar. Darel memang tidak ingin berbicara dengannya jika tidak ada Alea. Lihat saja sekarang, Darel menjelaskan semua tugasnya padahal Rhea sama sekali belum bertanya. Pria itu seakan ingin terus membuat Alea kesal dengan interaksi mereka berdua.
“Iya.. tenang saja, aku akan melakukan semua itu dengan sangat baik..”
Rhea kembali tersenyum. Matanya melirik ke ujung meja, melihat Alea yang tampak sangat tenang di ujung sama. Iya, wanita menyedihkan itu memang tampak tenang. Tapi siapa yang tahu bagaimana isi hatinya?
“Selain mengurus pertemuan bisnis, kamu juga harus mengurusku ketika di kantor. Apapun yang aku perlukan, itu adalah tanggung jawabmu..” Kata Darel lagi.
Rhea menganggukkan kepalanya. Lihatlah bagaimana suara Darel tampak sangat lembut. Pria itu memang suka bermain api. Sangat cocok dengan Rhea yang suka menyulut api. Mereka mungkin akan jadi rekan yang seimbang. Ah, andai saja Rhea tidak memiliki misi penting seperti yang selalu dia lakukan, Darel pasti akan menjadi pria yang sempurna untuk menjadi rekannya. Darel yang tampan dan menawan.
“Aku akan mengurus dirimu, Darel. Memangnya apa saja yang dibutuhkan olehmu ketika di kantor?” Rhea bertanya sambil tersenyum menggoda. Percakapan ini memang berjalan terlalu jauh, tapi tidak masalah. Rhea suka percakapan pagi yang sedikit menggoda.
Beberapa hari tidur tanpa sentuhan pria membuat Rhea sedikit merasa merindu. Dia ingin sesuatu yang jelas hanya akan dia dapatkan dari panasnya dekapan seorang pria.
“Kamu akan tahu setelah kita berada di kantor”
Rhea kembali tersenyum.
Jujur saja dalam benaknya Rhea memang memikirkan sesuatu yang kotor seperti hubungan antara bos dan sekretarisnya yang sering dia lihat di beberapa film dewasa. Bagaimana panasnya hubungan mereka ketika sedang berada di ruangan kantor. Hanya saja untuk beberapa saat ke depan Rhea masih harus bersabar. Mendapatkan Darel tidak semudah yang dia kira.
Tidak masalah, lagi pula ini baru dua hari. Rhea masih memiliki banyak waktu untuk mengubah hubungan mereka menjadi hubungan dewasa yang menggelora. Kisah penuh dengan nafsu dan dosa yang menjijikkan.
“Aku tidak sabar untuk memenuhi semua kebutuhanmu..” Rhea menjawab sambil tersenyum.
“Aku akan pergi ke dokter siang nanti, aku harap kamu memiliki waktu, Darel”
Rhea menolehkan kepalanya. Menatap Alea yang sekarang sedang melayangkan tatapan penuh permohonan pada Darel. Perempuan itu ingin memeriksakan kandungannya?
Ah, Rhea jadi ingin kejadian beberapa tahun lalu. Saat dia pergi ke dokter, memeriksa kandungannya sendirian tanpa ada yang menemani. Tersenyum sendiri ketika melihat janinnya bertumbuh dengan baik.
Sungguh, sekalipun sangat menyakitkan, Rhea tetap tidak akan melupakan pengalaman itu.
Hamil sendirian tanpa seorang suami yang mendampingi. Bahkan sampai hari ini Rhea juga tidak tahu siapa ayah dari putrinya. Hidup dalam dunia menjijikkan membuat Rhea terjebak. Sangat kotor hingga setiap orang bisa menikmati tubuhnya. Membuar Rhea tidak lagi memiliki kuasa atas dirinya sendiri. Semua orang bisa memakainya. Menanamkan benih yang tanpa mereka sadari bertumbuh di dalam tubuh Rhea.
Tidak, sekalipun itu adalah pengalaman yang cukup sulit, Rhea tidak pernah menyesali apa yang dia lakukan. Saat ini putrinya menjadi kekuatan terbesar dalam hidupnya. Rhea memiliki seseorang yang bisa dia perjuangkan. Senyum kecil yang selalu membayanginya. Membuat Rhea merasa mampu menjalani kerasnya kehidupan.
“Aku akan bertemu dengan kolega bisnisku. Aku tidak memiliki waktu..” Jawab Darel membuat Rhea menolehkan kepalanya.
Tidak, Rhea memang sanggup menjalani masa itu sendirian. Datang ke dokter sendirian dan tersenyum sendirian. Tapi entah kenapa ketika melihat senyum Alea perlahan memudar membuat Rhea merasa ada sudut hatinya yang tidak rela.
Memang ada yang salah. Hanya saja.. mungkin baru kali ini juga dia merasakan perasaan yang benar.
“Hanya sebentar saja. Melihat anakmu sendiri tidak akan membuat perusahaanmu bangkrut, Darel..”
Rhea kembali mengerjapkan matanya. Tampak sekali jika Alea kini sedang memohon pada Darel. Huh, sama saja.. semua pria memang sangat b******k. Dari yang mulai bertampang standar hingga manusia setampan dewa, mereka sama saja. Mereka b******k.
“Memang tidak. Aku juga tidak mau bertemu dengannya..”
Rhea meletakkan tangannya di samping meja. Mencoba untuk menguasai dirinya yang tiba-tiba saja terbakar amarah.
Alea memang musuhnya. Ya, setidaknya begitu keadaan kali ini. Tapi anak yang dikandung Alea, anak itu tidak tahu apapun. Dia anak tidak berdosa yang secara tidak beruntung harus hadis di keluarga tidak harmonis ini.
“Aku mohon, Darel.. kamu tidak pernah sekalipun mengantar aku ke dokter. Ini sudah bulan ke enam, seharusnya kamu mulai menerima—“
“Aku bilang tidak mau, Alea. Jangan membuat aku marah!” Darel bangkit berdiri. Pria itu tidak menyelesaikan sarapannya. Dengan tatapan permusuhan yang terlihat sangat kentara, Darel meraih pergelangan tangan Rhea. Membuat wanita itu ikut berdiri dan mulai melangkah mengikuti Darel yang terus saja menarik tangannya.
Sial! Pria b******k ini membuat Rhea harus pergi dari meja makan padahal dia belum minum air!