Part 10 - Akulah Rina

999 Words
    Aku memimpikan seorang yang bisa mengagumi kecantikanku, kemolekan tubuhku juga senyum indah yang bisa kuberikan setiap hari untuknya. Bagiku cinta adalah aliran yang mengalir indah di setiap penghujung waktu. Tak ada hal yang menyedihkan tentang cinta. Semua akan berjalan sesuai apa yang diinginkan. Begitu pun dengan impianku bersanding dengan seorang lelaki yang amat kupuja. Ingin rasanya segera kumiliki dia dalam ikatan yang amat didambakan setiap wanita.     Mas Bowo, lelaki penakluk hati. Untaian senyum yang selalu dihadirkan. Genggam tangan yang tak pernah lupa saat bersama, serta kata-kata manis penumbuh cinta berdua membuatku ingin segera merasakan secara penuh akan kasih dan sayangnya dalam sebuah ikatan pernikahan. Tak ada yang bisa menghalangi keinginanku. Siapa pun itu, bahkan papa tercintaku tak akan pernah bisa menolak itu. Hari ini aku pun mengatakan keinginanku untuk segera menikah dengan laki-laki pilihanku. Papa yang tengah menikmati secangkir kopi di taman belakang rumah. Kuhampiri dengan senyum tak lepas dari bibirku.     “Papa”     “Pagi anakku sayang” Aku mendekat duduk di samping Papa. Dengan menikmati kacang dikupas dengan penuh perhatian. Aku pun memulai pembicaraan dengan serius nan santai.      “Aku ingin segera menikah dengan mas Bowo, Pa”      “Apa kamu sudah yakin?, pikirkanlah dengan matang. Laki-laki yang mau dengan kamu sangatlah banyak, kamu setiap hari bisa bergantian jalan dengan laki-laki mana pun”       “Sudahlah Pa, jalan dengan siapa saja itu gak masalah, yang jelas Rina mau segera menikah dengan mas Bowo” Papa terdiam dengan perkataan terakhirku. Memandangku dengan seksama. Wajahnya berkelimat keheranan, merasaka anaknya sudah menentukan pilihan.      “kalau kamu menikah, berhentilah berkarir, kamu harus fokus dengan keluargamu. Apa kamu siap?”      “Pa, mas Bowo tidak melarangku untuk tetap menggeluti dunia model, jika kita sudah menikah nantinya”      “Pikirlah...kamu menikah dan nantinya akan punya anak, apa masih akan tetap berkariri di luar?”       “Aku tidak bisa meninggalkan dunia model yang telah membesarkan namaku, Pa. Aku terkenal, aku cantik, aku berprestasi. Kenapa harus aku tinggalkan jika aku bisa meraih semunya. Menikah dan karir akan berjalan beriringan”      “Jangan secepat ini memutuskan menikah, kamu dan karirmu masih cemerlang”      “Tapi aku tak bisa melepaskan mas Bowo, Pa”      “Kamu saja masih sering keluar dengan banyak lelaki”      “Tapi yang aku cinta hanya mas Bowo, dan aku ingin segera menikah dengannya. Aku harap papa tahu itu”       “Papa hanya ingin kamu berpikir dengan matang, nak. Janganlah menikah mengikuti keinginan, mengikuti hawa nafsu bahkan menikah hanya untuk kesenangan belaka. Jika itu yang kamu pikikkan, urungkan saja niatmu untuk menikah”       “Tidak, apa pun yang terjadi aku harus menikah dengan mas Bowo” Papaku tak melanjutkan perkataannya. Dia hanya diam lalu menganggukkan kepalanya. Meski sebenarnya seperti ada sesuatu yang mengganjal dipikirannya. Tapi aku tak pernah salah. Papa tak akan pernah bisa menolak keinginanku. Bagaimana tidak, jika aku tak dituruti pastilah dunia seperti kiamat. Aku dan segala keinginanku adalah prioritas utama bagi papaku. Semenjak kecil memang tak pernah kudapati papa menolak apa pun yang aku inginkan.      Rina Wulandari, nama yang melambungkan diriku di dunia modelling. Sudah hampir 10 tahun aku menikmati menjadi wanita yang tampil cantik di layar kaca maupun di atas catwalk. Hari ini dengan penuh pertimbangan aku pun benar-benar memutuskan untuk menikah dengan laki-laki yang sangat kucinta.     Pagi ini setelah mengungkapkan segala inginku pada papaku. Kubergegas untuk segera mengabari kekasih pujaanku. Ingin segera mempersiapkan segala hal untuk acara yang sangat kuagungkan. Sebuah pesta pernikahan yang akan menjadi saksi dua insan yang saling memadu kasih. Hayalanku terbang menyusuri kilau cinta yang bersemayam dalam imajinasi. Gaun pengantin yang indah menghiasi tubuhku, lelaki tampan dengan gagahnya bersanding di sampingku. Para tamu undangan menghadiri dengan senyum merekah tiada terpaksa. Alunan musik mengiringi dengan begitu merdu. Semburat kebahagiaan terpampang dengan jelas. Bunga-bunga indah menghiasi. Serta jamuan makanan siap disantap tak dapat terpisahkan dari rangkaian acara sakral penuh dengan pengharapan.     Aku tersenyum tipis. Lalu tertawa tanpa diminta. Aku berhayal seolah semua telah terjadi dihadapanku. Aku menginginkan pernikahan yang mewah, impianku.      “Jangan tertawa terus” Aku menoleh, papa sigap berdiri di samping pintu kamarku. Lalu berlalu tanpa kutanya sedikit pun. Aku pun kembali menikmati hayalan dalam penantian. ##     Terdiam dalam lamunan yang menyelimuti. Pak Kamal duduk di depan kolam renang dan terlihat telah menikmati sebatang rokok dengan pandangan yang tertuju pada air yang jernih. Pembantu perempuan yang bernama Mak Ijah itu terlihat membawakan secangkir kopi dan tahu goreng. Disajikan di meja tepat di depan Pak Kamal, Papa Rina.      “Monggo pak”      “Iya Mak” Mak Ijah tak langsung pergi begitu saja, dia melamat diam-diam wajah tuannya, seperti ada beban yang sedang dipikirkan. Mak Ijah yang bekerja sebagai asisten rumah tangga lebih dari 28 tahun, dia pun mengetahui bila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan isi hatinya. Dengan mengumpulkan keberanian, Mak Ijah pun membuka pembicaraan        “Ngapunten Pak, apa ada sesuatu yang bapak pikirkan?”         “Iya, Mak” Wajah Pak Kamal seperti tertekuk layu. Berdiam sejenak lalu seperti mengatur napas untuk merangkai kata. Menatap kembali mata mak Ijah penuh kebimbangan. Pak Kamal pun mulai membuka jawaban akan sesuatu yang membelenggu di pikirannya.       “Rina ingin menikah, Mak” Mak Ijah tersenyum, akan tetapi senyum itu berubah getir saat melihat wajah Pak Kamal masam tanpa alasan yang belum diketahui Mak Ijah. Pak Kamal lalu melanjutkan kata-kata yang tersimpan erat dalam hatinya.        “Aku tak sanggup bila rahasia ini harus segera terbongkar, Mak” Mak Ijah menatap langit biru cerah dan pikirannya melambung tinggi. Mak Ijah memutar otaknya, berpikir keras dengan apa yang Pak Kamal katakan. Mak Ijah terus berusaha mencari jawaban dari perkataan majikannya itu. Akan tetapi dia masih belum bisa menembus apa maksud ucapan yang didengarnya.       “Saya bingung dengan apa yang Bapak katakan”       “Mak, kamu pasti tahu siapa Rina kecil” Perkataan itu menjadi penutup pembicaraan Mak Ijah dan Pak Kamal. Cerahnya awan seolah berubah menjadi mendung tanpa petir yang mengiringi. Pak Kamal berlalu dari pandangan. Sedang Mak Ijah tertunduk dengan nampan yang masih dipegangnya. Mulutnya terkunci. Matanya hanya fokus ke bawah. Pikirannya mulai menjurus dengan apa yang diomongkan majikannya. Mak Ijah tahu persih siapa Rina kecil, Mak Ijah adalah salah satu saksi akan kehidupan keluarga Pak Kamal Jaya Negara, seorang polisi militer yang penuh dengan lika-liku. Inilah saat yang akan membuat pak Kamal berpikir keras, demi sebuah rahasia yang berpuluh tahun tertutup rapat, tiada yang tahu. Hanya mak Ijahlah saksi dari sebuah rahasia yang tersimpan erat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD