Hari berlalu dengan segala kesedihan yang ada, hampir satu minggu Rana tak ada kabar rimbanya. Si Mbah tak henti terus saja menangis dalam harapan semu. Kerinduan pada Rana tak terbendung. Dipandaginya foto cucunya yang tertempel di tembok kayu dengan seksama. Si Mbah pun terlihat begitu kurus, raut wajanya menandakan duka yang begitu mendalam. Pencarian tentang cucunya masih saja belum menemukan titik terang. “Nduk...kamu di mana?” Si Mbah terus saja bertanya saat di dekapnya foto Rana yang telah diambil dari tembok kayu itu. Guratan harapan tumbuh dalam setiap tetes air mata yang selalu mengiringi kegundahan jiwanya. Si Mbah dalam kepiluan yang tiada berujung. Pagi itu suasana mendung menyelimuti kampung. Semenjak Rana hilang, si Mbah selalu absen tak berjualan kue onde-onde di