Andai itu terjadi

1848 Words
Maaf, ya, Guys, karena ini naskah lama, banyak kesalahanku dalam menulis, semoga di maklumi, ya. Aku nanti revisi. . . Akhir pekan tiba, Maureen dan Adeline sudah ada di Hotel di mana acara Launching produk baru dan juga peresmian bisnis baru Yann dengan perusahaan asing. Sampai di aula hotel, Maureen menjadi bahan perhatian karena begitu cantik dan terlihat anggun dengan gaun yang ia pakai, rambutnya ia ikat rapi, terlihat sangat menawan dan menarik ketika orang lain tak berkedip. Maureen berdiri di dekat meja bundar dengan menikmati Wine yang telah ada di meja. "Maureen!" Suara seorang pria membuatnya menoleh. Maureen melotot tak percaya melihat pria yang sedang menghampirinya di susul dengan senyum manisnya. "Willy? Ya ampun Wil, apa kabar kamu? Kamu willy kan?" tanya Maureen, mereka saling mengecup pipi kanan dan kiri. "Aku baik seperti yang kamu lihat" "Dasar ya, kenapa kamu balik ke Canada tanpa mengabariku? Aku dan Adeline kan bisa menjemputmu jika kamu kembali" "Tidak perlu, aku juga hanya mau memberikan kejutan buat kamu" Ucap Willy "Ya ampun Willy, aku mencarimu kemana-mana ternyata kamu muncul tiba-tiba " Adeline menghampiri kedua sahabatnya itu. "Kalian sudah bertemu?", tanya Adeline. "Adeline, kamu sudah tau Willy kembali ke Canada?" "Dia pria yang akan ku kenalkan sama kamu Maureen" ujar Adeline membuat Maureen terdiam sejenak lalu tertawa kecil. "Jangan bercanda Adeline, Willy sudah ku anggap seperti keluarga sendiri dan kita sudah lama berteman, kita bertiga sudah lama berteman dan aku tak menginginkan ada perasaan lain di antara persahabatan kita" ujar Maureen. "Kalian berbicaralah, aku harus menemani Yann menyambut para tamu" Adeline beranjak meninggalkan kedua temannya itu. "Aku kembali ke Canada bukan untuk menjadi temanmu Maureen" ujar Willy membuat Maureen salah tingkah. "Terus?" "Aku ingin membahagiakanmu, itu saja" "Jangan becanda Wil, kamu sendiri sudah tau bagaimana perasaanku sejak dulu sama kamu" ujar Maureen tak habis pikir jika ternyata sahabatnya itu belum juga menyerah mendapatkannya. "Aku tau mungkin pria itu masih di hatimu, tapi biarkan hatimu sedikit terbuka untuk orang lain, jangan biarkan masa lalumu mengekang dan mengurungmu Maureen" Ujar Willy yang memang sejak dulu menyukai Maureen. "Wil, aku menganggapmu sebagai keluargaku, kamu, Gretta dan Adeline sama Wil, aku tak pernah memiliki perasaan lebih dari seorang teman" Di kejauhan Green melihat pertemuan Maureen dan Willy, Green menatap tajam penuh kebencian ke arah Maureen, hal yang selalu ia benci adalah melihat Maureen bersama Willy. Itu menyakitkan setiap kali melihatnya dan hatinya serasa akan meledak melihatnya. "Ada apa Green?" Tanya Adeline. "Kapan Willy kembali?" "Dari pagi tadi, kenapa?" "Kenapa kamu tak mengabariku Adeline?" "Kenapa aku harus mengabarimu Green? Bukan,kah kamu tidak lagi menganggapku teman begitupun dengan Maureen? Kita tak seakrab dulu itu saling mengabari kan?" "Jangan seperti itu padaku, Adeline" "Terus aku harus bagaimana? Aku beritau Padamu Green selama ini kamu lah yang sangat berlebihan, 12 tahun berlalu dan kamu masih saja seperti ini, bukankah kamu terlihat sangat berlebihan? Walaupun kamu membenci Maureen tapi dia tak rugi apa-apa Green dan persoalan Willy, pria itu mencintai Maureen, kamu pun tau itu, apa Maureen patut di salahkan dalam hal ini? Sedangkan dia sendiri tak suka pada Willy? Dan malam ini, Willy lagi-lagi mengutarakan perasaannya pada Maureen" ujar Adeline sambil melihat ke arah Maureen dan Willy yang sedang mengobrol begitupun dengan Green. "Kenapa kamu hanya membela Maureen, Adeline.? Kenapa? Kenapa kamu tak pernah mau tau bagaimana sakitnya aku 12 tahun ini? Aku menderita Adeline" "Kamu menderita karena Kebencianmu Green, bukan karena Maureen" "Kamu memang tidak pernah memihakku, Adeline" "Aku tak pernah memihak siapapun Green, dalam hal ini, sebenarnya kamu hanya terlalu berlebihan, Kesalahfahamanmu itu membuat kita semakin jauh dari kamu Green dan satu jangan pernah memaksakan perasaan seseorang, karena itu akan lebih menyakitimu daripada sekarang aku permisi... " Adeline melangkah meninggalkan Green sendirian, Green Menitihkan air mata mendengar perkataan Adeline. Green lagi- lagi menatap keseruan pertemuan Maureen dan juga Willy. "Aku akan selalu menunggu jawabanmu Maureen, tentu kapanpun aku akan menunggu, aku tak menuntut agar kamu mau menerimaku, tapi setidaknya berbahagialah jika kamu mau aku pergi" ujar Willy. "Mohon perhatiannya" Yann berbicara melalui Mic, membuat para tamunya menghadap padanya. "Sebelum saya memperkenalkan seseorang, izinkan saya mengucapkan rasa terima kasih saya yang sebesar-besarnya karena kalian semua sudah mau menyempatkan diri untuk hadir dalam acara Launching produk baru saya yang akan masuk ke penjuru pasar asing di setiap negara. Sungguh menjadi kebahagiaan saya melihat kalian semua hadir disini meramaikan acara ini" suara sorakan tepuk tangan terdengar. "Saya juga akan memperkenalkan seseorang... Partner kerja saya, kami akan sama-sama melakukan bisnis antar dalam dan luar Negeri, beliau seseorang yang membantu saya dari kejauhan, beliau pula yang memberikan investasi besar untuk peluncuran dan launching produk ini, beliau juga adalah seorang pengusaha dan CEO Leandro Corp dan beliau baru saja tiba dari Spanyol, kita smabut dengan tepuk tangan", ujar Yann membuat semuanya bersorak dan bertepuk tangan. Seorang pria naik keatas panggung, menyapa semua tamu yang datang, ketika mendengar Leandro Corp, Maureen langsung membulatkan matanya penuh, melihat ke arah Yann yang sedang di atas panggung. Seorang pria pun sudah berdiri di Samping Yann begitu gagah dan mempesona, semua orang begitu berisik, ada yang berbisik, Saling bertanya-tanya siapa kah pria itu? "Perkenalkan, nama saya, Arthur Max Leandro, saya adalah CEO Leandro Corp yang akan memulai bisnis baru dengan Tn Halleyer" Arthur menundukkan kepala memperkenalkan dirinya kepada semua tamu undangan disambut dengan sorakan tepuk tangan semua tamu, Maureen tak bergeming sama sekali, tubuhnya seakan tak bisa bergerak terasa kakuh, darahnya seakan berhenti mengalir, bernafaspun sangat susah. "Maureen, bukan kah dia Arthur?" tanya Adeline yang sama terkejutnya ketika melihat pria yang tak pernah terkabar kini ada di depan mata. Maureen tak menjawab pertanyaan Adeline, mengeluarkan suara pun sangat susah baginya, ia memilih diam, Willy menatap Maureen, Willy tau siapa pria itu, tentu saja mereka dulu nya berteman akrab karena hubungan bahagia Maureen dan Arthur. Arthur tak sengaja melihat sosok wanita yang kini membuat matanya pun membulat, Sosok wanita yang juga sedang menatapnya, wanita tercantik, anggun dan menawan Itu adalah Maureen, Arthur hampir saja kehilangan kestabilan tubuhnya, Maureen hampir saja jatuh dari Berdirinya saat ini, darahnya berhenti mengalir, matanya ingin mengeluarkan air mata, rasanya tubuhnya menghangat, tatapan indah yang sangat ia rindukan kini berdiri di hadapannya, tapi di satu sisi ia membenci wanita itu karena sudah mengingkari janjinya. "Daddy!" Suara seorang anak kecil membuyarkan Tatapan dan Lamunan Maureen. Maureen berjalan meninggalkan keramaian, keramaian yang kini membuatnya merasa pusing, kepalanya kleyengan, Willy menyusulnya. "Kamu tidak apa-apa Maureen?" Tanya Willy. "Aku tak apa-apa Willy" "Aku akan mengantarmu pulang" Willy membantu Maureen berjalan dan Adeline menyusulnya dari belakang, Arthur melihat Willy merangkul bahu mantan kekasihnya itu, Arthur merasa dunianya kembali ketika melihat wanita yang benar-benar ia rindukan, ia tak menyangka di hari pertamanya di Canada, ia bertemu dengan wanita yang memang ingin sekali ia temui, Ternyata tuhan mempermudah jalannya untuk menemui Maureen. tapi kebencian itu tetap ada, hanya ada kebencian walaupun ia merindukan segalanya. Dunia yang dulunya terasa mati kini hidup kembali, kehidupan Arthur kembali. Pedro berbisik dan menyuruh Arthur untuk turun dari panggung, Celine sudah mengantuk dan mansions tempat mereka akan tinggal sudah di benahi, kini mereka bisa kembali. # "Dia sudah menikah Maureen" ujar Adeline di dalam mobil, karena kini mereka masih dalam perjalanan menuju apartemen Maureen. "Diamlah Adeline" Ujar Willy. "Baiklah" Maureen masih menutup matanya sambil memijat pelipis matanya. Perasaannya benar-benar runtuh. Semua orang menganggapnya kuat tapi hari ini ia rapuh, benar-benar rapuh. 12 tahun bukan waktu yang singkat tapi Sosok Arthur masih sama persis dengan yang dulu, bedanya dia sudah memiliki keluarga. Arthur seharusnya memahami bahwa menjalin hubungan dengan Maureen yang pernah menorehkan luka memberikan banyak pelajaran berharga. Watak diri sendiri pun sanggup terbaca secara sempurna. Selain itu, Arthur mendapat pelajaran lainnya dia jadi memahami karakter wanita seperti apa yang sanggup menjadi pasangan sepadan untuknnya di masa depan walaupun Gretta sudah pernah menjadi bagian dari hidupnya dan memberikan seorang putri yang sangat cantik seperti Celine. # Flashback ON "Ada apa sayang? Makanlah? Kenapa sejak semalam kamu terus berdiam diri?" Tanya Arthur. "Kita Putus" ujar Maureen dengan menutup matanya. "Ada apa sayang? Putus? Jangan bercanda sayang" ujar Arthur dengan senyum tampannya. "Aku tidak bercanda, kita lebih baik putus" "Tapi kenapa? Apa alasannya?" "Aku tidak tahan hidup seperti ini" Hati Maureen terasa ingin meledak, kebohongan macam apa yang sedang ia mainkan saat ini, bosan? Semuanya tidak membosankan tapi menyenangkan, Hanya saja Maureen berpikir ini adalah cara yang baik untuk berpisah dengan Arthur dan melakukan apa yang di Inginkan keluarga Leandro. Arthur menatap Maureen dengan penuh pertanyaan, Ada apa ? Dan kenapa Maureen begitu gugup ketika mengatakannya. "Ada apa sayang? Kenapa tiba-tiba kamu mengatakan hal itu? Ada apa? Aku rasa ada hal aneh yang terjadi" Ujar Maureen Dengan memicingkan mata menyelidiki. "Aku benar benar ingin putus, maafkan aku" "Tatap mataku Maureen, seseorang yang menundukkan kepala tak berani menatap artinya seseorang itu benar benar menyembunyikan sesuatu" "Aku__" "Aunty Ambrela menemuimu?" "Bukan" jawab Maureen dengan gugup. "Kenapa kamu semudah itu goyah? Bukankah aku selalu mengatakan jangan pernah goyah walaupun keluargaku menemuimu, kamu benar-benar diam Maureen, itu artinya benar aunty Ambrela menemuimu" Maureen gemetar, Arthur benar- benar mengetahui apa isi kepalanya, Maureen bingung harus bagaimana, ia tak tau jika semuanya akan seperti ini, ia berniat berpisah dengan baik-baik tapi ternyata tak akan semudah itu. "Aku akan menemuinya, beraninya dia menyuruhmu meninggalkanku, ingat Sayang, aku sudah pernah mengatakannya padamu, aku tak akan pernah meninggalkanmu apapun yang terjadi, aku ada disini, Aku tak akan pernah meninggalkanmu sendirian" Ujar Arthur "Maafkan aku, Tapi__" "Besok kita akan menikah" Maureen mendongak melihat Arthur dengan kemarahannya. "Apa? Jangan memutuskan sesuatu dalam keadaan Emosi Arthur" "Aku ingin menikahimu karena aku takut kehilangan kamu, Aku benar-benar takut, jadi kita akan menikah besok, aku akan melindungimu dari apapun" "Tapi__" "Please Maureen, jangan mengatakan apapun, apalagi menolaknya" "Maukah kamu menikah denganku Maureen Marins?" Tanya Arthur dengan tatapan matanya yang benar benar menarik. Maureen mengangguk. Arthur membuka cincin yang ia pakai dan menyematkannya di tangan sang belahan jiwa, mereka berpelukan. "Kamu harus janji untuk tidak goyah, jangan pernah meninggalkanku sayang, aku mencintaimu, aku tak mungkin bisa hidup tanpamu" Maureen lalu terbayang dengan perkataan Ambrela. "Arthur akan kehilangan semuanya jika dia lebih Memilih kamu daripada keluarganya" Kata kata itu benar benar mengusiknya. "Ada apa?" Tanya Arthur. "Aku akan ke kamar dulu" Maureen beranjak dan Menuju lantai atas. Arthur mengangguk. # Esok paginya Arthur telah menunggu Maureen di Gereja, Maureen masih di ruang ganti sedang berdandan secantik mungkin, walaupun hanya ada Willy, Pedro, Adeline dan Green, mereka yang menjadi saksi pernikahan kedua sahabat mereka, walaupun begitu mereka sangat bahagia. Kini mereka berempat sedang menatap Arthur yang sedang dengan wajah gugupnya sesekali tertawa melihat tingkah Arthur. Di detik kemudian pendeta sudah Di atas mimbar. "Kita mulai pernikahannya, Panggil pengantin wanita nya" Ujar Pendeta. Adeline dan Green bangkit dari duduknya dan menuju Ruang ganti untuk menjemput Maureen, ketika Adeline dan Green membuka pintu, Maureen sudah tak terlihat, Adeline juga Green saling menatap. "Maureen, keluarlah" panggil Green. "Maureen!" "Dimana kamu Maureen? Pendeta sudah datang" Adeline dan Green membuka semua pintu ruangan. Tiba-tiba Sebuah kertas berada di Atas Meja. "Ada apa?" Tanya Pedro dan Willy. "Maureen Pergi" jawab Adeline. "Apa? Pergi?" "Kenapa Maureen lama sekali? Pendeta sudah Menunggu lama!" Tanya Arthur. "Ada apa? Kalian kenapa dan Maureen mana?" "Dia__" "Dia pergi Arthur" Jawab Pedro. "Tidak mungkin" Adeline menyerahkan surat yang ia dapat di Atas meja. Arthur mengambilnya dan membacanya. - Arthur, aku minta maaf karena harus pergi tanpa mengatakan apapun, kita tak mungkin bersama walaupun kita Menikah, maafkan aku karena melakukan ini, aku tak mau kamu kehilangan segalanya hanya karena memilih aku, berdamailah dengan keluargamu, aku mohon, jangan pernah membantah apa kata keluargamu, aku melakukan ini karena tak mungkin berpisah dengan cara seperti Semalam Arthur,, Berbahagialah_ From. Maureen Marins! Arthur berteriak, membuat suara gemah di gereja tempatnya seharusnya menikah dengan wanita yang ia cintai. "Kamu tega meninggalkanku Maureen, kamu tega" Ujar Arthur dengan tangisannya. Ia menangis tersenduh-senduh, sulit di percaya pengantin pria di tinggalkan oleh pengantin wanitanya. Flashback Off.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD