Mamih dan Clara

1023 Words
Kehamilan pertamaku ini benar-benar bukanlah kehamilan yang mudah. Aku mengalami mabok hamil yang begitu parah, berat badanku menukik tajam, padahal berat badanku ini baru saja mulai bertambah pasca selesai pengobatan kemarin. Setelah pulang dari rumah sakit, dokter memintaku untuk bedrest, sama sekali tidak boleh turun dari tempat tidur apalagi melakukan segala macam aktifitas. Setelah Mas Doni berangkat ke kantor di pagi hari, ada teh Asih yang menemani sambil mengerjakan semua pekerjaan rumah. Siang harinya teh Asih pulang setelah pekerjaannya telah selesai dilanjtkan ada ayah yang datang untuk menemani aku sampai Mas Doni pulang. Ayah sudah tidak lagi narik angkot, ia diminta istirahat dirumah oleh Rani. Sedangkan ibu, aku sama sekali belum bertemu dengannya. Setelah waktu itu Mas Doni memintanya untuk menemaniku dirumah sakit, ibu hanya satu kali menelpon menanyakan keadaanku dan meminta maaf karena tidak bisa menemani. Setelahnya tidak ada kabar lagi darinya. Pulang dari rumah sakit aku merasa lebih baik. Aku jauh lebih segar, pusing dan mual pun tak begitu parah rasanya. Sayangnya keadaan itu tidak berlangsung lama, beberapa hari setelahnya badan kembali drop, tetapi kali itu aku bertekad––aku harus kuat. Aku tidak ingin mudah roboh dan kembali berakhir di rumah sakit. "Dek, kamu harus semangat dong, jangan kaya gini terus! Aku tahu sih kalau wanita yang sedang hamil muda itu wajar mengalami mabok hamil, tetapi masa sih segininya? rasanya maboknya kamu ini parah banget deh." Mas Doni terlihat mulai jenuh dengan keadaanku. Malam itu, sebelum kami berdua pergi tidur Mas Doni sedikit ketus padaku, nada bicaranya tidak seperti biasanya yang selalu berusaha lembut. "Iya, mas, maaf yah! Maafin aku karena aku sungguh merepotkan." Ada sedikit bulir bening diujung mata yang berusaha aku tahan. " Aku juga bingung kenapa kehamilan ini sungguh membuatku kepayahan." Suaraku bergetar, rasanya sungguh sesak seperti ada ganjalan besar di tenggorokanku, tetapi aku berusaha untuk tetap tenang. Aku tidak tahu mengapa Mas Doni mendadak bersikap ketus begini, perkataannya tadi benar-benar membuatku sesak. Apa mungkin dia berpikir kondisi aku sekarang ini diada-ada? "Bukannya maksud untuk membandingkan sih dek, tetapi dulu saat mama-nya Clara hamil Clara, dia juga mabok hamil tetapi tidak separah ini." Mas Doni masih saja berseloroh tanpa melihat kearahku. Dia tak menyadari bahwa bulir-bulir bening itu sudah jatuh satu persatu. Aku berusaha untuk tak terbawa perasaan, aku tidak ingin ini merobohkan pertahananku. Aku berusaha untuk berpikir positif, mungkin Mas Doni sedang lelah dengan pekerjaannya ditambah keadaanku yang mungkin juga membuatnya bertambah lelah sehingga dia tak dapat mencerna omongannya itu melukai atau tidak. "Mas, tadi belum cerita. Kenapa Mas sampai dirumahnya telat?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan agar tak lagi mendengar perkataan yang mungkin akan tambah menyakitkan. "Tadi Mas mampir dulu ke rumah mamih. Ngajak mamih nginep disini, biar bisa sekalian nemenin kamu pas mas lagi di kantor." Nada bicara Mas Doni mulai terdengan biasa." Kasiah ayah kalau setiap hati harus bolak-balik kesini." Lanjutnya. Jadi tadi Mas Doni mampir dulu ke rumah mamih. Kenapa dia tak mengabariku ya? biasanya yang sudah-sudah jika dia mau ke rumah mamih, pasti memberi tahu atau memilih pulang dulu untuk mengajaku. "Tapi kok Mas pulang sendiri? Mamih nggak mau ikut?" "Kata mamih, besok saja menginapnya. Hari ini dia tidak bisa karena ada acara dengan teman-teman Arisannya." Mertuaku itu memang aktif meski usianya sudah sangat sepuh. Pergaulannya pun masih cukup luas. Berbanding terbalik dengan aku menantunya, padahal usiaku masih sangat muda tapi aku tidak suka bergaul dengan banyak orang. Aku lebih senang hidup damai menyendiri, selain itu karena aku tidaklah pandai bersosialisi. *** Sore itu Mas Doni pulang kerumah setelah lebih dahulu menjemput mamih dan Clara. Mulai malam ini mereka akan tinggal bersama kami sampai keadaanku dirasa membaik. "Sini, mih! Koper-kopernya biar Tari yang bawa masuk ke kamar." Aku mengulurkan tangan untuk meraih koper yang sedang mamih tarik. "Sudah tidak usah, biar nanti Clara yang bawa masuk ke dalam kamar. Kamu jangan bawa-bawa barang berat dulu." Mamih mencegah tanganku meraih pegangan koper miliknya. Tapi mendengar larangan mamih malah membuat aku merasa senang. Entah mengapa itu terdengar seperti suatu perhatian mamih kepadaku. "Nggak apa-apa kok, mih. Kopernya kan nggak aku angkat cuma aku tarik aja." "Sudah, dengarkan mamih! Biar Clara yang bawa." Mamih masih melarangku. " Sayang, ini bawa koper Oma ke dalam ya." Mamih menyodorkan kopernya untuk dibawa oleh Clara. "Iya, Tante. Biarin aja, kopernya biar Clara yang bawa." Dengan cepat Clara meraih koper yang disodorkan oleh Oma-nya itu. Karena aku tetap tidak diizinkan untuk membawakan koper itu, akhirnya aku membiarkan Clara membawanya ke dalam kamar. Sampai detik ini Clara memang masih memanggilku dengan sebutan tante. Sebenarnya Mas Doni pernah meminta anak sambungku itu untuk memanggil aku dengan sebutan bunda atau ibu. Tetapi Clara tidak pernah melakukannya, akhirnya aku meminta Mas Doni untuk membiarkannya ––Membiarkan Clara memanggilku dengan sebutan yang nyaman untuknya. Sejatinya Clara adalah anak yang baik, dia hanya sedikit manja dan cuek. Anak itu tidak pernah terlalu perduli dengan lingkungan sekitarnya, dia selalu fokus dengan dunianya sendiri. Itu jugalah yang membuatnya sedikit cuek kepadaku, sehingga membuat kedekatan antara kita berdua cukup sulit untuk diciptakan. Diantara semua cucu-cucu mamih yang begitu banyak, Clara-lah cucu kesayangannya. Mamih bisa dipisahkan dengan semua anaknya tetapi tidak dengan Clara. Kata kak Lia, istri kakak iparku yang juga menantu dikeluarga itu, bahwa Mamih-lah yang merawat dan menjaga Clara sejak bayi merah. Saat Clara lahir, Mas Doni dan mantan istrinya sama-sama sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, nyaris tidak pernah ada dirumah. Mamih yang sangat menyayangi anak bungsunya itu membuat ia pun sangat menyayangi anak dari anak bungsunya itu. Ketika pada kenyataan menantu perempuannya itu tidak memiliki waktu untuk cucunya, akhirnya dia-lah yang mencoba mengisi posisi itu. memberikan waktu dan perhatian yang Clara kurang dapatkan dari mamah-ya. Clara sangat sayang pada oma-nya itu, begitu pun sebaliknya. Tetapi Clara juga sangat menyayangi mamah-nya, dia sangat terlihat berbeda jika sedang bersama mamah-nya. Garis wajah Clara sangat terlihat ceria dan gembira jika sedang bersama wanita yang telah melahirkannya itu. Clara terlihat sangat bersemangat dan terlihat sangat mengagumi wanita itu. Berbeda dengan Clara yang cuek dan manja bila sedang bersama oma dan papa-nya. Aku sama sekali tidak pernah bermaksud menggantikan posisi mamah-nya Clara di hati anak yang mulai menginjak remaja itu. Aku hanya berharap suatu hari nanti kita dapat menjadi sahabat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD