Menuju Pernikahan

1459 Words
Ayenara sudah duduk dengan raut serius di balik meja kerjanya. Ia harus segera menyelesaikan sebuah novel yang sedang digarapnya di salah satu platform online. Novel itu membahas tentang kehidupan seorang wanita yang berupaya untuk berhijrah dari masa lalunya yang kelam. Sejak pertama kali rilis, novel itu mendapat sambutan baik dari pembaca. Hingga akhirnya menarik perhatian pihak platform untuk menerbitkan buku itu dalam bentuk fisik. Tapi semuanya tertunda bertepatan dengan acara pernikahannya--yang nahasnya batal--sehingga membuat mood-nya ambyar dan butuh waktu lebih lama untuk kembali fokus mengerjakan proyek itu. Kurang lebih satu jam Ay berkutat dengan tulisannya. Mencurahkan segenap hati dan pikirannya agar tulisan yang ia publikasikan nantinya benar-benar merasuk ke dalam hati pembaca dan mampu memberikan efek positif bagi mereka. Bukankah sesuatu yang datang dari hati akan sampai ke hati pula? Dan itulah prinsip yang dipegang Ay selama menulis. Maka, ketika mood sedang buruk, ia memilih untuk menunda dulu tulisannya untuk menjaga feel-nya tetap dapat. Ia tersenyum simpul setelah menyelesaikan satu bab. Lantas membuka akun sosial medianya. Dengan menggunakan nama pena Delicious Saga, baik untuk seluruh karya tulis maupun media sosialnya, ia merasa bebas berekspresi tanpa ada yang mengetahui siapa identitasnya, apakah dia seorang pria atau wanita. Ia pun mulai mengetik-- “Saat engkau telah memutuskan untuk meninggalkan sesuatu yang pernah menjadi bagian hidupmu, lantas naik dalam bahtera untuk bertolak, saat itulah kehidupanmu yang sesungguhnya dimulai.” The Foreign Passenger. "We'll be back to night, just standby." Tak menunggu lama, status terbaru Delicious Saga itu pun mulai dibanjiri komentar. "Alhamdulillah, akhirnya novel kesukaan aku update lagi." "Senang bisa lanjut baca lagi, sehat-sehat, Kak." "Apa kabar, Thor? Ke mana aja selama ini?" Dan masih banyak lagi komentar-komentar lain yang seakan tidak pernah putus. Ay tersenyum senang membacanya, seolah sedang mendengarkan langsung para komentator itu berbicara padanya. Ia tidak membalas, tetapi menyimak semuanya dengan hati berdentam-dentam penuh semangat. Lantas ponselnya berdering, telepon masuk dari Zizi membuatnya semakin lebar mengulas senyum. "Assalamu'alaikum," jawabnya santai. "Wa'alaikumsalam. Eleuh, yang sudah bisa nulis lagi. Selamat ya, aku seneng kamu udah bisa move on. Tamatin dong novel kamu, penasaran," ujar Zizi dengan suara manjanya. "Namatin mah gampang, yang susah itu way to the end. Nanti kalo aku mau tamatin kamu pasti bilang, 'jangan ditamatin dong, tambahin babnya yang panjang-panjang'." Ay berbicara sambil memanyunkan bibirnya dengan gemas. Terdengar tawa berderai dari seberang. "Ya, begitulah netizen. BTW ada kabar terbaru apa, Bu?" Ay berpikir sejenak. Sudah hampir seminggu dari acara lamaran mendadak keluarga Marcell Leone tempo hari, tapi Ay belum terpikirkan untuk menceritakannya pada Zizi. Entahlah. Ia masih belum yakin jika kenyataan itu sebentar lagi akan merenggut kehidupannya. Dan ia masih berharap akan ada sebuah keajaiban yang membatalkan semua rencana itu. "Menurutmu?" Ay menjawab malas. "Ya, kali aja udah ada pengganti, makanya bisa move on." Di sela jawabannya terdengar suara ribut-ribut di seberang, mungkin Zizi sedang sibuk meeting, dan sempat-sempatnya menelepon? Yeah, Zizi memang benar, Ay sudah bisa move on dan sudah punya pengganti. Insting seorang Zizi memang cukup tajam. "That's the problem. Penggantinya is Marcell Leone, favorit kamu." Terdengar kekehan dari seberang, pastinya Zizi tidak menganggap serius ucapan sahabatnya. Ay tidak ambil pusing dengan itu. "Amin aja, deh. Semoga memang dia jodoh kamu," ucap Zizi masih dengan iringan tawa. "No, Zizi! He's not my type of husband, but he has become my candidate!" Ay berseru lantang. "What? Serius?!!!" "Iya. Sudah hampir seminggu acara lamarannya. Tapi aku masih belum yakin. This is verry-verry impossible!" "Kenapa nggak pernah cerita?!" *** Setidaknya, antusiasme para pembaca tulisannya membuat Ay sedikit banyak memiliki semangat untuk menjalani hari. Ia sama sekali belum mempersiapkan apa pun untuk pernikahannya dengan Marcell, padahal hari-H tinggal tiga hari lagi. Ia juga sama sekali tidak pernah bertemu dengan calon suaminya. So, ini benar-benar membuat Ay tidak bisa menerka-nerka akan seperti apa kehidupannya pascamenikah nanti. Well, sore itu ia dan Zizi pergi berbelanja ke sebuah mall terbesar di ibukota. Alih-alih belanja keperluan pernikahan, tujuan Ay sebenarnya hanya ingin cuci mata dan mengusir kegelisahannya sendiri. "Jadi, mau belanja apa aja? Gaun pernikahan kamu gimana?" Zizi memulai percakapan setelah tiba di lantai lima, tempat perlengkapan wanita paling lengkap. "Pakai yang lalu aja. Aku cuma mau beli beberapa kosmetik," jawab Ay santai. "Ay?!" Zizi menahan lengan Ay yang hendak masuk ke sebuah toko kosmetik. "Ini pernikahan kamu, sekali seumur hidup. Positif tinking aja, semoga ini pernikahan yang membawa kebaikan buat kamu dan rumah tangga kamu nantinya. Mungkin Marcell tampak begitu di luarnya, tapi siapa yang tau dalam hatinya? Kita nggak boleh menilai sesuatu dari luarnya saja." Ay menatap sahabatnya intens, mencari sesuatu yang bisa membuatnya percaya dengan apa yang dikatakan Zizi. "So, wedding dress kamu, aku yang siapkan. Udah punya MUA?" Ay menggeleng, karena memang ia tidak menyiapkan apa pun. "Oke, I'll prepare all of your appearance needs. Sekarang kita ke butik aku, kita fitting dan milih MUA yang cocok." Tanpa menunda waktu lagi, Zizi segera menyeret lengan Ay menuju lift. Acara belanja dibatalkan. *** Tiba di rumah waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 malam. Kedua orang tua Ayenara sudah menunggunya di meja makan. Ay pun langsung bergabung bersama mereka untuk bersantap malam. "Ay," ucap Sisilia dengan senyum semringah. "Mama udah kontak butik dan MUA langganan keluarga, mereka yang…." "Nggak usah, Ma. Zizi yang urus semuanya, tadi udah fitting sama cocok-cocokin MUA." Ay memotong ucapan ibunya. Sisilia dan Chicco saling berpandangan. "Oke, bagus kalo kamu udah punya persiapan. Kamu cukup fokus sama dua hal itu saja, yang lain-lainnya biar mama yang urus," tukas Sisilia, senyumnya semakin lebar. Ay menyendok makanan di piringnya. Masih banyak hal yang terasa mengganjal. Semenjak prosesi lamaran sampai hampir tiba waktu pernikahan, hanya beberapa kali mereka membahas masalah itu. Ayenara terlanjur malas membicarakannya. "Ma, Pa," panggilnya. "Kalau misalnya nanti… ternyata aku dan Marcell nggak cocok, nggak apa-apa kan kami menempuh hidup masing-masing?" Sisilia dan Chicco kembali berpandangan. Sisilia segera meraih tangan putrinya, menggenggamnya dengan erat. Kali ini ia sangat yakin dengan pilihannya karena Marcell adalah putra teman Chicco. "Ay, percaya sama Mama dan Papa. Marcell pria yang baik dan bertanggung jawab, dia tidak akan menyia-nyiakanmu. Yang penting kalian harus berusaha untuk menyatukan hati dan pikiran, Mama yakin rumah tangga kalian bakal bahagia." Sisilia menenangkan, ia sangat tahu seperti apa tipe pria yang diinginkan Ay, dan Marcell sama sekali tidak masuk dalam kriterianya. Ay hanya terdiam, tidak menanggapi ucapan ibunya. Selama bisa membuat kedua orang tuanya bahagia, okelah, Ay akan berusaha mewujudkan rumah tangga bahagia yang mereka tawarkan. *** Tiba hari-H. Kediaman Chicco menjadi ramai. Keluarga dekat berdatangan membantu dan mempersiapkan segala sesuatu untuk acara pernikahan Ayenara dan Marcell. Sebagian mereka juga bermalam di rumah itu. Ay dan Zizi juga sibuk di kamarnya mempersiapkan penampilan dan dandanan. "Coba tangannya diangkat dikit, Ay, kayaknya kok kekecilan di sini," ucap Musdalifah, tante Zizi yang mengurusi gaun pengantin. "Enggak, kok, tuh pas banget," sangkal Zizi turut memeriksa ke bagian bawah ketiak. Tante Musda akhirnya sepakat, lantas memutar-mutar tubuh Ay memastikan gaun itu sudah terpasang sebagimana mestinya. Setelah jilbabnya dipasang di kepala Ay, mereka kembali sibuk memeriksa ini dan itu. "Tuh, miring sedikit, nggak simetris ujung-ujungnya," tunjuk Zizi. Tante Musda pun merapikan bagian yang ditunjukkan keponakannya. Mereka menilai untuk terakhir kalinya. Ay tampak sangat cantik dengan gaun dan jilbab pernikahan berwarna silver itu. Gaun berbahan satin mengkilap dilapisi tile dengan aksen manik-manik dan mutiara tersebar di permukaannya. Acara akad nikah digelar di rumah Ayenara pukul 10.00 pagi, lalu dilanjutkan resepsi di rooftop sebuah hotel yang di-booking khusus oleh keluarga Marcell. "Sudah selesai?" Sisilia masuk ke kamar Ay, tersenyum girang menatap putrinya yang tampil sangat cantik. "Cantik sekali," pujinya. "Mama," rajuk Ay manyun. Lalu memeluk ibunya dengan erat, air matanya menetes membasahi pipinya yang sudah dioles makeup. Beruntung makeup-nya tidak turut luntur bersama air matanya. "Udah, udah, yuk. Mempelai pria dan tamunya udah datang. Jangan nangis dong," ujar Sisilia, menggenggam erat tangan putrinya yang sangat dingin. Oh, jelas, Ayenara sangat gugup. "Ma, bisa nggak, Ay di sini saja? Nggak usah ikutan duduk di acara?" Ay memelas. "Kamu ngomong apa sih? Sudah cantik begini masa mau sembunyi." Sisilia tersenyum gemas, lalu mengusap air mata Ay yang masih mengalir. Setelah Zizi dan tantenya merapikan wajah dan pakaian Ayenara, mereka bersama-sama keluar menuju ruang tengah yang sudah disulap menjadi tempat lapang untuk melangsungkan akad nikah. Di sana, Marcell sudah berdiri dengan gagah menunggunya, diapit oleh kedua orang tuanya. Pemuda itu mengenakan setelan beskap berwarna silver, sangat selaras dengan gaun yang ia kenakan, padahal mereka tidak melakukan fitting sama-sama. Marcell tidak tersenyum, hanya menatap Ay tanpa kedip, pandangan mata mereka pun bertemu. Ay mengakui bahwa Marcell tampil sangat tampan pagi itu. Jantungnya berdegup lebih kencang saat posisi mereka semakin berdekatan. "Selamat datang, calon istri," ucap Marcell dengan senyum yang terasa misterius. Bersambung... ====== Maaf baru update lagi. In syaa Allaah akan update setiap hari. Buat yang mau ikut give away, bisa ke beranda fb&Ig aku ya @winafaahitlmah
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD