02 - Who?

1450 Words
Raina menatap jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 17:30. Sudah hampir memasuki malam. Wanita itu segera membawa tas nya dan keluar dari ruang kerja yang terlihat sunyi karena para pegawai sudah pulang dua jam lalu. "Kamu baru pulang Raina?" Suara seseorang yang selama ini gencar mendekatinya itu membuat langkah kakinya berhenti. "Ya, Pak. Saya duluan." pamit Raina tanpa menoleh. "Tunggu!" Raina menghela napasnya sabar "Ada apa ya, Pak? Saya buru-buru menjemput ketiga anak saya di rumah mertua saya," tutur Raina dengan menekankan kata 'mertua' "Saya antar ya? Ini sudah malam. Bahaya untuk kamu berkendara sendiri apalagi membawa tiga orang anak," bujuk orang itu dengan sedikit memaksa. Raina tersenyum paksa. "Mohon maaf Pak. Bahkan ahli bela diri Bodyguard saya lebih dipercaya keluarga Alesandro daripada anda yang setahun belakang ini menawarkan diri untuk menjaga saya," sarkas wanita itu. "Permisi." "Sial!" umpat orang itu dengan tangan memukul udara. Sepanjang perjalanan dia hanya melamun memikirkan segala tindakan yang dilakukan Juliano tadi. Pria yang memiliki rasa obsesi tinggi terhadap Raina sejak wanita itu menginjakkan kakinya di LC. Raina ingat sekali pria bujang itu mengakui perasaannya disaat dirinya baru seminggu bekerja di sana. "Non sudah sampai." Ucapan Pak Mono membuat Raina tersadar. Benar saja kini mereka berada di depan Mansion Alesandro. "Ah oke. Makasih, ya, Pak Mono." ucap Raina lalu membawa barangnya turun dibantu para Bodyguard. Saat memasuki ruangan, terdengar suara gelak tawa anak-anaknya beserta Elsa yang sepertinya sedang bermain. Raina segera berlari untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum menyentuh anaknya. "Bubububu....." Suara panggilan Chacha membuat Raina meringis. "Bunda mandi sebentar ya sayang." Setelah mengatakan itu Raina langsung berlari meninggalkan Chacha yang sudah menangis keras. Sesudah membersihkan diri, Raina segera menghampiri Baby G dan Elsa yang sedang selonjoran di karpet. "Maaf ya, Ma. Raina ngerepotin Mama," ucap Raina tak enak hati sambil menyalami tangan Elsa. Elsa mengelus kepala menantu cantiknya dan berucap, "Baby G itu anak Roy. Otomatis dia cucu Mama. Gak ada kata merepotkan ketika seorang Oma menjaga cucunya," tuturnya lembut. Alan merangkak menuju sang bunda dengan mulut seperti mengecap "Alan haus hm?" goda Raina sengaja menutupi dadanya. "Bunda...mik...." ucap Alan yang masih belum fasih berbicara. Raina memangku Alan lalu mulai menyusui nya. Tak berselang lama karena Alan kembali bangkit menuju Adik kembarnya yang sedang bermain mobil-mobil an. "Bubu...." Tangan mungil Chacha terulur meminta Raina agar segera menggendongnya. Mama muda itu melakukan hal yang sama yaitu menyusui sang putri. Matanya menatap Gala yang fokus bermain tanpa merengek. Anak bungsu nya itu memang jarang lapar. "Gala sini," panggil Raina sembari melambaikan tangan. Gala langsung merangkak dengan tergesa hingga hampir terjungkal jika saja tak ada Elsa yang menahannya. "Hati-hati nak," tegur Raina sembari mengusap keringat di kening Gala lalu memangku di sisi kanannya. Chacha menikmati ASI dari Bundanya sambil mengedip mata dua kali "Habis makan malam istirahat ya Ma," ujar Raina kepada Elsa yang sedang membaca majalah. "Iya sayang." Tap Tap Tap "COGAN HERE!" Teriakan Cakka membuat Elsa segera bangkit mengambil tas suaminya. Chacha dan Gala langsung melepas pagutannya dan merangkak mencari Cakka. "Papapapa....." Chacha berteriak keras saat mengetahui sang Opa tiba. Memang Chacha ini paling lengket terhadap Cakka. Mungkin karena dia cucu perempuan makanya seperti itu. "Hallo cucu Opa yang paling cantik. Opa mandi sebentar oke?" Bocah itu mengangguk semangat mendengar bujukan Opa nya. Mengapa gampang sekali waktu dibujuk Papa, sedangkan sama aku pasti ada drama nangis, batin Raina lalu mendengus. "Baby G sini," panggil Elsa dan ketiganya langsung berlomba merangkak. "Oma Oma...." Maksud hati Alan ingin berkata 'apa Oma?' Malah menjadi seperti itu. "Ini Opa bawakan mainan untuk kalian. Mau dibuka?" tawar Elsa. "Maw Oma maw," sahut Gala antusias. Elsa membuka mainan yang tadi dibelikan oleh suaminya dan menyerahkan kepada Baby G "Ci Ma," ucap mereka serempak. "Sama-sama cucu Oma," jawab Elsa sambil menatap ketiganya dengan pandangan yang sulit diartikan. *** Raina dan Baby G sudah rapi seperti biasanya padahal waktu masih pukul 05.30 pagi. Wanita itu menatap sendu ketiganya yang tertidur di stroller padahal mereka semua belum sarapan. "Kamu mau bawa mereka Rain? Kasihan anak kamu masih tidur masa mau di bangunin?" tanya Elsa sedih. "Mereka pasti nangis dan cari aku Ma. Lebih baik aku bawa mereka aja," jelas Raina tak ingin melihat mertua nya kelimpungan mengantar kembar ke LC jika mereka nangis. Pasalnya ketiga anaknya ini tak bisa jauh sedikitpun dengannya. "Yasudah terserah kamu saja. Sekarang kamu buat sarapan aja biar Mama yang jagain," titah Elsa lembut, "Kalau bisa masukin kotak aja soalnya mereka masih pulas banget." Raina mengangguk setuju. "Yaudah Rain masakin dulu ya, Ma." pamitnya lalu melangkah kearah dapur. Elsa menatap ketiga cucunya dengan senyuman lebar. "Bahagia selalu cucu kesayangan Oma. Semoga kalian selalu bisa jagain Bunda." "Mama kenapa cengar-cengir?" celetuk Cakka yang sudah rapi dengan jas kerja nya. "Seneng aja lihat mereka bisa cepet tumbuh gini, Pa," jelas Elsa. "Namanya juga hidup Ma. Pasti bakalan terus berjalan," ucap Cakka. Termasuk anak kita Roy yang sudah lama sekali perginya, lanjut Cakka dalam hati. "Bun..Bun....huaaaaaaa.....!!!" Tangisan Gala membuat Raina langsung berlari meninggalkan sarapannya. "Cucu Oma kenapa?" tanya Elsa meskipun dirinya tau sang cucu tidak memahami pertanyaannya. "Yah...Yah bun...." Gala menunjuk pojok ruangan yang terlihat kosong. Raina mengambil alih Gala kedalam gendongannya. Bocah itu terus menjulurkan tangannya ke sudut ruangan. "Yah..A-yah Yah......" Si bungsu itu terus menangis histeris membuat Alan yang berada di stroller terbangun dan akhirnya ikut menangis. "Bunda...Bunda...." Elsa langsung mengangkat Alan yang kini masih tersedu. Sementara Chacha hanya berceloteh seperti biasanya. "Lan...Yah Lan..." Gala seolah memberitahu apa yang sedang dilihatnya. "A...Yah!!!!" Alan memekik. Bayi itu merengek agar segera diturunkan. Elsa mencoba menurunkan cucunya. Bocah itu langsung merangkak menuju sudut dengan tangan terulur. "Ndong...Ndong Yah...." Raina yang menyaksikan itu tak kuasa menahan air matanya. Dia tau anak sekecil Alan dan Gala tidak mungkin bermain drama. Wanita itu yakin jika arwah suami nya mendatangi buah hatinya. Roy pasti rindu melihat Baby G namun tidak bisa melakukan apapun. Memang LDR paling menyakitkan itu ketika kita terpisah karena berbeda alam. Apalagi sang suami meninggal karena sebuah kecelakaan. Roy yang sebelumnya bahagia menanti kehadiran Baby G namun Tuhan berkata lain. Pria itu harus kembali kepada sang pencipta disaat dirinya belum sempat mengantar ketiga anaknya di baptis. Jangankan menunggu di baptis, disaat kembar datang ke dunia saja Roy tidak bisa melihat secara langsung. Saat dimana Raina sempat koma berbulan-bulan karena kehabisan darah setelah melahirkan Gala, harusnya sang suami berada disebelah istri untuk memberi kekuatan. Cita-cita Roy setelah menikahi Raina, wanita pertama yang berhasil merebut hatinya adalah bisa mengantar anak-anaknya ke hadapan pastor untuk di baptis. Namun itu hanya akan menjadi cita-cita saja. Raina mengangkat Alan dan Gala keatas stroller. Mama muda cantik itu mulai menyuapi ketiganya dengan bubur tim seperti biasa. Ketiga anaknya menerima suapan itu dengan sangat lahap. Pantas saja pipi anaknya terlihat gembul. Raina terkekeh sendiri melihat pipi bulat mereka bergerak saat mengunyah makanan. "Tak..Mam." Chacha kembali mengoceh dengan aksen lucunya. Elsa dan Cakka yang melihat itu hanya mampu menahan rasa gemasnya agar tak mencubit pipi gembul tersebut. *** Semakin malam suasana Dance floor di sebuah bar terlihat semakin ramai. Lautan manusia yang saling berlenggak-lenggok dengan kesadaran yang semakin menipis menambah euforia malam ini. Luke, pria tampan berusia 23 tahun dengan status yang masih menjomblo itu terlihat sangat kacau. Kalian bingung kan kenapa Luke masih menjomblo padahal waktu SMA dia terkenal Playboy? Jawabannya hanya Luke dan Tuhan yang tau. "Lo terlalu banyak minum Luke. Nanti pagi muntah-muntah lagi," sindir Avero, bartender di bar tempatnya berada. "Gue cinta sama lo. Boleh gue ngelawan takdir tanpa peduli lo milik siapa? Gue tau lo milik orang terdekat gue. Tapi gue pengen berjuang," racauan Luke membuat Avero mengernyit. Milik orang terdekat? Siapa? Avero masih membatin. Tak lama matanya membelalak. "Bodoh!" Avero mengumpat. "Jangan bilang lo suka sama pacar Abang lo?" monolog nya pada diri sendiri. Avero tak habis pikir dengan jalan pikiran Luke yang menaruh hati pada kekasih saudaranya. Bisa terjadi perang darah jika terus dilanjutkan. Akhirnya pria tersebut memutuskan menelfon salah satu saudaranya yang berada disini. Yang Avero tau hanya Ero yang saat ini berada di Amerika untuk urusan Dead Jack. "Malam Bang..." "..." "Luke mabuk berat Bang. Ini bagaimana?" "..." "Oke Bang." Bartender itu menghela napasnya berat lalu kembali melayani pelanggan sembari menunggu Ero datang. Tak lama Ero datang dengan raut dingin dan tatapan membunuhnya. Avero yang melihat itu menelan ludahnya kasar. "Dia bilang apa?" tanya Ero to the point. Avero mendekat dan membisikkan sesuatu. Sedetik kemudian tangan Ero terkepal kuat. Bugh! "Bangun lo b******n!" sentak Ero meskipun dia tau Adiknya itu tak akan sadar. Bugh! "Udah Bang. Lebih baik lo bawa dia pulang daripada mati disini," lerai Avero sebelum melihat sahabatnya itu mati disini. Ero masih menetralkan nafasnya yang memburu kemudian menyeret Luke tanpa perasaan. Selepas Luke dan Ero pergi, bartender tampan itu tersenyum tipis dan menggelengkan kepala. Ada-ada saja. Pikirnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD