Siang ini Edgar menemani Bella membawa Grego putranya melakukan imunisasi rutin. Pria satu orang anak itu kini menjadi suamiable dan Daddy yang siap siaga.
Bella menggendong Grego yang sedang tertidur pulas sementara Edgar berjalan dengan satu tangan merangkul pinggang wanita nya.
"Kembar gak pernah imunisasi dari umur berapa?" tanya Bella dengan suara dingin.
Edgar mengernyit kala mendengar suara istrinya namun tak ayal tetap menjawab. "Sekitar 4 bulan lalu."
"Kamu gak mau anter Adek kamu imunisasi mereka? Kamu gak mikirin gimana keadaan mereka? Sedangkan tiap hari mereka ketemu jalan yang pastinya banyak virus!" cecar Bella agar pikiran sang suami terbuka.
Edgar menghela napas pelan. "Oke minggu depan aku bakal paksa Raina bawa kembar imunisasi."
"Ananda Gregorio silahkan masuk." Suara perawat menginterupsi agar pasien segera masuk. Bella segera melangkah masuk dengan Grego di gendongannya.
Edgar mengeluarkan ponselnya, seketika senyumnya merekah kala melihat layar kunci nya menampilkan foto dirinya dan Raina saat masih bersekolah. Sementara layar utama fotonya dengan Bella dan Grego.
Papa muda yang terlihat semakin hot itu nampak merenungkan ucapan sang istri. Ada benarnya juga jika diselami lebih dalam.
"Adek kapan bahagia? Disaat Kakak sudah bisa ngerasain bahagia sama keluarga kecil Kakak, kamu justru dapet kabar duka. Kalau Kakak jadi kamu, mungkin gak akan sekuat kamu yang bisa bertahan jadi Obu sekaligus Ayah untuk mereka," batin Edgar dengan d**a menahan sesak.
"Gar, kamu ngelamun apa?" Pertanyaan Bella membuyarkan lamunan Edgar.
"Gal...Gal...."
Mata Edgar melotot saat mendengar Grego memanggilnya 'Gal'. Kenapa anak gue gak ada akhlak manggil gue tanpa embel-embel Dad?
"Daddy. Panggil Daddy." Edgar mengoreksi membuat mata Grego mengedip.
"No dy...Gal Gal...." kekeh Grego membuat Bella mendelik.
"No baby. Call him, Daddy. Daddy Edgar," tutur Bella lembut.
"Dy Gal...." Grego tergelak sambil bertepuk tangan.
Senyuman Edgar dan Bella langsung merekah ketika anaknya bisa memanggil Daddy meskipun tak lengkap.
"Yes boy?" Edgar mengangkat Grego dan mengayunkan bocah tampan itu lalu berjalan keluar dari Rumah Sakit bersama Bella.
***
Tok! Tok!
"Permisi Bu. Saya ingin memberitahu jika sehabis makan siang ada rapat dengan CEO untuk seluruh anggota divisi," kata Mbak Lala selaku anggota divisi desain.
Raina menutup berkasnya dan menatap Mbak Lala. "Hanya ketua divisi atau anggota juga?"
"Seluruhnya Bu," jawab Mbak Lala sopan.
"Baik terima kasih informasi nya Bu," ucap Raina dengan tersenyum. Mbak Lala menunduk hormat dan berlalu dari ruangan.
"Bun, aem," kata Gala sambil bermain di karpet.
"Sebentar ya Bunda buatin kalian makan dulu," kata Raina mengambil perlengkapan ketiganya.
"Lan ain yu,"(Lan main yuk) ajak Gala membawa Lego nya.
"Caw!" (Ayo) seru Alan bersemangat.
"Ba..ba...tu...,"(bang ikut) rengek Chacha sembari menjulurkan tangannya.
Alan merangkak menghampiri sang Adik diikuti Gala. Mereka duduk bertiga di karpet dengan sesekali cekikikan.
Raina yang baru saja datang membawa semangkok penuh bubur tim untuk mereka bertiga dibuat tersenyum.
"Anak-anak Bunda waktunya makan," seru Raina dengan senyuman lebar.
Alan, Gala, dan Chacha langsung merangkak cepat menuju kearah Raina. Wanita itu meletakkan bubur keatas meja dan mengangkat satu persatu anaknya untuk diletakkan diatas stroller. Salah satu cara ampuh agar mereka tak bergerak kesana-kesini ketika makan.
Raina menyuapi mereka satu persatu. Si bungsu Gala sesekali menyemburkan buburnya hingga baju bocah itu terlihat kotor.
"Jangan disembur. Nanti Gala kotor semua," tutur Raina lalu mengecup pipi gembul Gala.
"Bubububu..." Chacha memekik kala bunda nya tak segera menyuapi bubur kedalam mulutnya.
"Pinter anak cantik Bunda makannya banyak," puji Raina.
Setelah ketiganya selesai makan, Raina mengganti pakaian mereka yang sangat kotor karena terkena makanannya.
Tok! Tok!
Cklek!
"Permisi Bu Raina, ini makan siang seperti biasanya," ucap salah seorang OG menyerahkan paperbag.
"Kenapa banyak sekali Bu?" tanya Raina bingung. Pasalnya terlihat ada sekitar 4 kotak makanan.
"Saya kurang tahu Bu," jawab OG itu sopan.
Raina mendekati OG yang menunduk itu lalu mengambil satu kotak makanan dan 1 botol air mineral
"Saya cukup satu. Lainnya buat Ibu dengan teman-temannya saja ya," kata Raina lembut.
"Tapi Bu--"
"Jangan menolak. Saya juga tidak habis makan segitu banyak. Anak saya pun tidak bisa memakan menu itu," sergah Raina lagi.
"Matur nuwun Ibu. Semoga Ibu dan keluarga selalu diberkati Tuhan," kata OG bernama Rusma itu.
"Amen. Terima kasih Bu," jawab Raina lalu tersenyum. Selepas Rusma pergi, wanita itu langsung duduk membuka kotak makanan itu. Terlihat nasi dengan ayam fillet beserta saos nya ditambah sayuran dan kentang.
Sepertinya mereka aku kasih kentang tidak masalah, batin Raina melihat ketiganya yang sedang bermain.
"Gala, Alan, Chacha sini," panggil Raina. Ketiganya langsung merangkak menuju sang Bunda. Raina mengangkat mereka agar duduk diatas sofa.
"This is Potatoes. Wanna?" tanya Raina sambil menyuapi mereka kentang sedikit-sedikit. Dapat dilihat mata Alan berbinar ketika makanan itu bersenggolan dengan lidahnya.
"Gi bun..gi," (Lagi bun...lagi) kata Alan setelah merampas satu buah kentang.
Raina kembali memberi Baby G kentang hingga tak tersisa. Terlihat mereka masih sangat menginginkan kentang tersebut.
"Kalian mau lagi? Bunda pesenin dulu ya?" tawar Raina mengajak mereka berbincang.
"Tu Bu tu." (Itu Bun itu) Chacha menunjuk ayam fillet Raina yang terlihat menggiurkan.
"Mau ayam? Bunda lepas dulu ya dari tepung nya," kata Raina lalu menyisihkan daging ayam itu dan sedikit mengulen lembut dengan sendok. Bahkan sedari tadi wanita itu belum makan sama sekali. Tak apa asalkan ketiga anaknya senang.
Di depan pintu, sepasang mata menatap keempatnya dari celah pintu dan sedikit berbincang dengan orang di depannya.
"Tuan ini pesanannya," kata pria berpakaian serba hitam.
"Terima kasih."
Tok! Tok!
Setelah terdengar sahutan dari dalam, pria itu segera membuka pintunya.
"Papa. Masuk ayo. Maaf agak berantakan soalnya Baby G habis makan," kata Raina tak enak saat mengetahui tamu yang hadir adalah mertuanya, Cakka.
"Gak papa nak," kata Cakka. Matanya beralih menatap kembar yang mencomot ayam dengan berantakan, "Cucu Opa belajar makan sendiri ya? Opa bawain kentang buat kalian."
Chacha memekik seraya menjulurkan tangan mungilnya. Segera Cakka menggendong cucu perempuannya sambil memberikan satu buah kentang dari kotak yang sudah dibuka oleh Raina.
"Papa makan sekalian aja ayo. Mau diatas atau di bawah sama Rain?" tawar Raina sambil menata karpet.
Cakka mengangguk dan menurunkan ketiga cucunya. Mereka merangkak mendekati bunda nya yang sedang menata kentang.
"Jangan rebutan oke? Harus berbagi," peringat Raina sebelum mereka bertengkar ketika makan.
Raina mulai menyuap makanan yang baru saja dibawakan oleh Cakka karena makanan yang tadi sudah dibikin berantakan oleh ketiga anaknya. Cakka pun memakan nasi goreng seafood kesukaannya dengan tenang sambil sesekali ikut menyuapi cucunya dengan udang yang sudah di ulen olehnya.
***
Saat ini seluruh anggota dan manager dari tiap divisi berada di ruang meeting. Mereka terlihat bingung karena tak seperti biasanya CEO yang sangat baik hati seperti Cakka harus mengumpulkan seluruh karyawannya.
"Tidak usah terlalu tegang. Saya hanya ingin memberi tau satu informasi penting," kata Cakka saat menyadari raut gelisah seluruh karyawannya yang menghadiri rapat.
"Minggu depan saya akan memberangkatkan masing-masing 2 dari tiap divisi untuk melakukan perjalanan karir ke....." Cakka sengaja menggantungkan kalimatnya, "Desa Kanoman Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo Jogjakarta."
Semua yang menghadiri rapat membelalak. Bagaimana tidak? Desa yang disebutkan oleh Cakka letaknya sangat jauh dari pusat Kota Jogjakarta.
Cakka mulai membacakan nama-nama perwakilan divisi. Mereka semua mendengarkan dengan serius. Sementara Raina menghembuskan napasnya pasrah saat mendengar namanya juga disebut oleh sang mertua.
Tapi dia juga bersyukur karena kedua orang tua nya kebetulan datang menjemput Baby G sebelum rapat tadi.
Setelah selesai, seluruh peserta rapat segera keluar dari ruangan. Sementara Raina masih berada di ruangan bersama Cakka.
"Tak perlu khawatir. Ada kami yang menjaga kembar," kata Cakka yang menyadari raut gelisah menantunya.
"Iya Pa."