Interview

1282 Words
Pantulan cermin membiaskan seorang wanita yang tengah memakai kemeja. Satu persatu kancing dikaitkan sehingga tubuh mulus dibalik kemeja itu tertutup sempurna. Tinggal dua kancing teratas. Tangannya berhenti. Terbesit drama korea yang sempat ia tonton semalam. Tentang sekretaris yang ingin menggoda bosnya demi bisa menyekolahkan adiknya. Anehnya mereka justru jatuh cinta dan hidup bahagia. Sebuah kekehan singkat terdengar. "Haha. Ada-ada saja! Hal seperti itu hanya terjadi di dunia balik kaca. Kalau di dunia nyata...." Ara meraih tas dan menyampirkannya ke pundak. "Itu namanya ganjen!" "Memang ada laki-laki yang akan tergoda dengan perempuan ganjen lalu dijadikan istri? Eeuh! Kalau pun ada berarti ada yang tidak beres dengan otaknya!" Ara melirik botol parfum di nakas. Sebagai sentuhan terakhir. Ara menyemprotkan secukupnya parfum black opium. Parfum yang sejak dulu dipakainya. "Oke, semangat hari ini Ara! Ayo mulai hidup baru!" "Go go go!" Bunyi derak pintu dilanjutkan denting kunci terdengar. Ara mengunci kontrakannya terlebih dahulu sebelum berangkat interview. Ya, hari ini adalah harinya! Setelah satu bulan menganggur. Akhirnya ada perusahaan yang memanggil. Ara tidak boleh melewatkan kesempatan ini. Terlebih perusahaan ini termasuk perusahaan besar yang bergerak di bidang pengembangan teknologi. Seperti softwere game. Salah satu produknya yang terkenal adalah game Mobile Hero. Yah, Ara juga tidak seberapa paham cara mainnya. Sejujurnya masih kurang ngeh bagaimana perusahaan-perusahaan ini bisa mendapat milyaran dolar hanya karena menerbitkan sebuah game. Tapi setelah diteliti lagi ternyata penghasilan mereka dari sponsor dan pembelian dalam aplikasi game. Bayangkan jika puluhan juta bahkan ratusan juta orang memainkan game itu? Setiap hari cuan! Lalu perusahaan yang akan dituju Ara memiliki puluhan game yang dijual ke seluruh penjuru dunia. Fantastik bukan? Ya! Fantastik. Ara melamar di posisi helper. Sama dengan posisi sebelumnya. Ara berharap ia bisa bekerja di Tect Corperation. Begitulah nama perusahaan yang akan Ara tuju. Tak membutuhkan waktu lama. Ara tiba di depan gedung Tect Corperation. Ia mendongak ke atas ketika mendapati bangunan menjulang ke langit. “Wah, kira-kira berapa lantai gedung ini?” “Ada yang bisa dibantu Nona?” sahut suara baritone. Dari seragamnya sepertinya ia satpam yang berjaga. “Oh, saya akan interview di sini,” jawab Ara. “Baiklah, mari ikuti saya.” Ara diarahkan ke tempat parkir khusus motor. Sembari melihat-lihat Ara dibuat terkejut dengan tempat yang tertata rapih. Sepertinya pemilik Tect Corp. seorang yang perfeksionis ya? Hal itu terlihat bagaimana teraturnya tempat ini. Dari lokasi parkir, taman serta tumbuh-tumbuhan yang di atur sedemikian rupa. “Dari sini silahkan masuk ke lift. Langsung saja ke lantai lima ya?” sahut satpam itu ramah. “Oh iya Pak. Terimakasih,” ucap Ara sedikit membungkuk. Ia kemudian masuk dari pintu khusus pemotor dan menjumpai front office yang… entahlah, Ara sampai tidak bisa berkata-kata lagi sangking takjubnya. Lihatlah interior memukau ini! dari pada kantor Ara lebih yakin kalau ini latar depan hotel. Banyak fasilitas menakjubkan dan teknologi maju. Ara melihat di ujung sana ada tempat absensi yang sudah menerapkan sistem seperti yang Ara lihat di drama korea. Lalu di sebelah barat ada lambang Tect Corperation. Terasa aura profesionalnya. Di sisi kiri ada mascot Tect Corperation berupa robot yang bisa mendeteksi kehadiran orang. Pantas saja Ara mendengar suara aneh. Ternyata dari robot itu yang sedang menyapa orang lewat. Secara keseluruhan, Tect Corperation adalah ladang rejeki melimpah bagi sebagian orang. Ara menghembuskan nafas. Ia harus semangat! Seperti yang diarahkan satpam, Ara menuju lantai lima menggunakan lift. Liftnya saja senyaman ini. Tidak terasa sedang di lift pada umunya. Biasanya Ara seperti mau muntah ketika lift mulai naik. Tapi di sini tidak. Hebat sekali! Ara semakin ingin bekerja di tempat ini. Saat sampai, Ara dikejutkan dengan banyaknya orang yang sedang menunggu antrean. Ternyata saingannya sebanyak ini? Tidak apa Ara! Kamu punya pengalaman dan ijazah! Batin Ara. ia mencari tempat duduk ternyaman dan menetralkan kegugupan. “Nomor 32!” pekik seorang pengawas. “Oh, saya, saya,” tunjuk Ara semangat. Percayalah, ia sudah menunggu dari matahari malu-malu muncul sampai matahari berkobar sangat terik di atas kepala. Lelah, tapi tak memadamkan semangat Ara. Satu-satunya yang mematahkan semangat Ara tidak lain dan tidak bukan adalah sosok di depannya saat ini. Mata Ara membulat ketika menatap senyum mengejek orang di depannya. Ya Tuhan, kenapa orang itu lagi?! “Silahkan perkenalkan diri mu,” sahut Wira. Pupus sudah! Ara tak mengindahkan seruan Wira. Posisinya yang berada di tengah di antara orang berjas yang Ara perkiraan seorang HRD menandakan Wira adalah orang penting di sini. Bisa jadi dia pemilik Tect Corperation. Ara diam cukup lama hingga teguran dari salah satu HRD menginterupsinya. “Hei, kau ingin wawancara atau bagaimana? Masih banyak yang menunggu di belakangmu!” “Ma-maaf,” ucap kikuk Ara. Ia membenarkan posisi duduknya. Setidaknya ia harus mencoba! “Perkenalkan nama saya Zeniara Sakila. Saya lulusan S1 jurusan Biologi Universitas X. walaupun jurusan saya berbeda dengan pekerjaan yang ingin saya lamar. Tapi saya memiliki pengalaman kerja di bidang yang sama sebelumnya. Selama bekerja saya tidak pernah absen diluar jam kerja. Saya seorang yang disiplin dan taat aturan. Jika saya diterima, saya akan melakukan yang terbaik untuk perusahaan.” “Terbaik ya?” sahut Wira. Sepanjang Ara bicara, Wira selalu tersenyum meremehkan. “Saya punya pertanyaan,” sambung Wira. Ia bertumpu tangan dan memandang lekat. Saat itu lah jantung Ara berpacu tidak biasa. Ia gugup, takut sekaligus malu. Ya, Ara malu! Ia seperti mengemis pekerjaan pada mantan suaminya. “Jika dihadapkan suatu pilihan antara bertahan dan pergi. Mana yang akan kamu pilih ketika perusahaan ini sedang dalam masa kritis?” DEG! Dia pasti ingin menyindir Ara! “Saya akan bertahan," jawab Ara memcoba profesional. “Alasannya?” “Karena saya seorang yang royal. Seperti yang saya katakana. Saya akan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Walaupun posisi saya hanya helper yang kemungkinan tidak ada pengaruh besar tapi saya tetap akan melakukan yang terbaik dalam job desk saya.” “Begitukah? Tapi, saya dengar dari perusahaan tempatmu sebelumnya. Kau dikeluarkan karena memiliki attitude yang buruk. Bagaimana aku bisa percaya dengan ucapanmu barusan?” Genggaman tangan Ara semakin erat. Wajahnya tak lagi memasang topeng senyum. Ara lepas kendali! “Saya diperlakukan tidak adil. Bagaimana saya bisa berperilaku baik setelah mengalami semua itu?” tantang Ara. “Diperlakukan tidak adil bagaimana?” “Ada satu lalat yang masuk ke meja prasmanan. Lalat itu berputar-putar menyebarkan virusnya. Tapi sayang, ketika saya ingin mengusir. Justru kepala koki datang dan langsung memarahi saya. Padahal lalat itu yang salah! Kenapa dia masuk tanpa izin dan membuat kekacauan!” sindir Ara. tatapannya tak lepas sedikit pun dari Wira. Mungkin penjabaran Ara terdengar tidak masuk akal di telinga HRD. Tapi bagi Wira itu adalah sindiran pedas secara tidak langsung. “Lalu apa hubungannya lalat dengan perlakuan tidak adil? Bukankah sudah kewajiban mu mengusir lalat itu?” tanya salah satu HRD. “Tentu saja tidak adil. Kepala koki lebih membela lalat tak tahu malu itu dan memarahi ku yang berusaha mengusirnya. Sebagai kepala koki bukankah seharusnya dia setuju dengan tindakan ku yang ingi mengusir lalat busuk itu?” Para HRD itu tampak berbisik-bisik. Ah, selesai sudah! Citra baik Ara melebur entah kemana. “Baiklah, kami sudah selesai mewawancaraimu. Tuan Wira, apa ada lagi yang ingin Tuan tanyakan?” sahut salah satu HRD. “Tidak ada.” “Baiklah, untuk Nona Zeniara Sakila silahkan menunggu pengumuman sete—“ “Tidak perlu menunggu pengumuman!” seruduk Wira. “Dia tidak pantas kerja di sini!” ketusnya. “Silahkan keluar!” Sesak! Rasanya sesak sekali! Apakah seperti ini wujud manusia yang dulu pernah Ara yakini akan menjadi jodoh dunia dan akhiratnya? “Terimakasih! Saya juga tidak tertarik bekerja di tempat orang yang sudah menelantarkan istrinya!” Seisi ruangan saling pandang dan bertanya-tanya. Mereka kebingungan dengan kata terakhir yang disampaikan Ara sebelum pergi. berbeda dengan Wira yang terus menatap tajam punggung Ara yang menjauh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD