Kirim Kuyang

1012 Words
4 Sesampainya di rumah tampak kedua orang tuaku dan pak Tarno sudah menunggu di teras rumah. "Maaf, telat nganterin Aska. Kondangannya di Timbuktu. Jauh," jelas Om Andre. "Ooo ... kirain kondangannya di kutub utara," sahut Papa dengan santai. "Ya udah. Ayo masuk dulu. Udah mau Magrib. Pamali keluyuran jam segini teh. Bisi disumputkeun jurig," cerocos Mama sambil menggandengku masuk ke dalam rumah. (Bisa diumpetin hantu) Mama terus mengoceh sampai berjalan ke dapur. Saat kutinggal buat mandi pun beliau masih mengobrol dengan termos. Entah apa yang mereka obrolkan. Sepertinya seru. Selesai mandi, berganti pakaian dan salat, aku merebahkan diri ke atas tempat tidur yang sudah melambai sejak tadi. Perlahan mataku mulai menutup dan akhirnya aku tertidur lelap sambil memeluk guling. Suara obrolan seru diiringi gelak tawa dari depan rumah membangunkanku dari tidur yang singkat. Aku mengerjapkan mata beberapa kali sambil melirik jam berbentuk segitiga di dinding. Ternyata sudah pukul 9 malam. Walaupun masih mengantuk, kupaksakan diri untuk bangkit sambil bertumpu pada kedua tangan. Kemudian aku beringsut ke pinggir tempat tidur. Menjejakkan kaki di atas lantai dan berjinjit menirukan gaya kucing Tom dalam film kartun, menuju kamar mandi untuk wudu. Setelah menunaikan salat Isya, aku membuka pintu kamar dan berdiri mematung saat melihat Om Andre sudah menunggu di depan pintu. Di tangannya ada nampan yang berisikan dua piring kwetiaw goreng dan dua gelas mug bertuliskan Ayah dan Bunda, yang ternyata berisi air bening berwarna coklat. "Pasti laper, kan?" tanyanya. Aku mengangguk. Tanpa permisi dia langsung masuk ke dalam kamar dan duduk bersila dengan santainya di atas karpet. Tangan kanannya bergerak mengambil sendok dan mulai makan dengan lahap. "Kamu nggak mau makan? Ya udah, buatku aja," selorohnya. Aku beranjak mendekat dan ikut duduk bersila di seberangnya. Mengambil sendok dan mulai makan. Sesekali Om Andre mencomot kwetiaw dari piringku, tak peduli aku melotot. "Alhamdulillah, kenyang," ucapnya sembari mengelus koper enam tonjolannya. Duuuutttt. Harum semerbak bom Nagasaki menyebar di udara. Aku bergegas bangkit dan berlari keluar kamar. Tak lama kemudian dia menyusul sambil menggerutu. "Hadeuh. Kok bisa bau gitu, ya?" tanyanya sambil menjepit hidung dengan jari. "Kok nanya ke aku? Kan Om yang kentut!" omelku. Dia tertawa hingga perutnya berguncang laksana balon diisi air. Ingin rasanya aku mencabut paku yang menancap di atas kepala, dan menusukkan ke perutnya. Mungkin aja bisa kempes sedikit. "Ayo, duduk sini. Kita ngobrol aja," ajaknya sambil menarik tanganku ke arah sofa ruang tengah. Suara televisi yang kunyalakan ternyata masih kalah kencang, dengan suara orang-orang mengobrol dari teras depan yang terdengar semakin ramai. "Aska, aa' boleh nanya nggak?" tanyanya sambil memandangku dengan intens. "Boleh. Mau nanya apa?" jawabku. "Selain Zacky, ada cowok lain yang pernah dekat sama kamu?" Sejenak aku terdiam, menimbang-nimbang dalam hati sebelum akhirnya menggeleng pelan. "Nggak pernah pacaran?" Aku menggeleng lagi. "Kenapa?" "Nggak mau aja." Dia mengernyitkan dahi sambil bersedekap. Memandangku dengan tatapan seolah tidak percaya. "Nggak mau pacaran atau nggak ada yang naksir?" selorohnya. "Ihhh. Yang naksir banyak. Yang nembak juga banyak. Tapi akunya yang memang nggak mau pacaran. Nggak sreg aja," kilahku. "Kenapa bisa nggak sreg? Apa mereka nggak ganteng kayak aa'?" Aku tersenyum mendengar candaannya. "Ehm ... sebetulnya ada alasan lain lagi sih," lanjutku. "Apa tuh? Penasaran yeuh," sahutnya. Aku menghela napas dan mengembuskan perlahan. Kemudian mengubah posisi tubuhku ke kiri hingga kami saling berhadapan. "Aku pengen menjaga diri untuk suamiku nanti. Menjaga kehormatan hingga bisa mempersembahkan semuanya pada pria halalku," ucapku pelan. Sejenak hening. Om Andre menatapku dengan lekat. Manik matanya yang beriris hitam tampak mengilat. Sedetik kemudian aku sudah masuk ke dalam pelukannya. Tangan kekarnya membelai rambutku dengan penuh rasa sayang. "Nggak nyangka, kamu bisa punya pendirian kayak gitu. Aa' terharu," ucapnya lembut di telinga kiriku. Aku menikmati setiap belaiannya sambil memejamkan mata. Ada rasa nyaman dipeluk seperti ini. Aku suka. Sangat suka. Perlahan dia menjauh dan melepaskan pelukan. Tangannya bergerak meraih jemariku dan menggenggamnya dengan erat. "Aska, bisa nggak nikahnya dipercepat?" tanyanya tiba-tiba. Sontak aku mengerucutkan bibir dan mencubit punggung tangannya. Tak peduli dia meringis dan mengaduh. *** Hangatnya sinar matahari pagi menyentuh kulitku yang terbuka dengan belaian lembut. Embusan angin yang sejuk membuat alat pernapasanku mengembang dan mengempis dengan sempurna. Berhubung ini hari Minggu, jadi aku pengen melakukan yoga dan pilates di udara terbuka. Di halaman maksudnya. Meniru gaya para instruktur yoga kenamaan di video tutorial acara masak memasak. Setelah menghamparkan karpet tujuh lapis, delapan kasur busa dan sembilan bantal cinta, aku memulai sesi pertama dengan semedi sembari menggumamkan lagu penyemangat. Abang tukang bakso Mari mari mari sini Aku mau beli Abang tukang siomay Cepat dong ke mari Aku sudah lapar lagi Abang tukang cilok Abang tukang cilor Abang tukang cendol Abang tukang bubur Abang tukang bajigur Semuanya harap kumpul "Pagi, Sayang. Lagi ngapain?" tanya pria bertubuh tinggi besar dari atas sepeda balapnya. "Lagi gali sumur," jawabku kesal. Masa dia gak lihat aku lagi melakukan gerakan favoritku dalam yoga. Child pose selama satu jam. Kemudian aku mengubah gaya. Kali ini berdiri dengan bertumpu di kaki kanan. Kaki kiri menekuk dan ditumpangkan di lutut kaki kanan. Tangan ditempelkan dengan lem kertas dan dikatupkan di depan kedua bukit kembar yang tegak menantang grafitasi. "Kayaknya menarik. Aa' boleh ikutan?" tanyanya lagi. "Yakin? Aku galak lho kalo jadi pelatih." "Kapan kamu nggak galak, Sayang? Perasaan tiap saat juga galak." Aku mendengkus sambil membuang muka ke arah pantai Pelabuhan Ratu. Tiba-tiba Om Andre sudah berdiri di hadapan dan menatapku dengan intens sambil berbisik,"Lagi begini kamu terlihat sangat ... seksi." Gubrakkkkk! Mendadak aku terjatuh dan nyaris terguling ke halaman, namun tangan kekarnya dengan cepat menangkap tubuhku dan menarik ke dalam pelukannya. Sejenak aku terdiam dan tak mampu untuk bergerak. Hanya bisa pasrah dan mulai menikmati dekapan hangatnya. Perut six bag-nya mendadak menjadi bantal yang empuk. "Uhuk ... uhuk ... uhuyyyyyyy!" Suara Papa dari arah teras rumah sontak membuat kami terkejut. Om Andre melepaskan pelukan dan hanya bisa terperangah saat melihatku menggelinding sempurna, hingga tercebur ke dalam kolam ikan di pojok kiri halaman. Byuuuurrrrr Perlahan aku bangkit dari dalam kubur sambil menahan malu. Kemudian mengambil kecrekan di pinggir kolam dan mulai bernyanyi. Apa salah dan dosaku, Sayang Tubuh seksiku kau gelindingkan Awas nanti aku kan membalas Kirim kuyang Kirim kuyang
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD