Mata itu

1391 Words
Ayuna tersentak, hampir saja dia memuntahkan makanan yang ada di dalam mulutnya mendengar bentakan Gio. Ada apa dengan pria itu sebenarnya? Bukankah dia sendiri yang memaksanya makan? Tapi kenapa sekarang pria itu malah seakan mengusirnya padahal Ayuna masih sedang mengunyah makanannya. Apalagi makanannya benar-benar enak, sayang sekali kalau harus ditinggal begitu saja, pria aneh. Ayuna hanya menelan paksa makanan yang belum sepenuhnya hancur di mulutnya dan segera mengakhiri makannya. Kenyataan bahwa sang pemilik rumah sudah tidak ingin melihatnya lagi memaksanya untuk segera mengakhiri makannya dan membuatnya harus segara meninggalkan tempat itu secepatnya. Dia pun dengan terburu-buru keluar dari rumah besar itu dan berlari menuju pintu gerbang. Dari pada pria itu kembali dan membentaknya, mending dia kabur saja. Oh lobsterku, selamat tinggal. Sementara itu Gio tampak melihat kearah jendela menatap kearah bawah, rupanya dia memperhatikan gadis muda yang sedang berlari di tengah taman menuju pintu gerbang. Perasaan yang dia rasakan sekarang masih sama, sakit dan tidak nyaman. Semakin dia menatap gadis itu rasa sakit yang sudah dia lupakan bertahu-tahun lalu kembali memberi rasa pedih di dalam hatinya. Ada apa dengan gadis itu? Kenapa pikiran dan perasaannya bisa sekacau ini hanya dengan melihat hadis itu? sebaiknya dia memang harus menjauhi gadis itu, jangan sampai dia melihatnya lagi atau dia akan kembali merasakan trauma itu. Tidak, dia harus kembali normal dan baik-baik saja, gadis itu menghilang dan semuanya akan berjalan normal. Gio menghela napas dalam lalu berjalan menuju kasur dan merebahkan tubuhnya. Ayuna berjalan menghampiri telepon umum dan masuk ke dalamnya. Memencet nomor lalu menunggu sambungan dari seberang sana, tak berapa lama telepon tersambung. “Ha..halo Indra tolong aku…” ucapnya sambil terisak. Ayuna duduk di sebuah taman sambil sesenggukan, di sampingnya tampak Indra yang sedari tadi berusaha menenangkannya dengan menepuk-nepuk punggung gadis itu. “Sudahlah, Ayuna. Kau jangan menangis lagi. Mau sampai kapan kau bersedih seperti ini? yang terpenting sekarang kau sudah aman.” Ucap Indra. “Aku tidak akan bisa tenang Indra, aku tidak akan aman. Bisa saja kan orang-orang tuan Dirman menemukanku suatu hari. Aku bahkan sudah tidak punya apa-apa lagi sekarang. Semua pakaianku ada di rumah ibuku, tidak mungkin aku ke sana untuk mengambilnya.” Ucap Alea sedikit kesal karena Indra sedari tadi hanya mengatakan kata aman tanpa memikirkan bagaimana dia akan bertahan hidup nanti dalam pelariannya itu. Dia juga tidak mungkin tinggal bersama sahabatnya itu, meskipun mereka sudah lama menjalin persahabatan tapi Alena sama sekali tidak pernah berpikir jika dia harus berbagi tempat tinggal dengan Indra. “Oh jadi kamu menghawatirkan hal itu dari tadi. Tenang saja, kau bisa tinggal ditempat sepupuku untuk sementara waktu. Aku tahu kau tidak akan mau tinggal di tempatku. Dan untuk masalah pakaian, kau bisa memakai pakaiannya. Dia bekerja di luar kota, dia jarang sekali pulang, jadi dia tidak akan keberatan kau memakai pakaiannya, lagi pula Ukuran kalian sama.” Ucapnya memberi solusi. Ayuna menoleh kearah sahabatnya itu dan menatapnya dengan tatapan berbinar. “Banarkah? Kau sangat baik. Terima kasih ya. Aku berjanji akan membalas semua kebaikanmu suatu hari nanti.” Balasnya dengan senyum. Indra lalu menyeka air mata Ayuna dengan lembut sambil berkata. “Kau tidak usah buru-buru membalasnya, aku selalu akan membantumu kapan pun kau dalam kesulitan.” Ucapnya sambil tersenyum lembut. ‘Karena aku sangat mencintaimu’ lanjutnya tapi tentunya kalimat itu hanya dia sendiri yang mengetahuinya. Sementara Ayuna hanya mengangguk dan tersenyum senang. Dia sangat bersyukur , di balik ketidakberuntungan hidupnya, masih ada Indra sahabatnya yang selalu ada untuk meringankan penderitaannya. Dia berjanji akan membalas budi baik Indra suatu hari nanti. Keesokan hatinya, Ayuna bersiap ke tempat kerja seperti biasa. Dia merasa tidak pernah selega ini dalam hidupnya. Tempat yang disediakan oleh sahabatnya Indra memang sederhana tapi cukup membuatnya nyaman. Semalam Indra juga menemaninya sebelum akhirnya meninggalkannya setelah memastikan dia tidak kekurangan apa pun di tempat barunya itu. Meskipun hati Ayuna masih merasa was-was karena orang-orang suruhan Dirman pasti sudah mencarinya, tapi hal itu tidak membuatnya mengurungkan niat untuk tetap masuk bekerja. “Kau sudah siap?” seperti biasa, Indra selalu siap mengantarnya ke tempat kerja karena dia sendiri berprofesi sebagai driver ojek online. Senyum manis Ayuna terbit sebelum akhirnya naik ke atas motor Indra. Mereka pun melaju bersama membelah padatnya jalan raya. Sesampainya di kantor, Ayuna tidak langsung memasuki pintu utama seperti yang biasa dia lakukan. Dia menggunakan akses yang biasanya di gunakan untuk memasukkan barang-barang keperluan kantor. Ayuna tidak ingin mengambil resiko bertemu dengan pria itu. Lagi pula, jika pria itu juga bekerja di perusahaan yang sama dengannya, sudah barang tentu dia akan bertemu dengannya lagi. Tapi jika mengingat kemungkinan dia punya jabatan tinggi di perusahaan, sudah pasti pria aneh itu tidak akan menghabiskan waktunya sia-sia hanya untuk bertemu dengan karyawan rendahan seperti dirinya. Lagi pula banyak diantara mereka yang sudah bertahun-tahun bekerja sekalipun, mereka sangat jarang bisa bertemu orang-orang penting di perusahaan. Sehingga Ayuna tidak khawatir. Tapi tetap saja, untuk berjaga-jaga, dia harus menghindarinya sebelum benar-benar terkena maslah nanti. Sesampainya di pantri tempat dia biasa bekerja, terlihat beberapa teman-temannya sudah mulai berdatangan. “Hai Ayuna, bagaimana akhir pekanmu? Sapa Abram sesaat setelah melihat Ayuna keluar dari ruang ganti. “Hai, baik.” Jawab Ayuna singkat sambil tersenyum kecut. Baik apanya jika maslah besar sedang dia hadapi sekarang. Terlebih jika mengingat pemecatannya sebentar lagi. “Hei apa ada masalah?” Ayuna tersentak dari lamunannya saat merasakan bahunya di sentuh seseorang. “Ah, maaf. Aku sedikit tidak fokus saja. aku baik-baik saja kok. Ayo kita mulai kerja saja.” ucap Ayuna lalu meninggalkan Abram yang masih terdiam di tempatnya. Sedangkan Abram hanya menatap Alea yang sudah berjalan semakin menjauh dan akhirnya menghilang. Dia menghela napas dalam lalu beranjak dari tempatnya. Sudah seminggu saat kejadian yang tidak mengenakkan itu berlalu, Ayuna terlihat masih berada di tempat kerjanya seperti hari-hari biasa. Tidak ada lagi isu pemecatan yang biasanya dia tunggu dengan perasaan was-was. Pak Darto sang kepala bagian OB sekaligus orang yang Ayuna sangat hormati telah membantunya agar dia tidak jadi di keluarkan dari perusahaan. Dan hal itu membuat dirinya dan teman-teman kerjanya merasa lega dan bahagia. Ayuna juga tidak pernah lagi bertemu dengan Gio karena sebisa mungkin Ayuna selalu menghindari pintu utama. Masalahnya dengan Dirman pun seolah sudah terlupakan begitu saja karena sampai sekarang orang-orang yang mungkin sedang mencarinya tidak pernah menemukannya dan semoga saja terus seperti itu. Entah bagaimana kabar ibunya di rumah, dia juga sebenarnya mengkhawatirkan wanita yang telah membesarkannya itu, tapi jika untuk kembali ke sana dan menikah degan Dirman maka Ayuna tidak akan pernah mau melakukan itu. Tidak seperti biasa, Ayuna masih berada di ruangan pantri membersihkan peralatan makan yang tersisa, padahal malam sudah semakin larut. Teman-temannya sudah pulang ke rumah masing-masing. Dia sengaja tinggal sedikit lebih lama di tempat kerjanya karena sedang menunggu Indra menjemputnya. Kebetulan sahabatnya itu sedang berada di luar kota dan akan menjemput Ayuna setelah dia datang, untuk itulah Ayuna menunggunya sampai saat ini. Kantor tampak lengang, meskipun masih terlihat ada beberapa lampu meja yang menyala menandakan pemiliknya masih berada di sana tapi, sebagian besar sudah pulang. Ayuna berjalan mengitari ruangan yang pernah sekali dia kunjungi, saat dia membawa kopi ke tempat pemilik ruangan itu. Ruangan CEO, tapi sekalipun dia tidak pernah melihat bagaimana tampang pemilik ruangan itu. Ayuna yakin, CEO perusahaan ini adalah orang yang baik karena dia tidak memecatnya. Ayuna kemudian mulai membersihkan lantai di sekitar ruangan itu, meskipun ruangan itu bukan bagian dari tugasnya, apa salahnya sambil menunggu Indra menjemputnya dia membantu meringankan pekerjaan OB yang bertugas besok. Akan tetapi gerakannya terhenti ketika samar-samar terdengar suara desahan dari dalam ruangan CEO. Ayuna menoleh ke arah ruangan itu, bukannya bos sudah pulang? Lagi pula ruangannya terlihat remang dan sunyi. Tapi kenapa dia bisa mendengar dengan jelas desahan seseorang dari sana? Karena rasa penasaran yang mengganggunya, dia melangkah menghampiri ruangan itu. Suara desahan pun semakin terdengar jelas ditelinganya. Ayuna menghentikan langkahnya, dia menjadi ragu, suara apa itu? terdengar seperti seseorang yang merasa kesakitan. Karena penasaran, dia pun membuang keraguannya dan terus menghampiri tempat itu, Ayuna mengikuti rasa penasarannya untuk mengintip ke dalam dari tirai yang sedikit tersingkap. Betapa terkejutnya dia saat melihat apa yang dilihatnya. Seorang wanita setengah telanjang sedang duduk di pangkuan seorang pria yang sedang membenamkan kepalanya di d**a wanita itu. Akan tetapi, belum sempat Ayuna mengalihkan pandangannya, tiba-tiba saja wajah pria itu teangkat dan menatap lurus tajam kearahnya. Mereka bertemu pandang, tatapan mata itu seolah menusuk jantung Ayuna sehingga dia seakan tidak bisa bernapas untuk sesaat. Gawat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD