Pengintip

1247 Words
“Ada apa sayang, kenapa berhenti? Ayolah Gio teruskan. Aku sudah sangat b*******h, kita lakukan sekarang saja.” Wanita itu merengek manja karena tiba-tiba Gio menghentikan gerakannya dan hanya terpaku menatap ke arah jendela. Mata itu, Gio masih mengingat dengan jelas siapa pemilik tatapan mata yang barui saja dilihatnya. Kenapa dia ada di sini? Apakah dia sudah gila karena terus memikirkan gadis itu sampai-sampai apa pun yang dia lihat bayangannya tidak pernah menghilang di pelupuk matanya? Gio segera beranjak dari tempatnya tanpa mempedulikan wanita yang ada di pangkuannya itu. Hampir saja wanita itu terjatuh ke lantai karena pergerakan Gio yang tiba-tiba. Wanita itu hanya mendengus kesal kebingungan. Dengan cepat Gio bergegas menuju pintu dan membukanya. Memastikan jika apa yang baru saja dia lihat itu hanya ilusi. Tidak mungkin gadis itu bisa sampai ke sini. Dia pasti hanya berkhayal atau kemungkinan besar salah lihat. Tapi siapa yang sudah berani-berani mengintip privasinya. Padahal aturan perusahaan sudah jelas di ketahui semua karyawan, tapi kenapa masih saja ada yang bersikap kurang ajar. Awas saja kalau sampai orang itu tertangkap. Sementara itu, Ayuna sudah hampir mati ketakutan. Dia hanya bisa menutup mulutnya dengan tangan agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun di tempat persembunyiannya itu. Degup jantungnya bahkan seakan mengalahkan deburan ombak pantai. Dia sangat gugup dan tegang. Dia merutuki kebodohannya, karena rasa penasarannya itu, dirinya berada di situasi seperti sekarang. Satu-satunya harapan untuk bisa selamat adalah jika bos alias pria yang pernah menolongnya itu pergi dari tempat itu. Ayuna masih mendengar suara langkah kaki mengitari ruangan sekitar tempatnya bersembunyi. Berada di tempat sempit dan berdebu seperti itu membuat Ayuna rasanya mau bersin, tadi dengan segala usaha dilakukannya agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Ayuna semakin ketakutan, jangan sampai dia ketahuan. Sudah pasti dia akan berakhir jika hal itu terjadi. Tuhan, ternyata pria yang menolongnya beberapa waktu lalu adalah pemilik perusahaan. parahnya lagi, pria itu sudah mengenalnya. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Sementara itu, di sebuah mansion megah tepatnya di ruang keluarga. Terlihat beberapa orang duduk santai sambil menikmati tayangan televisi. Seorang gadis bersama kedua orang tuanya. Sang ayah terlihat santai membaca surat kabar sambil sesekali menyeruput kopinya, sedangkan sang istri terlihat mengusap kepala sang putri yang berbaring di pahanya dengan penuh kasih sayang. “Linda, bagaimana sekarang sayang, kau ingin melanjutkan pendidikanmu di negara mana?” Tanya sang ibu dengan lembut. Mendengar itu, sang putri menatap ke arah sang ibu dengan wajah datar. “Ma, aku kan sudah bilang, kalau tidak ingin keluar negeri. Aku bahkan tidak ingin kuliah kok, Lagian buat apa capek-capek kuliah, harta warisan buatku kan banyak. Aku tidak mungkin membuang-buang waktuku hanya untuk hal-hal yang tidak penting begitu.” ucapnya ketus. Sang ibu hanya bisa menggeleng pasrah melihat kelakuan anak mereka satu-satunya ini. sedangkan sang suami hanya menatapnya sebentar dan kembali sibuk dalam bacaannya. “Tapi mama ingin kau kuliah supaya bisa meneruskan bisnis keluarga kita. Jika kau tidak punya ilmu dalam bidang itu, bagaimana kau bisa mengambil alih perusahaan nantinya?” Ibunya mencoba memeberi pengertian. “Mama..! sekali aku bilang tidak ya tetap tidak. Aku tidak ingin mau kuliah, dan sebaiknya mama jangan memaksaku.” Ucapnya gadis itu lalu bangkit dari tempatnya dan pergi meninggalkan kedua orang tuanya. “Linda..!” teriak sang ibu berusaha menahan putrinya akan tetapi sang putri sama sekali tidak mempedulikan ibunya. “Mas, bagaimana ini apa yang harus kita lakukan pada Linda?” keluhnya pada sang suami yang kini sudah menatapnya dengan tatapan sendu. “Kita sabar saja dulu, biarkan Linda melakukan apa yang dia inginkan. Kita akan bicarakan padanya pelan-pelan. Kau tenang saja.” ucap sang suami menghibur. “Tapi sampai kapan mas? Ini sudah berlalu satu tahun sejak kelulusannya. Yang dia lakukan hanya bersenang-senang dengan teman-temannya saja. Dia sama sekali tidak pernah memikirkan masa depannya. Akan menjadi apa putri kita jika berkelakuan seperti ini?” keluh sang istri gusar. “Anita, dengarkan aku. Kita beri waktu sedikit lagi untuknya oke? Kalau sampai dia masih tetap bertingkah seenaknya, aku yang akan memberinya peringatan tegas. Kau tenang saja sayang, Linda pasti akan menuruti kemauan kita, dia akan kuliah.” Mereka kemudian hanya terdiam, hanya desahan berat yang terdengar mengindikasikan jika keduanya larut dalam pikiran penat masing-masing. Sangat susah mengendalikan anak semata wayang mereka, dia selalu bersikap seenaknya dan arogan terhadap orang lain. Apakah sikap putrinya itu adalah karena hasil didikan mereka yang selama ini terlalu memanjakannya? Atau ada hal yang lain yang membuatnya bersikap seperti itu. Sulit sekali mengendalikannya, Anita sebagai ibu bahkan hampir putus asa. Terdengar dia berkali-kali mendesah panjang. Dia tidak habis pikir, kenapa Linda selalu saja membantah keinginannya. Padahal sebagai seorang ibu semua yang dia lakukan ini adalah untuk kebaikan putrinya sendiri. Seketika bayangan masa lalu terlintas di benaknya. Saat dimana dia kehilangan putri kandungnya dan menjadi hampir gila karena itu. Anak yang dia dan sang suami nanti-nantikan selama sepuluh tahun, penerus keluarganya dan tumpuan harapannya, diculik dan sampai sekarang tidak diketahui di mana keberadaannya. Sampai pada suatu hari, ketika dia membuka pintu depan rumahnya, seorang bayi perempuan terbungkus selimut di dalam keranjang mengejutkannya. Bayi itu menangis karena sepertinya dia kehausan. Dia dan suaminya sempat berusaha mencari tahu keberadaan orang tua sang bayi tapi berhari-hari bahkan berbulan-bulan mereka tidak menemukan apa-apa, sampai pada akhirnya mereka memutuskan untuk mengadopsi anak itu. Semakin hari putrinya semakin bertumbuh dengan baik, dengan limpahan kasih sayang berlebih dan materi yang berlimpah membuat sang putri tumbuh menjadi pribadi yang sangat manja dan bersikap seenaknya. Segala keinginannya terpenuhi, sang putri tidak pernah merasakan kekurangan sedikit pun. Mungkin itulah menyebabkan sang putri tidak menginginkan hal-hal yang akan membuatnya susah. Memang sejak kecil dia tidak pernah berminat terhadap hal-hal yang berbau pelajaran. Kesehariannya hanya bersenang-senang dan berfoya-foya. Disekolahnya pun putrinya terkenal sebagai seorang pembuli. Dia senag sekali mengganggu teman-temannya yang lemah dan bahkan tidak segan-segan menindasnya. Putinya itu hampir dikeluarkan sekolah, tapi karena koneksi dan uang, pihak sekolah tidak mampu melakukan apa-apa selain hanya memperingatinya. Tidak sedikit masalah yang putrinya itu ciptakan untuknya. Akan tetapi meskipun demikian, dia sangat menyayangi Linda. Dialah pelipur laranya, dia penyelamat hidupnya. Dia pengganti putrinya yang hilang dan memberikan kebahagiaan hidup baginya. Sementara itu, di tempat persembunyiannya, Ayuna masih berharap dengan rasa was-was yang luar biasa. Dia masih belum bisa bernapas lega karena pria itu masih dengan gigihnya mencari jejak orang yang sudah berani mengintip ruangannya. Gio masih berjalan ke sana –kemari mencari orang itu. Dia betul-betul akan langsung memecat orang itu jika sampai menemukannya. Gio yakin orang itu belum jauh atau paling tidak dia bersembunyi di suatau tempat di sekitar ruangannya. “Ke mana si kurang ajar itu? awas saja kalau aku menemukanmu. Kau tidak akan kulepaskan. Berani-beraninya mengintip ke dalam ruanganku. Benar-benar tidak tahu malu.” Gerutunya sambil terus mencari dan berjalan ke sana-kemari. “Sayang, ayolah, hentikan itu. Sebaiknya kita lanjutkan kegiatan kita yang tertunda. Lagi pula dia pasti sudah pergi. Kau hanya membuang-buang waktu.” ucap wanita yang sejak tadi menunggu Gio di dalam ruangan akhirnya keluar dan meminta Gio menghentikan pencariannya. Gio hanya menghembuskan napasnya dengan gusar. Dia sungguh ingin menemukan orang itu, tapi mungkin Sintia benar, orang itu pasti sudah pergi. “Kau masuk saja, tunggu aku di dalam. Sebentar lagi aku menyusul.” Ucapnya. Wanita itu kembali masuk ke dalam ruangan, sementara Gio masih berdiri ditempanya seakan memikirkan sesuatu, sampai akhirnya memutuskan untuk masuk kembali ke dalam ruangan. Akan tetapi, baru saja dia hendak melangkah, tiba-tiba dari arah lemari penyimpanan berkas, terdengar suara ponsel berbunyi. Degan cepat dia berjalan menuju lemari itu dan perlahan membukanya. Benar saja, dia akhirnya menemukan apa yang dia cari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD