Putus Cinta

1573 Words
Aditya berharap kata-kata yang keluar dari mulut Dera hanyalah emosi sesaat. Dera akan menarik kembali kata-katanya setelah kemarahannya mereda. d**a Aditya terasa sesak mendengar ucapan Dera. Kata-kata Dera bagaikan pisau tajam yang menghunus jantungnya. Aditya tak menyangka kalau Dera bisa semurka itu, dan dengan gampangnya berkata kalau hubungan mereka sudah tidak bisa diteruskan lagi. Aditya tidak terima dengan keputusan Dera. Aditya terus berusaha meyakinkan Dera, agar mau menarik kembali omongannya. Aditya sangat mencintai Dera, dia terus memohon pada Dera, apa pun akan Aditya lakukan demi kembalinya Dera di hatinya. “Tidak Dera, aku tidak ingin hubungan kita berakhir, aku sangat mencintai kamu, aku tidak bisa hidup tanpa kamu. Tolong Dera, kamu jangan pernah ucapkan kata itu lagi, maafkan aku Dera, aku mohon sama kamu. Please”, Aditya sambil memegang tangan Dera terus memohon. Dera berusaha melepas pegangan tangan Aditya. “Lepasin tangan aku Dit, maaf aku enggak bisa, hati aku sudah terlalu sakit untuk menerima semua ini. Tolong lupakan aku, lupakan semua yang pernah kita lewati bersama. Di luar sana masih banyak cewek yang lebih baik dari aku, cewek yang bisa ngerti kamu, cewek yang bisa nuruti mau kamu. Kamu pasti bisa Dit!” “Tidak... aku hanya ingin kamu, pokoknya aku tidak mau hubungan kita berakhir sampai di sini! Kalau perlu aku bersimpuh di kakimu Dera, agar kamu mau maafin aku.” Aditya pun langsung bersimpuh di kaki Dera. Dengan cepat Dera langsung menarik kedua tangan Aditya. “Apa-apaan sih Dit, apa yang kamu lakukan, bangun!” Aditya memang sudah dibutakan oleh cinta, hingga dia tak peduli lagi dengan harga dirinya. Saat ini hanya Dera yang dia inginkan. Hanya Dera yang bisa mengisi ruang di hatinya. Meski sudah ditarik Dera, Aditya tetap bersimpuh. “Pokoknya aku tidak akan bangun, sebelum kamu memaafkan aku Dera, sampai kapan pun!” Dera dibuat pusing oleh Aditya. “Ya Tuhan...apa yang harus aku lakukan?” Dalam hati Dera berbisik. Sepuluh menit telah berlalu, Aditya masih tetap bertahan dengan pendiriannya. Aditya tetap tak mau beranjak dari posisinya. Dera pun semakin bingung dibuatnya. Dera tidak tega melihat Aditya yang terus bersimpuh di hadapannya. Dera menghela nafas, lalu berkata " oke Dit, aku maafkan kamu. Cepat kamu bangun sekarang!" Aditya langsung mengangkat tubuhnya lalu memeluk tubuh Dera dengan erat. "Makasih Dera... makasih..." Aditya terlihat sangat bahagia. "Eh... eh... lepas Dit jangan sembarangan yah!" Dera berusaha melepas pelukan Aditya. "Iya maaf reflek, saking bahagianya aku mendengar maaf darimu hingga aku tak sadar memelukmu". Aditya melepas pelukannya lalu berkata, "berarti kita pacaran lagi?" "Siapa bilang!" Dera mengerutkan dahinya. "Kan kamu udah maafin aku, berarti kita balikan dong? Aditya penuh harap. "Maaf Dit, aku emang maafin kamu, tapi bukan berarti kita balikan, aku enggak bisa". Jawab Dera tegas. Badan Aditya langsung lemas lalu berkata, "Kenapa...? Kenapa enggak kita mulai dari awal lagi, aku janji tidak akan mengulanginya lagi. Aku tidak akan memaksamu lagi untuk mengikuti keinginanku." Aditya terus mempertahankan keinginannya. Sepertinya sosok Dera benar-benar sudah memenuhi hati Aditya. Di otaknya hanya ada Dera, Dera, dan Dera. "Sudah Dit, ini keputusan yang terbaik buat kita. Sekarang kita jalan sendiri-sendiri aja, kamu enggak usah urusin aku, dan aku juga tidak akan ngurusin urusan kamu”. Dera terus menolak. Aditya agak emosi, "Apanya yang terbaik, keputusan ini hanya dari pihak kamu!" "Kamu tidak memikirkan perasaanku! Kalau ini keputusan terbaik, aku juga merasakan kebaikannya, ini apa! Bukannya terbaik malah menyakiti aku!" Mendengar jawaban Aditya yang ketus, Dera ikut kesal. "Sudahlah Dit, capek aku ngomong sama kamu! Daritadi ngomong panjang lebar enggak ada ujungnya juga. Percuma aku ngomong sama kepala batu, ngomong sama orang yang maunya menang sendiri. Aku tegaskan sekali lagi, hubungan kita sudah berakhir, kita PUTUS titik!" Dera pun berlalu meninggalkan Aditya. Aditya tetap tidak menerima keputusan Dera. Aditya tetap tidak mau putus dengan Dera. Aditya berteriak, "Dera...aku tidak akan melepasmu!" "Aku tidak akan menyerah!" Dera tidak menghiraukan apa pun ucapan Aditya, Dera tetap berlalu dari hadapan Aditya. Sepanjang perjalanan pulang, Dera tidak bisa menahan air mata yang jatuh membasahi pipi merahnya. Banyak orang yang memperhatikan Dera, tapi ia tak menghiraukannya. Baginya, ia ingin secepatnya tiba di rumah menumpahkan air mata sebanyak-banyaknya untuk meluapkan segala problema yang ada di pikirannya *** Sore itu, Handoko duduk di teras depan rumah. Kedua tangannya memegang koran, kedua bola matanya dengan tajam menikmati kata demi kata dalam tulisan hitam putih itu. Ditemani segelas teh panas membuat suasana semakin hangat. Di tambah udara sore yang berhembus pelan hingga membuat suasana hati semakin damai. Handoko larut dalam suasana, dia tak menyadari kalau Dera melintas di hadapannya. Dera juga sengaja tidak menyapa Handoko, ia tidak ingin sampai ayahnya melihat matanya yang sembab karena menangis. Dera tidak ingin membuat ayahnya sedih. Dera langsung menuju kamarnya lalu mengunci pintu. Jam berputar untuk ke sekian kalinya, Dera tetap saja mengurung dirinya di kamar. Handoko mencari-cari Dera karena jam sudah menunjukkan angka delapan malam. Handoko khawatir karena tidak biasanya Dera pergi selama ini, biasa kalau Dera pergi siang, sore ia sudah balik. Kalau mau pulang malam, Dera biasanya mengabari Handoko dulu, tapi ini tidak. Ditemani perasaan cemas, Handoko mencoba ke kamar Dera. Tangannya meraih gagang pintu, lalu berusaha menariknya. Pintu terkunci dari dalam. Sambil mengetuk pintu, Handoko memanggil Dera pelan, “Dera... apa kamu di dalam Nak?" "Iya Ayah, ada apa?" Dera dengan suara pelan tapi terdengar serak. "Sejak kapan kamu pulang, kok Ayah enggak lihat? Ayah juga enggak dengar kamu buka pintu atau memanggil Ayah?" Handoko tanya lagi. "Tadi sore Yah, Dera lihat Ayah lagi serius banget baca koran, Dera enggak mau ganggu Ayah. Dera langsung masuk kamar aja." Handoko merasa heran, tidak biasa Dera bertingkah seperti itu, setiap Dera sampai di rumah pasti Handoko yang dicari dulu sebelum masuk kamarnya. Ada timbul tanya di benak Handoko, pasti ada sesuatu yang Dera sembunyikan dari Handoko. Dari bayi Dera hanya tinggal dengan Handoko, apa pun kebiasaan Dera Handoko mengenalnya. Malam itu terasa begitu sunyi, hanya terdengar suara serangga-serangga kecil di luar sana, menghiasi keheningan malam di kediaman Handoko. Dera yang biasanya menceritakan apa saja yang dialami pada hari itu pada Handoko, malam ini hanya terdiam di kamar. Sementara Handoko juga masih enggan untuk bertanya pada Dera. Handoko lebih memilih untuk tutup mulut dahulu. Sementara Dera di dalam kamar terus meneteskan air matanya, hatinya begitu terluka dengan peristiwa ini. Terlalu banyak kenangan yang telah Dera lewati bersama Aditya. Tapi sayang, semua itu harus berakhir. Walaupun pahit, itu sudah keputusan Dera. Daripada ia melanjutkan hubungan tapi batinnya terus tersiksa. Suara adan Subuh berkumandang sangat merdu, membuat orang yang mendengar hatinya menjadi tenang. Malam yang sepi itupun akhirnya terlewati. Sang fajar muncul di ufuk timur, pertanda hari sudah berganti pagi. Gelap pun berubah menjadi terang, namun Dera tetap saja tak beranjak dari kamarnya. "Dera...kamu kenapa? Dari semalam kamu enggak ada keluar kamar. Kamu ada masalah, cerita sama Ayah?" Handoko memanggil Dera. "Enggak ada apa-apa Yah, Dera cuma lagi capek pengin istirahat". Dera berusaha menutupi. "Kalau enggak ada apa-apa, keluar sini temanin Ayah sarapan. Dari semalam Ayah sendirian, kamu pulang langsung masuk kamar." Handoko terus membujuk Dera. "Kreet...", suara daun pintu dibuka Dera. Dera keluar dari kamarnya, mata Dera terlihat bengkak dan nampak sekali lingkaran hitam mengelilingi bola matanya. Sepertinya Dera semalaman enggak bisa tertidur, hanya menangis yang bisa ia lakukan. "Dera... cuma kamu yang Ayah miliki di dunia ini, kamu jangan bohong Nak, cerita sama Ayah." Handoko memegang pundak Dera. "Eng... enggak Yah". Mata Dera terlihat berkaca-kaca. "Itu kan, bibir kamu bisa bohong, tapi tidak dengan matamu. Sudah cerita sama Ayah, mungkin Ayah bisa kurangi beban kamu". Handoko mengusap kepala Dera. "Hiks... hiks... Ayah, Dera sudah putus dengan Aditya". Isak tangis Dera semakin menjadi. Handoko terlihat kaget mendengarnya, selama ini yang Handoko lihat hubungan Aditya dan Dera baik-baik saja. Handoko juga jarang lihat mereka bertengkar ataupun adu mulut. "Hah... putus, kok bisa? Iya itu sih urusan kalian, Ayah enggak mau ikut campur. Kalian sudah dewasa, kalau memang ada masalah diselesaikan baik-baik dan memang kalau jalan terakhir harus putus, akhirilah dengan baik-baik juga. Itu pesen Ayah". "Iya Ayah, Dera ngerti. Sudah lah Yah enggak usah dibahas lagi, mending kita ngomongin yang lain, kayak kerjaan Ayah atau Ayah ngerjain apa gitu hari ini". Dera mengalihkan pembicaraan. "Kamu betul Dera, kamu enggak perlu larut dalam kesedihan terus, masih banyak cowok yang mau sama kamu. Kamu tinggal pilih cowok model apa pasti bisa kamu dapat. Anak Ayah kan cantik". Handoko sambil mencubit kedua pipi Dera. "Ayah ini, emang paling bisa bikin Dera bahagia. Makasih Ayah". Dera memeluk Handoko. Hubungan Handoko dan Dera memang sangat erat. Apa pun yang dirasakan Dera, Handoko ikut merasakannya, begitu juga sebaliknya. Dera umpama jantung hati Handoko yang tak bisa dipisahkan lagi. Sejak hubungan percintaannya berakhir dengan Aditya, beberapa hari Dera jadi banyak mengurung diri. Ia lebih sering berdiam diri di rumah, bahkan dengan Handoko sendiri, Dera lebih sering tutup mulut tanpa banyak bicara. Handoko sangat memaklumi Dera, dengan cara ini Dera bisa menenangkan hatinya. Dera juga bisa meluapkan segala kekecewaan dan kekesalannya. Hingga akhirnya Dera bisa melupakan segala masalahnya. Seminggu sudah berjalan, Dera mulai melupakan segala masalahnya. Sekarang Dera terlihat lebih segar, wajahnya tak lagi seperti mayat hidup, pucat tanpa riasan. Kelopak matanya tak lagi bengkak dan terlihat hitam disekelilingnya karena tak henti-hentinya mengeluarkan air mata. Begitu juga dengan bibirnya, senyum manis terus mengembang di sudut bibir cantik Dera. Saat Dera mulai melupakan masalahnya, dan mulai move on, seorang lelaki mengetuk pintu rumah Handoko. Suara khas lelaki itu tidak asing lagi di telinga Dera, hati Dera pun tersentak melihat Aditya yang tiba-tiba datang menemuinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD