"Aditya"
Dera terbelalak melihat Aditya berdiri di depan pintu masuk rumahnya. Kedua insan ini saling beradu pandang, Dera melihat jelas raut kesedihan di wajah Aditya.
"Ada apa lagi Dit? Urusan kita sudah selesai kan? Ngapain lagi kamu kesini?” Dera bertanya.
"Dera, aku hanya ingin minta maaf sama kamu?" Aditya dengan muka lesu.
"Maaf apa lagi Dit, aku kan dah maafin kamu. Kita udah enggak ada urusan lagi. Harus gimana lagi aku ngejelasinnya biar kamu ngerti Dit?" Dera dengan intonasi meninggi.
"Dera, selama ini aku sudah berusaha melupakanmu, tapi aku tak sanggup melakukannya. Bayangan wajahmu selalu menghantuiku, dan semua tentangmu telah memenuhi seluruh otakku, hingga aku tak bisa berpikir hal lain di luar kamu. Semakin aku berusaha melawan rasa ini, semakin sakit yang kurasakan." Mata Aditya terlihat berkaca-kaca.
Jeda satu detik Aditya menyambung ucapannya.
“Tolong aku Dera_tolong aku dari jurang pesakitan ini, hanya kamu yang bisa menyelamatkan aku"
Dari sorot mata Aditya, Dera melihat penyesalan dan harapan yang besar agar dirinya mau membina kembali hubungannya dengan Aditya. Tatapan Aditya sekarang ini begitu teduh, tidak seperti tatapan-tatapan sebelumnya. Dera terenyuh dengan tatapan dan raut wajah Aditya.
***
Dua minggu paska Aditya mendatangi Dera, wajah Aditya terus saja hadir dalam mimpi Dera. Hati Dera kini kembali bimbang, sebenarnya Dera masih menyimpan rasa pada Aditya, tapi Dera takut kejadian yang telah lalu terulang kembali.
Dera yang tadinya sudah mulai melupakan semua tentang Aditya, kini dia harus kembali dengan kisah yang sama, bergelut dengan Aditya. Hati Dera begitu teriris kala mengingat sikap Aditya kepada dirinya.
Namun, kalau mengingat kisah kasih yang telah Dera dan Rendra lewati bersama, sangat sayang jika kenangan itu harus cepat berlalu. Terlalu indah untuk dilupakan bagi Dera.
“Ayo Dera kamu pasti bisa!" Ucap Dera menyemangati dirinya sendiri.
"Tidak, aku harus terus maju, aku tidak ingin kembali terpuruk. Susah payah, aku melupakan segala masalahku." Dera berucap lagi dalam hati.
Tiba-tiba Dera dikagetkan, kantong celananya bergetar, ponsel Dera berdering. Nama Aditya muncul di layar ponsel Dera. Aditya yang daritadi muncul dalam pikiran Dera menghubunginya.
"Ya halo Dit, ada apa?"
"Hai Dera, sibuk enggak?"
"Ehm...", Dera berpikir sejenak. "Enggak sih, kenapa Dit?"
“Aku pengin ngobrol sama kamu, kita bisa ketemuan enggak?"
"Kenapa enggak ngobrol sekarang aja?
"Enggak bisa, aku pengin ngobrol langsung sama kamu, bisa enggak?
"Iya udah, ketemuan dimana?
"Di caffe biasa aja ya, jam tujuh malam. Nanti aku jemput kamu ke rumah."
"Enggak usah Dit, aku berangkat sendiri aja, enggak papa kok. Nanti malah ngrepoti kamu."
"Ah kamu Der, kayak sama siapa, aku jemput aja! Enggak baik anak gadis jalan malam-malam sendirian, nanti ada yang culik lagi." Aditya tertawa kecil.
"Kamu Dit, bisa aja." Dera ikut tersenyum, lalu berkata, "iya udah kalau kamu maksa, makasih Dit."
"Sampai besok Dera."
Sambungan pun terputus. Usai menerima telephone dari Aditya, hati Dera tambah bimbang. Ia terlihat mondar-mandir, salah tingkah. Handoko yang melihat tingkah putrinya aneh, hatinya bertanya-tanya.
"Dera... kamu ini kenapa sih, daritadi Ayah lihat kamu balik sana balik sini kayak setrikaan aja! Pusing Ayah lihatnya!"
"Ehm... enggak papa kok Yah?" Dera menghampiri ayahnya yang duduk di kursi ruang tengah sambil menonton televisi.
"Sini duduk, temani Ayah nonton aja!" Handoko melambaikan tangan kanannya.
"Iya Ayah." Dera duduk disamping ayahnya.
Saat posisi duduk, Dera masih terlihat gelisah. Dera terus menggerakkan anggota tubuh untuk mengganti posisi duduknya. Dera juga kerap menggigit bibir bawah dibarengi dengan bola matanya yang berputar seperti memikirkan sesuatu.
"Dera, kamu mikirin apa?" Handoko bertanya pada Dera yang sedari tadi dilihat bertingkah tidak seperti biasanya.
"Kamu ada masalah Nak?" Handoko bertanya lagi.
Dera tidak mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya. Dera tidak menjawab pertanyaan Handoko. Ada sesuatu yang memenuhi otaknya. Hingga otaknya terus berputar memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan perasaannya. Dera tak sadar kalau Handoko daritadi bertanya pada Dera.
"Deraaa..!"
Untuk ketiga kalinya, Handoko memanggil Dera. Kali ini Handoko menggunakan nada yang meninggi.
"I...iya Ayah" Dera terperanjat mendengar suara panggilan Handoko.
"Ada apa Ayah, bikin Dera kaget aja, untung Dera enggak jantungan?" Dera memegang d**a dengan tangannya.
"Ada apa... ada apa! Harusnya Ayah yang tanya sama kamu, kamu tu kenapa? Dari tadi Ayah ngomong kamu diem aja!" Handoko masih dengan nada tinggi.
"Emang iya Yah, ya maaf? Maklum Yah lagi banyak pikiran he... he..." Dera tertawa kecil.
"Kamu itu, kayak orang tua aja banyak pikiran. Emang mikir apaan sih sampai Ayah manggil berkali-kali enggak denger-denger." Handoko ingin tahu apa yang membuat Dera gelisah seperti ini.
"Ada deh... , biasa Yah anak muda." Dera menggoda Handoko.
"Iya deh... yang masih muda." Handoko dan Dera tertawa bersamaan "ha... ha... ha..."
Tawa mereka membuat suasana jadi ramai. Dera yang tadinya hanya diam seribu bahasa, kini memulai kata-katanya. Dera tidak lagi memendam pikiran bimbangnya sendiri. Dera membagi pikirannya dengan Handoko. Dera tidak ingin mengambil jalan yang salah.
"Ayah... itu loh Si Aditya." Dera memulai obrolannya.
Dengan cepat Handoko menyambar kalimat Dera, " Aditya, pacar kamu? Bukannya kalian dah putus? Mang Aditya kenapa?" Handoko memberondong Dera dengan barisan pertanyaan yang panjang.
"Ayah ini, nanyanya satu-satu kenapa, enggak sabaran amat." Senyum kecil keluar dari bibir Dera yang cantik.
Handoko ikut tersenyum jeda dua detik, lalu berkata, " Ayah penasaran aja, kamu kan dah putus sama Aditya, tapi kok masih bahas soal dia? Kamu masih cinta iya sama Aditya?" Handoko mengarahkan jari telunjuk tangan kananya ke Dera.
"Ih Ayah... apa sih? Jangan sok tahu deh!" Dera menutupi perasaan malunya, pipinya terlihat memerah.
"Tuh kan, enggak usah bohong sama Ayah, lihat tuh wajah kamu enggak bisa menipu Ayah." Handoko menggoda Dera
Mendengar ucapan Handoko, Dera langsung bergegas ke kamar untuk melihat wajahnya. Di depan cermin, Dera mengusap wajahnya, mencari tahu seperti apa wajah Dera saat tersipu malu melalui pantulan cermin. Bagi Dera, wajahnya tidak nampak apa pun, sama aja seperti biasanya. Dera kembali ke ruang tengah menghampiri Handoko lagi, lalu duduk disampingnya.
"Kamu, darimana Dera? Masa Ayah ngomong kamu main pergi aja?" Handoko bertanya pada Dera.
"Dari kamar bentar Yah, abis lihat wajah Dera." Jawab Dera dengan polosnya.
"Lihat wajah, emang kenapa wajah kamu?" Handoko mengerutkan dahinya penuh tanya.
"Tadi Ayah bilang_kalau wajah Dera kelihatan berbohong. Dera pengin tahu kalau berbohong wajah Dera seperti apa?"
Dera sambil memegang wajahnya.
"He... he... " Handoko tertawa geli sambil menggelengkan kepalanya.
Jeda tiga detik, Handoko menyambung lagi “Dera... Dera... Ayah kan dah mengurus kamu dari bayi, jadi Ayah paham betul sifat kamu seperti apa. Mau marah, bahagia, atau kamu menyimpan sesuatu, Ayah bisa melihatnya." Tangan kanan Handoko memegang pundak Dera.
"Sekarang cerita sama Ayah, tadi kamu bilang Si Aditya, kenapa Si Aditya?" Handoko masih memegang pundak Dera.
"Itu Yah, Aditya ngajak ketemuan tar malam. Tahu deh mau ngomong apa? Gimana iya?" Dera minta pendapat Handoko
"Ditemui aja, mungkin ada yang penting kali?" Handoko menjawab
"Ih Ayah, maksud Dera bukan gitu? Dera melambaikan tangan kanannya pada Handoko.
"Lah terus gimana?" Handoko mengerutkan alisnya
"Gini Yah... , maksud Dera, Aditya kan belum terima kalau Dera putusin. Aditya pengin merubah sifat posesif dan cemburuannya pada Dera, kalau Dera mau balikkan lagi. Gimana menurut Ayah? "Dera bertanya pada Handoko
"Kok Ayah, perasaan kamu sama Aditya sendiri gimana, masih cinta enggak? Yang akan ngejalani hubungan kan kamu, bukan Ayah?" Handoko menjelaskan pada Dera.
"Iya sih, Dera tahu Yah. Cuma..." Dera berpikir sejenak, jeda satu detik Dera meneruskan perkataannya "Dera takut salah mengambil pilihan. Dera akui, emang Dera masih cinta sama Aditya, tapi Dera takut. Dera takut kalau omongan Aditya yang akan merubah sifatnya cuma akal-akalan saja, karena ingin balikan sama Dera." Dera terlihat bimbang
"Sekarang kamu yakin enggak, ikuti kata hatimu. Kalau kamu sudah yakin dengan keputusan itu, Insyaallah semuanya berjalan dengan baik sesuai yang kamu harapkan. Sembari mengusap kepala Dera, Handoko menasihati.
"Ayah percaya, pasti kamu bisa mengambil keputusan yang terbaik. Apa pun keputusan kamu, Ayah dukung kamu." Handoko berucap lagi.
***
Jarum jam terus berputar, detik berganti menit, menit berganti jam. Tiga jam sudah Dera lewati, tak terasa waktu begitu cepat berjalan. Dera masih memikirkan apa yang nanti akan Aditya bicarakan. Dera belum yakin dengan keputusan yang akan dia ambil untuk Aditya. Tapi Dera yakin, Aditya pasti akan membicarakan soal hubungannya lagi. Maka dari itu, Dera sudah siap dengan jawabannya.
Satu jam sebelum jam tujuh malam, pikiran Dera mulai tak menentu. Dera terlihat tampak gugup. Dera bingung, Dera ingin penampilannya terlihat menarik di hadapan Aditya saat berjumpa nanti.
Dera membuka lemari pakaiannya, kedua tangannya memilah-milih pakaian yang berjejer rapi di rak gantung pakaiannya. Sudah beberapa potong pakaian yang Dera coba, namun belum ada juga pakaian yang dirasa cocok di hati Dera.
Saat Dera sibuk memilih pakaian yang akan dikenakan, Handoko tiba-tiba masuk kamar Dera, kebetulan saat itu pintu kamar Dera terbuka lebar.
"Ya ampun, anak gadis kamarnya kok berantakan gini! Baju berserakan di tempat tidur, gimana bisa tidur nyenyak!" Handoko geleng-geleng kepala.
"Bentar Yah... tenang... pasti Dera beresin. Ayah enggak tahu sih, Dera itu lagi bingung. Dera mau ketemuan sama Aditya, Dera pengin terlihat cantik di mata Aditya. Menurut Ayah, Dera pakai yang mana ya?"
Dera menyodorkan beberapa pakaian yang digantung di hanger di kedua tangannya.
"Dera, ngapain bingung-bingung. Kamu itu sudah cantik. Enggak perlu dipilih-pilih, kalau emang Aditya beneran cinta sama kamu, dia tidak akan memandang kamu dari segi penampilan saja. "Handoko menasihati
"Kamu pakai pakaian yang sopan, jangan terbuka! Udara malam di luar sangat tidak bersahabat, nanti malah sakit. Kalau perlu kamu bawa jaket." Handoko menyambung ucapannya
"Ayah norak, masak mau ke caffe pakai jaket, nanti Dera dikiranya orang sakit lagi." Dera tertawa geli
"Enggak masalah, selagi kita nyaman. Daripada menggigil kedinginan, bukannya konsen dengan acaranya malah sibuk melawan hawa dinginnya. Ha....ha..." Handoko tertawa
"Iya deh, terserah Ayah aja. Sudah ah, Ayah keluar sana! Dera mau siap-siap dulu ganti pakaian, nanti keburu Aditya jemput. Belum lagi dandan, hadeh... !" Dera menepuk jidatnya sendiri