Bab 6: Pulang

1204 Words
"Kenapa, Bang? Tumben, pagi-pagi lo udah nyuruh anak-anak ngumpul di basecamp?" Aldo yang baru sampai dengan beberapa orang laki-laki di belakangnya menghampiri Adhim yang tampak duduk dengan tangan terlipat di atas sebuah peti kayu yang ada di sebuah ruangan mirip gudang yang luasnya hampir menyerupai lapangan sepak bola itu. Ada sebuah arena kick boxing di salah satu sudut ruangannya dengan berbagai peralatan latihan bela diri, perkakas bengkel, meja-kursi, juga barang-barang lain di tempat yang Aldo sebut basecamp itu. Adhim tidak langsung menjawab. Ia membiarkan Aldo mencari tempat duduk di meja-kursi yang ada di sekitarnya bersama pemuda-pemuda yang lain lalu mulai bersuara. "Gue mau balik ke Kediri," katanya yang langsung membuat Aldo dan pemuda-pemuda yang datang bersamanya saling menatap dengan tatapan bingung. "Maksud lo, Bang?" Aldo bertanya mewakili semuanya. Adhim tersenyum simpul. "Gue mau balik ke Kediri karena ada urusan di rumah. Dan sekarang, tujuan gue ngumpulin kalian semua di sini mau pamit." "Maksud lo. Lo nggak akan balik lagi, Bang?" sambar seseorang yang duduk tepat di samping Aldo dengan nada terkejut dan panik. Yang lain juga langsung memasang ekspresi serupa menatap Adhim sembari menunggu jawabannya. Adhim terkekeh. "Pasti balik lah, Dan," jawabnya. "Skripsi gue gimana kalo gue tinggal?! Gue udah kuliah sejauh ini masa nggak gue kelarin saat udah waktunya." Laki-laki yang dipanggil Adhim 'Dan' itu langsung menghela napasnya lega. "Syukur kalo gitu, Bang. Gue nggak bisa bayangin nasib anak-anak kalau elo nggak ada." "Iya. Yang dibilang Bondan bener, Bang. Gue juga nggak bisa bayangin nasib anak-anak yang lain kalo nggak ada lo di sini." Aldo menimpali. "Berapa lama lo di sana? Kapan balik Bandung?" lanjutnya melempar tanya. "Mungkin semingguan. Baliknya bisa molor bisa juga lebih cepet." Aldo dan yang lain langsung manggut-manggut mendengarkan. "Selama gue nggak ada, gue minta tolong sama kalian untuk tetep rukun dan jangan ada yang berantem sama geng motor lain. Kalian ngerti kan maksud gue? Gue nggak mau sampai ada korban." "Iya, Bang." Semua yang ada di sana menganggukkan kepala. "Oh iya. Sekarang hari Minggu. Kalau gue beneran ada di Kediri selama semingguan, gue nggak akan ada di sini pas waktunya Jumat Ceria. Gue minta tolong lagi sama kalian buat pastiin Jumat Ceria berjalan lancar dan semua anak yang ada di rumah singgah bisa ikut. Kalau perlu, ajak juga anak jalanan yang lain. Anak-anak seperti mereka pantas bermain dan mendapat pendidikan di sela-sela waktu mereka nyari duit di jalanan. Sesulit apa pun keadaan yang memaksa mereka jadi dewasa, mereka tetep anak-anak yang perlu bermain, yang mesti kita rangkul. Gue percayain urusan satu ini khususnya sama lo, Ta." Adhim memungkasi kata-katanya dengan menepuk pundak laki-laki bernama Suta yang duduk tak jauh dari dirinya. "Iya, Bang. Pasti." Laki-laki berkacamata yang memiliki nama Suta itu mengagguk menyanggupi. "Lo tenang aja, Bang. Kita semua sama Suta pasti bakal pastiin anak-anak bisa main dan belajar sama-sama pas Jumat Ceria," seru Bondan yang diangguki juga oleh lainnya. Adhim tersenyum. "Makasih, Bro." "No prob." Adhim tetap tersenyum dan manggut-manggut. "Oke. Kalau nggak ada yang mau kalian omongin sama gue, sekarang juga gue mau pamit. Jaga diri baik-baik!" kata Adhim sembari berdiri. "Tunggu, Bang!" cegah Aldo yang membuat Adhim yang sedang mencangklongkan tas ranselnya yang semula ia geletakkan di lantai beton basecamp menghentikan gerakannya. "Ada apa?" tanya Adhim. "Cewek-cewek gimana, Bang? Resti udah tahu kalau lo mau pergi? Anak-anak di rumah singgah pasti bakal nyariin lo selama lo nggak ada." Aldo ikut berdiri dari duduk dan disusul yang lain. "Tenang aja, Do. Tadi sebelum kalian dateng Resti udah gue chat. Yang lain pasti bakal dikasih tahu sama dia. Dan soal anak-anak, ngomong aja ke mereka kalau gue bakal balik bawain mereka oleh-oleh yang banyak." "Oke, Bang. Berarti lo mau pergi sekarang juga, ya?" "Iya." "Kirain nanti sore atau malem." Aldo menghela napas. "Lo berangkat naik apa?" "Naik si Pegasus," sahut Adhim merujuk pada sepeda motor miliknya. Pegasus, motor gede warna hitam berjenis Ducati Diavel XDiavel yang dibelinya seharga tujuh ratus lima puluh juta tiga tahun yang lalu, seminggu tepat sebelum dirinya berangkat ke Bandung untuk mengenyam bangku perguruan tinggi. Sedari kecil Adhim memang menyukai benda-benda luar angkasa, itulah kenapa sepeda motor miliknya ia namai Pegasus, salah satu rasi bintang terbesar ke-7 yang ada di langit. Adhim bahkan hafal di luar kepala mitologi-mitologi Yunani yang menjadi cerita dari setiap rasi bintang. Seperti rasi bintang Pegasus yang namanya diambil dari nama seekor kuda putih bersayap yang muncul dari leher Medusa ketika Perseus memenggal kepalanya. Dikisahkan dahulu ada seorang ksatria bernama Bellerophon yang diutus Raja Lobates, raja Kerajaan Lycia untuk membunuh Chimaera, monster mengerikan yang bisa menyemburkan api dari mulutnya dan menghancurkan kerajaan tersebut. Dengan mengendarai Pegasus, si kuda putih yang memiliki sayap, Bellerophon menyerang Chimaera dari langit dan berhasil mengalahkannya. Setelah mengalahkan Chimaera, Bellerophon menjadi sombong dan ingin pergi ke Olympus, gunung tempat Zeus rajanya para dewa berada dengan menaiki Pegasus. Hal tersebut membuat Zeus murka dan mengirimkan lalat untuk menggigit Pegasus di perjalanan. Saat Pegasus hilang kendali karena diserang lalat, Bellerophon yang naik di atasnya jatuh ke bumi sedangkan Pegasus tetap berhasil sampai dan tiba di Olympus. Melihat itu Zeus merasa kagum kepada Pegasus dan mengangkatnya ke langit sebagai penghormatan dan menjadikannya salah satu dari rasi bintang. "Lo yakin, mau naik motor aja dari Jabar ke Jatim? Astaga, Bang! Gue beliin tiket pesawat aja, ya?!" kata Aldo memasang wajah terkejut bercampur cemas. "Lo kenapa sih? Yakin gue, Do. Bener-bener mirip sama Umi gue lo lama-lama." Adhim terkekeh sembari membenarkan posisi ransel yang sudah bertengger di bahunya. "Tapi, Bang." "Tapi apaan sih ...? Ya udah, ya. Gue pamit dulu." "Kalau gitu kita anterin ya, Bang. Seenggaknya sampai perbatasan." Suta bersuara menawarkan diri untuk mengantar. "Nggak usah." Adhim melirik jam di pergelangan kirinya. "Jam segini warungnya Abah pasti udah rame sejak tadi. Lebih baik lo balik dan bantuin Abah." Dari wajah Suta, Adhim beralih menatap teman-temannya yang lain, "Kalian juga! Meski hari Minggu kalian pasti udah punya jadwal kegiatan masing-masing. Gue bisa berangkat sendiri." "Huft. Iya deh, Bang." Suta mengangguk bersama yang lain. "Ya udah, ya. Assalamu'alaikum!" "Wa'alaikumussalam," jawab semuanya berbarengan. "Oh ya, Ta." Sudah berjalan beberapa langkah, Adhim tiba-tiba berbalik memanggil Suta. "Kenapa, Bang?" tanya Aldo mewakili Suta yang baru mau membuka mulutnya untuk menjawab seruan Adhim. "Tolong titip salam gue buat Abah," pinta Adhim. "Bilang sama Abah kalau gue minta maaf karena pulang nggak bisa mampir dulu ke warungnya dan pamit langsung sama beliau." "Hm. Iya, Bang. Pasti gue salamin ke Abah." Suta menyanggupi sambil tersenyum. Abah yang dibicarakan Adhim dan Suta adalah abah dari laki-laki berkacamata itu. Abah Suta. Beliau asli orang Sunda yang memiliki warung pinggir jalan tidak jauh dari basecamp klub motor mereka. Adhim dan teman-teman motornya biasa mampir untuk ngopi di warung itu saban hari Sabtu dan Minggu malam. Seperti Suta, Adhim dan semua temannya memanggil abah Suta dengan sebutan 'Abah' karena abah Suta sendiri yang menginginkan itu. Abah Suta sudah menganggap Adhim dan teman-temannya yang lain seperti anaknya sendiri. Mereka cukup dekat. "Sekali lagi makasih," ujar Adhim. "Sama-sama, Bang," sahut Suta. Adhim kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya keluar dari basecamp. "Hati-hati di jalan, Bang!" teriak Bondan diikuti yang lain sebelum menyaksikan tubuh tegap Adhim benar-benar hilang ditelan pintu. "Mas akan ketemu kamu, Fa." Di luar, Adhim bergumam lirih menatap foto Zulfa yang terpampang jelas di layar ponselnya sebelum menaiki motornya dan mengendarainya. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD