43. Renungan

2227 Words
"Gue bisa ngerti kalo lo mungkin belom sepenuhnya nerima keadaan lo yang sekarang, Rav. Dan yah, gue akui kalo posisi lo saat ini emang agak sulit tapi meskipun begitu, omongan Tristan gue rasa sekarang ada benernya. Sekarang lo itu kakaknya Key dan jangan gara-gara hal itu, justru hubungan lo sama Key malah semakin jauh," ujar Adel. Gadis itu membereskan kotak obat dan menyimpannya kembali di dalam laci. "Gue akui emang awalnya gue juga gak yakin sama Tristan karena yah, lo tahu sendiri lah ya. Bahkan alasan dia pindah ke sekolah ini bikin gue kaget karena waktu itu dia secara terang-terangan bilang kalo dia ke sini karena Keanna, dan bahkan dengan sengaja minta dimasukkan ke kelas yang sama dengan Key. Dia mungkin pernah terlibat tawuran sampe di drop out dari sekolah lamanya itu, tapi di samping ituz gue makin sadar kalo ternyata Tristan itu sosok cowok yang baik buat Key dan Key sendiri ngerasa nyaman setiap kali di deket Tristan. Lo sebagai kakaknya sekarang, Ravano, emang gak salah buat ngejaga adik lo sendiri tapi setidaknya lo harus tahu mana yang terbaik buat dia," lanjut Adel kemudian. Kemudian tidak lama setelahnya, Adel melangkahkan kedua kakinya pergi dari sana dan meninggalkan Ravano sendirian di UKS, membiarkan gadis itu merenungi apa yang telah ia lakukan selama ini. Dan di saat yang bersamaan, Kinn berlari memasuki UKS begitu mendengar obrolan dari beberapa orang kalau Ravano dan Tristan berkelahi beberapa saat yang lalu di salah satu koridor. Lelaki itu menatap Ravano yang duduk di sebuah kursi dan ia langsung menoleh begitu mendengar derap langkah kaki yang mendekat. Dan benar saja seperti dugaannya, suara langkah kaki itu berasal dari kedua kaki milik Kinn yang sekarang tengah mengatur napas begitu sampai di sana. "Astaga, Ravano, sekarang apaan lagi, hah? Lo bikin ulah apa lagi sampe orang-orang di kantin gosipin lo sama Tristan?" ujar Kinn dengan napas yang masih terengah. "Enggak ada," jawab Ravano singkat. Lelaki itu kemudian membuang pandangannya ke arah lain. "Heh, gak usah bohong ya anjir, Ravano. Gue denger lho semua yang diomongin sama anak-anak yang lain. Katanya lo berantem sama si Tristan di koridor. Gue denger juga kalo lo tadi sampe ngedorong-dorong Keanna segala. Ya ampun, Ravano. Gue bener-bener ya, udah gak habis pikir sama lo. Gue juga udah memperingatkan lo tentang ini kemarin. Lo cuma khawatir, Rav. Aslinya Keanna gak akan pergi ninggalin lo begitu aja jadi jangan bikin hubungan lo sama dia jadi semakin jauh di saat kalian udah tinggal di atap yang sama walaupun dengan sebuah status yang berbeda dari apa yang kalian harapin selama ini. Paham?" ujar Kinn panjang lebar. Lelaki itu terkadang mengutuk kenapa dirinya itu selalu dihadapkan dengan masalah percintaan teman-temannya dan hal itu selalu membuatnya merasa pusing sendiri hingga rasanya kepalanya itu terasa berdenyut. Temannya yang ditimpa berbagai masalah, tapi justru dirinya lah yanh harus dipusingkan dengan segala solusi untuk masalah teman-temannya itu. "Intinya, Ravano. Kali ini letak dari inti permasalahan ini ada pada diri lo sendiri, yang artinya kalo masalah ini tuh bener-bener cuma lo yang bisa handle. Kalo lo pengen ini cepet berakhir, dan bener-bener berakhir, lo sebaiknya minta maaf atas apa yang udah lo lakuin terutama sama Key. Lo harus minta maaf sama dia karena bagaimana pun, lo udah nyakitin dia. Dan jangan lupa juga, kalo lo harus minta maaf sama Tristan. Sekarang Key punya tameng baru yang gak menutup kemungkinan kalau itu lebih kuat dari lo, jadi untuk berjaga-jaga agar lo gak ngelakuin sesuatu yang buruk pada Key. Gue harap lo paham dengan apa yang gue omongin sekarang sama lo," ujar Kinn. Lelaki itu kembali membuang napasnya kasar. Ravano tak langsung menjawab perkataan Kinn. Lelaki itu kemudian menatap Kinn yang berdiri di dekatnya, sebelum akhirnya ia menarik kedua sudut bibirnya ke atas hingga membentuk seulas senyuman tipis. "Thanks ya, Kinn. Lo bener-bener selalu bisa ngebantu setiap masalah gue," ujar Ravano. "Hm. Gue sebenernya gak masalah sih kalo soal itu, cuma ya, harusnya lo sebagai temen juga perhatian dikit kek sama gue. Setidaknya kalo may bikin ulah tuh mikir-mikir lagi lah sebelum bertindak, karena bagaimana pun, ntar tuh ujung-ujungnya gue juga yang mikirin solusi setiap masalah lo." Kinn kemudian melipat kedua tangannya di depan d**a. "Oh iya, Rav. Ngomong-ngomong gue belom sempet makan nih barusan, balik ke kantin, yuk! Mendingan kita makan di sana. Udahlah, lo gak usah galau-galau di sini. Mendingan kita sekarang pergi ke kantin dan makan enak di sana, gue jamin mood lo bakalan sedikit lebih baik," ujar Kin. Lelaki itu kemudian memberi kode agar Ravano beranjak dari sana dan mengikutinya ke luar dari UKS, berjalan menuju kantin. Ravano tersenyum tipis menanggapi tingkah Kinn. Walau lelaki itu memang terkadang sering bertingkah agak menyebalkan, tapi Ravano akui kalo Kinn adalah salah satu sahabatnya yang terbaik yang selalu bisa membantunya setiap kali ia dihadapkan dengan sebuah masalah. *** Sementara itu di tempat lain, Key membawa Tristan kembali ke kelas. Ia berniat mengobati luka di wajah lelaki itu namun Tristan menolaknya. "Sori, ya, karena gue udah mukul Ravano," ujar Tristan. "Itu gak penting sekarang. Gue yakin Adel udah bawa Ravano ke UKS dan ngobatin lukanya. Jadi lo gak usah mikirin soal itu," Key berujar. "Gue bermaksud bicara baik-baik tadi sama Ravano tapi ngeliat dia yang udah keterlaluan sama lo, bikin gue marah dan gue refleks mukul dia. Mungkin Ravano emang harus disadarin pake sedikit kekerasan." Key membuang napasnya. "Gue lama-lama capek ngeliat kalian berantem," ujarnya kemudian. Mendengar itu, Tristan kemudian menatap Keanna. "Lo tuh, ya, gue sama Adel lebih capek ngeliat lo sama Ravano yang gak pernah akur," balasnya. "Jadi tolong ya, pikirin juga orang-orang di sekitar kalian berdua biar gak capek mikirin solusi buat setiap masalah kalian." Tristan membuang napasnya kasar lalu lelaki itu menarik pelan salah satu pipi milik Key. "Tapi, Key. Gue akuin kalo apa yang Ravano lakuin ke lo itu emang terbilang kasar di mata gue dan gue gak suka itu. Dan hal itu bener-bener bikin gue marah sama dia. Tapi, lo gak kenapa-napa, kan?" tanya Tristan kemudian. Kepala Key mengangguk pelan. "Gue gak kenapa-napa kok, yang harus lo khawatirin itu justru diri lo sendiri, Tris. Luka lo itu harus segera diobatin atau ntar bisa infeksi," ujarnya. "Udahlah, gak kenapa-napa gak diobatin juga. Ini tuh cuma luka kecil doang. Lecet doang kok, bentar lagi juga sembuh," ujarnya. *** "Tristan udah gapapa?" tanya Adel seraya menatap salah satu bangku paling belakang, lebih tepatnya ke meja milik Tristan. Lelaki itu kini terlihat tertidur di sana dengan cukup pulas. Key kemudian ikut menolehkan kepalanya ke arah lelaki yang sedang tidur itu dan menganggukkan kepalanya pelan. "Dia gak kenapa-napa kok. Lukanya juga cuma lecet dikit. Dia udah gue suruh buat ngobatin lukanya tapi dia bersikeras gak mau dan bilang kalo lukanya itu cuma luka kecil dan bakalan sembuh nanti dengan sendirinya. Bener-bener keras kepala," ujar Key seraya menggelengkan kepalanya. Kemudian gadis itu segera melanjutkan kembali aktivitasnya mengerjakan tugas. Jam kosong membuat suasana di kelas itu sedikit lebih ramai dari biasanya karena tak ada guru yang masuk dan hanya memberikan tugas yang harus dikumpulkan sepulang sekolah nanti, jadi karena itulah Tristan juga bisa memanfaatkan waktu luang itu untuk tidur. Yah, memang begitulah tipikal murid laki-laki pada umumnya. "Oh, iya, Del. Terus Ravano sendiri gimana?" tanya Key seraya beralih menatap ke arah Adel yang sedang mengerjakan tugasnya. "Ya, begitulah. Gue tadi udah sempet bawa dia ke UKS sih terus ngobatin dia juga. Gue juga sempet ngobrol sama dia tentang masalah ini dan yang gue harapin sekarang tuh, semoga Ravano merenungkan lagi semua ini dan juga apa yang sudah dia lakuin sama lo. Gue bener-bener udah capek ngeliat kalian yang kayak gini dan sama sekali gak nunjukkin adanya perubahan sama sekali. Jadi gue harap di waktu yang akan datang dan kalo bisa sih ya besok, hubungan kalian akan jauh lebih baik karena emang akar dari permasalahan kalian kali ini itu menurut gue ada di dalam diri Ravano sendiri, kan. Jadi ya harusnya dia yang bisa menyadarkan dirinya sendiri atas semua yang terjadi selama beberapa hari terakhir ini," jelas Adel. "Gue juga berharap begitu sih. Karena jujur gue sendiri pun mulai ngerasa capek karena masalah ini kayak gak selesai-selesai dan seolah gak nemu titik terang yang jelas." Key menghela napasnta dan kembali melanjutkan kegiatannya mengerjakan tugas yang sempat tertunda selama beberapa saat karena ia mengobrol dengan Adel. "Tapi gue akuin kalo apa yang dilakuin Tristan itu bener-bener keren, Key." Adel tiba-tiba menuji Tristan seraya mengacungkan kedua ibu jarinya. Kedua alis milik Key bertaut dan gadis itu pun kembali menghentikan kegiatan menulisnya, lalu kembali menatap ke arah Adel. "Keren?" Key membeo. Kepala Adel mengangguk. "Tristan tadi langsung mukul Ravano pas Ravano gak mau minta maaf sama lo dan dia juga gak terima pas lo diperlakuin kasar sama Ravano dan itu menurut gue keren lho," ujarnya. Key berkedip dua kali. gadis itu kemudian menatap kembali ke arah Tristan yang ada di belakang sana dan kemudian gadis itu pun tertawa pelan menanggapi ucapan Adel barusan. Tidak lama kemudian Key pun berujar, "itu bukan keren, Adel. Emang pada dasarnya setiap cowok kan harus bersikap kayak gitu," ujarnya. "Ah, tapi tetep aja di mata gue kalo apa yang Tristan lakuin tadi tuh emang keren." Adel bersikeras dengan pendapatnya. "Dan gue juga yakin kalo lo setuju sama pendapat gue saat ini. Iya, kan?" Gadis itu menyikut-nyikut pelan lengan Key hingga keduanya tertawa pelan satu sama lain. Iya, bahkan sebelum Adel menyadarinya, Key sudah jauh lebih dulu menyadari kalau setiap hal yang dilakukan oleh Tristan itu memang terbilang keren. Dan ia memang mengakui akan hal itu. Bahkan di hari pertama mereka bertemu waktu itu, di mana Tristan memberikan jaket miliknya agar dipakai untuk menutupi tubuh bagian bawah Key selama mereka berada di dalam angkot saat sepulang sekolah. *** Adel memakai helmnya ketika Tristan dan juga Key baru sampai di parkiran. Gadis itu masih bisa melihat adanya darah mengering yang ada di salah satu sudut bibir milik Tristan yang diakibatkan oleh luka yang berasal dari pukulan milik Ravano tadi siang. "Kalian pulang bareng?" tanya Adel seraya menatap Tristan dan juga Key secara bergantian. Key kemudian menganggukkan kepalanya. "Hm. Gue pulang sama Tristan," ujar gadis itu. Sementara itu kini Tristan sudah berjalan menuju motornya dan tepat ketika ia hendak memasukkan kunci motor itu, seseorang berjalan ke arahnya hingga membuatnya menoleh. Melihat itu, Key mengerjap pelan dan ia berniat mendekat namun lengannya segera ditahan oleh Adel. "Jangan ke sana dulu, Key. Kita lihat dulu apa yang bakalan terjadi kali ini," ujar Adel. Namun meskipun begitu, Key tetap merasa khawatir kalau hal yang sama seperti yang terjadi saat tadi siang akan terulang lagi di sana. Bahkan Kinn yang datang bersama dengan Ravano itu sudah hampir mengangkat kakinya dan berniat mendekati kedua orang itu. Tristan menatap Ravano yang entah sejak kapan berdiri di dekatnya. "Ada apa?" tanya lelaki itu. Ravano sempat terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya lelaki itu berujar, "gue mau minta maaf sama lo soal yang tadi siang. Gue ... bener-bener kehilangan kendali gue. Dan gue makin sadar sekarang, kalo omongan yang lo bilang ke gue tadi itu, gue rasa emang bener adanya, di mana gue saat ini cuma takut. Dan pada akhirnya gue pun sadar kalo Key ... mungkin gak akan ninggalin gue sepenuhnya," ujar Ravano. Tristan kemudian memutar tubuhnya hingga ia benar-benar bisa berhadapan langsung dengan Ravano. Lelaki itu kemudian berkata, "Sejujurnya gue gak masalah sama hal itu karena yah, menurut gue itu semua terbilang wajar mengingat bagaimana masa lalu lo sama Key dulu. Tapi, Ravano. Saat ini justru bukan gue yang harusnya dapet permintaan maaf dari lo. Karena justru Key lah yang harusnya dapet permintaan maaf karena lo mungkin secara langsung maupun gak langsung udah nyakitin dia," ujar Tristan. Mendengar itu, Key mengedipkan kedua matanya. Ravano sempat kembali terdiam sebelum akhirnya lelaki itu menarik salah satu sudut bibirnya ke atas dan berjalan mendekati Key yang tak jauh dari posisinya. Keduanya sempat menatap sama lain, sebelum akhirnya Ravano mengangkat salah satu tangannya dan lelaki itu mengusap puncak kepala Keanna dengan begitu lembut. "Gue ... bener-bener minta maaf sama lo, Keanna," ujarnya dengan kedua mata yang begitu teduh. Jujur, Ravano yang berada di hadapannya sekarang adalah sosok Ravano yang ia rindukan selama ini. Meskipun status mereka kini berganti, tapi sejujurnya Key sendiri akan merasa bersyukur jika kedekatan di antara mereka juga tak ikut berganti sama sekali dan baginya itu sudah lebih dari cukup. "Gue udah maafin lo, Ravano. Bahkan jika lo gak minta maaf ke gue pun, jawaban gue tetep sama. Kalo gue, bakalan tetep maafin lo," jawab Key. Gadis itu kemudian menarik kedua sudut bibirnya ke atas hingga membentuk sebuah lengkungan dan keduanya kini terlihat tersenyum satu sama lain. Melihat itu, Tristan turut merasa senang. Pada akhirnya ia bisa benar-benar membuat kedua orang itu bersatu lagi dan melihat Key yang bahagia, itu akan membuatnya ikut merasakan kebahagiaan juga. Dan ia juga berharap agar setelah ini, tak ada lagi masalah yang terjadi di antara mereka dan cukup hanya hari ini. "Oke, oke. Karena situasinya sudah kembali aman, jadi bisa dong kalo liburannya tetep dilakuin minggu ini?" Adel menatap semua teman-temannya yang ada di sana. "Liburan?" Kedua alis Kinn saling bertaut dan lelaki itu menatap Adel. "Liburan apaan?" ujarnya. "Ayolah, gue mau kita semua minggu ini pergi liburan gitu. Itung-itung refreshing gitu lah. Emangnya lo semua gak ngerasa capek, apa? Pasti butuh liburam dong!" ujar Adel dengan penuh semangat. Key menatap Ravano, lalu beralih menatap Tristan dan lelaki itu tampak menganggukkan kepalanya perlahan. "Oke, minggu ini kita pergi!" ujar Key lantang dengan senyuman lebar. —tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD