4. Permainan Takdir

1486 Words
Key menutup bukunya begitu selesai membaca. Gadis itu berjalan menuju salah satu rak dan menyimpan buku yang tadi diambilnya di tempat semula. Dia terkejut saat melihat tubuh Ravano yang sudah berdiri bersandar di rak yang ada di sebelahnya sembari menatapnya dengan kedua tangan bersidekap. Key membuang pandangannya dan segera berjalan melewati Ravano. Namun tangannya berhasil ditarik pelan sebelum dia benar-benar melewati lelaki ituitu. "Key ... " "Lepas." "Key, kenapa lo selalu menghindar? Kenapa lo jauhin gue? Apa karena-" "Lepasin tangan gue, Rav," ucap Key tanpa menatap Ravano. "Gue yakin kita bisa kayak dulu lagi. Meskipun-" "Meskipun apa?" Kedua mata tajam Key langsung bertatapan dengan mata milik Ravano. Ravano terdiam selama beberapa saat sebelum melanjutkan kalimatnya, "meskipun status kita udah beda sekarang. Gue yakin Key, bahagia itu enggak harus selalu jadi pasangan." Key menarik tangannya paksa hingga menghentikan Ravano yang hendak kembali membuka suara. "Kalo lo cuma mau bahas itu, gue pergi." Dan Keanna benar-benar pergi. Meninggalkan Ravano lagi seorang diri. "Keanna dengerin gue!" Ravano kembali menarik tangan Key begitu mereka keluar dari ruangan perpustakaan. "Gak ada lagi yang perlu gue denger, Rav!" "Lo enggak pernah dengerin gue! Lo berubah!" Key menarik napasnya dalam dan membuangnya kasar. Rahangnya mengeras menahan luapan emosi yang menggebu di dadanya. Dia tidak pernah berniat membenci atau pun menjauhi Ravano. Tapi setiap kali berada di dekatnya, Key sama sekali tidak bisa menahan perasaannya. Dia begitu membenci takdir yang seperti sengaja mempermainkannya. Kenapa harus dirinya dan Ravano? "Rav?" Mereka berdua menoleh ke sumber suara. Silvi terlihat berdiri tidak jauh dari posisi mereka. "Ada apa ini?" tanya gadis itu sembari menatap tangan Ravano yang menggenggam tangan Key. Dan di saat itulah Key memanfaatkan kesempatannya dan langsung menarik tangannya dari genggaman Ravano. Dia pergi menjauh, bahkan sampai menubruk bahu Silvi dengan cukup kasar. Membuat Silvi berbalik menatap Key tidak suka. "Keanna!" Teriakan Ravano sama sekali tidak dihiraukan oleh Key karena gadis itu kini malah berjalan semakin jauh. Ravano baru saja hendak mengejarnya namun Silvi dengan sigap menahan tangannya. "Kalian berantem? Lo lagi marahan sama adik lo?" Ravano menatap Silvi tidak suka saat Silvi seperti sengaja menekankan kata 'adik' pada kalimatnya. Kedua matanya memicing. Dan tanpa persetujuan gadis itu Ravano langsung melepaskan tangannya. Silvi tidak mengejar Ravano, dia masih berdiri di tempatnya. Menatap punggung Ravano yang menjauh dengan sudut bibir yang terangkat. Sejak dulu dia memang tidak pernah menyukai kedekatan Ravano dan Keanna. Meskipun keduanya belum resmi berpacaran, tapi Silvi tidak pernah menyukainya. Hingga sebuah kabar mengejutkan sampai ke telinganya. Kabar yang menyebutkan bahwa Ravano dan Keanna berubah status menjadi sepasang saudara. Kabar bahagia yang tidak pernah diprediksi olehnya. Kesempatan bagus untuk mendekati Ravano, mengingat Keanna yang saat ini hanya berstatus sebagai adik tiri. Namun perkiraannya salah karena nyatanya Ravano sampai saat ini tidak juga menghilangkan perasaannya pada Keanna, meskipun Keanna secara terang-terangan berubah menjauhinya karena status baru mereka. Dan Silvi tahu kalau perasaan Keanna juga masih sama. Yang membedakan hanyalah perasaan benci sekaligus kecewa yang menutupi semuanya. Apakah ini semua hanya permainan takdir ataukah keduanya memang ditakdirkan untuk berakhir seperti itu? Teman-teman mereka tahu kalau Ravano sering memberi kode kalau dirinya lambat laun akan segera menembak Key. Namun rupanya takdir tidak pernah mengizinkannya. Keduanya malah harus menjalani takdir baru yang amat sangat menyakitkan. Yakni sebagai sepasang saudara. *** Adel menyodorkan sebotol minuman yang sudah dipesan Key sebelumnya. Gadis itu duduk di bangkunya dan memakan camilan yang baru saja dia beli. "Makasih ya, Del," ucap Key yang tengah membuka botol minuman pemberian Adel. "Iya." Adel secara diam-diam melirik teman sebangkunya itu. Dia tidak ingin menanyakan penyebab Key menolak ajakannya ke kantin. Karena pada dasarnya alasan Key adalah Ravano. Key tidak ingin bertemu Ravano meskipun rasanya percuma karena lelaki itu masih bisa datang ke kelasnya. "Key," panggil Adel "Hm?" "Gue gak berniat bilang gini sih sama lo. Tapi-" Adel menjeda ucapannya dan menatap Key. "Gue rasa lo gak seharusnya jauhin Ravano. Apalagi sekarang dia kak-" "Gue gak pengen bahas itu." Adel menghela napasnya. Selalu seperti ini. Key pasti akan menghindar setiap kali dirinya membahas soal Ravano. "Tapi Key, gue lihat Ravano gak pernah ada niatan jauhin lo. Dia justru-" "Adel, please. Gue gak pengen denger itu lagi." Dan akhirnya Adel pun memilih menyerah. Cewek itu lebih memilih menelan semua kalimat yang ingin dilontarkannya. Dia hanya tidak ingin melukai hati sahabatnya lebih jauh. Dia tahu dengan pasti, rasanya berat jika dihadapkan dengan situasi yang dialami oleh Key. Ketika dua orang sedang sibuk menjalin kasih, kemudian takdir lain menghancurkan segalanya, menghancurkan perasaan keduanya. Adel tahu pasti rasanya sulit sekali meskipun dia tidak merasakannya. Dia hanya tidak ingin melihat Key terluka secara terus menerus. "Keanna Eirene! Ini kelasnya Keanna, kan?" Tiba-tiba seorang anggota OSIS masuk ke dalam kelas. Matanya menatap ke setiap murid yang ada di sana. Key menatap Adel bingung. Merasa aneh mengapa tiba-tiba ada anggota OSIS yang mencari dirinya. Gadis itu dengan perlahan mengangkat salah satu tangannya ke udara. "Itu ... gue. Ada apa ya?" tanyanyanya. Orang itu langsung menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ikut gue!" Key mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya beranjak dari kursi. "Kabarin gue, ya," ucap Adel. Dia khawatir terjadi sesuatu. Key pun menganggukan kepala sebagai jawaban. Dengan setengah berlari, Key berusaha mengikuti siswa tadi. Terlihat buru-buru. Perasaan Key mendadak tidak enak. Apakah dia membuat kesalahan? Rasanya tidak mungkin. Dia selalu mematuhi peraturan yang dibuat oleh OSIS. Dan Key bingung saat dirinya malah dibawa ke salah satu kantin yang terlihat begitu ramai. Semua orang yang ada di sana terlihat berkumpul, dan seketika beralih menatapnya begitu dia datang. Ada apa sih? Dan di detik berikutnya Key mendapatkan jawaban. Dia melihat Andra, Ketua OSIS sekolahnya yang terbaring di lantai. Seragamnya kotor dengan wajah yang babak belur. Kedua mata Key memelotot saat melihat Ravano-lah pelakunya. Lelaki itu mencengkeram kerah baju Andra yang sudah kusut dengan wajahnya yang terlihat memerah hingga ke telinga. "Ravano!" Kepalan tangan Ravano terhenti di udara begitu mendengar suara Key. Lelaki itu menoleh dan melihat Key yang menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana tidak, selama ini Ravano adalah murid baik-baik. Jangankan terlibat perkelahian, melanggar aturan saja rasanya tidak pernah dia lakukan. Tapi apa-apaan semua ini? Sekarang tepat di depan mata Keanna, lelaki itu tengah menghajar habis-habisan ketua OSIS sekolahnya hingga babak belur. Dan yang lebih menyebalkan lagi, kenapa Andra hanya diam saja seakan pasrah saat Ravano memukulinya? Kesalahan apa yang sudah dilakukannya hingga Ravano murka padanya? Dan satu lagi pertanyaan. Dari sekian banyaknya orang yang ada di sana, kenapa tidak ada satu pun yang memisahkan mereka berdua? "Gue kecewa sama lo, Ravano." Tangan Ravano perlahan turun. Di bangkit dari tubuh Andra dan berusaha mengejar Key. "Apa apa ini?" Suara bass itu menghentikan gerakan kaki Ravano. Bahkan Key pun ikut berhenti dan menatap sosok di hadapannya. *** Tangan itu saling menjabat satu sama lain meskipun belum sepenuhnya saling memaafkan. Tapi setidaknya kejadian mengerikan tadi tidak sampai terulang lagi. "Kalau sampai saya melihatnya lagi, saya akan skors kalian berdua," ucap guru BK itu dengan tatapan elangnya yang masih belum lepas dari dua orang siswa pembuat onar tadi. "Iya, Pak." Ravano dan Andra menjawab dengan serentak. "Saya minta maaf," ucap Ravano menundukkan kepalanya. Di menatap Key yang duduk di sofa lain yang tidak jauh darinya. Pandangan mereka sempat bertemu sebelum Key kembali membuang muka. Key diminta menunggu di sana oleh guru BK karena hanya dia yang terlibat. Terlibat dalam artian karena hanya dia satu-satunya orang yang bisa mengawasi Ravano- karena dia adiknya. "Nah, sekarang saya minta kamu mengawasi mereka berdua. Jika sampai terjadi perkelahian lagi, kamu lapor ke saya." Key mengangguk pelan. "Iya, Pak." "Kalian boleh keluar." Ketiga siswa itu pun segera keluar tanpa sepatah kata pun. "Sorry, ya." Andra mengulurkan tangannya pada Ravano begitu mereka tiba di luar. Awalnya Ravano hanya diam menatapnya, mengingat dirinya masih menyimpan sisa emosinya pada si Ketua OSIS. Namun melihat bagaimana Key menatapnya tadi, dia pun menerima uluran tangan Andra. "Gue yang minta maaf. Sorry," ucap Ravano. Andra tersenyum tipis. "Gak apa-apa, gue ngerti kok. Gue juga yang salah." Dia melirik ke arah Key sejenak. "Kalo gitu gue ke UKS dulu," lanjutnya dan pergi meninggalkan Ravano dan Keanna yang masih berada di depan pintu ruangan BK. Key hendak meninggalkan Ravano namun tangannya kembali ditahan. "Key, dengerin gue." "Gak perlu. Lo balik aja ke kelas. Bentar lagi bel." "Lihat gue, Key." "Gak perlu. Lo ke kelas aja." Key berusaha melepaskan tangannya namun yang dia dapatkan malah cengkeraman tangan Ravano yang semakin kuat. "Rav, lepasin." "Gak sebelum lo lihat gue." "Ravano!" "Lihat gue Key, gue cuma pengin lihat lo natap gue lagi." "Gue harus ke kelas, Rav!" Nihil. Ravano sama sekali tidak melepaskan atau sekadar mengendurkan cengkeraman tangannya. Dia yakin kalau itu pasti akan membekas pada tangan Key. "Keanna, lo harus dengerin gue. Tadi itu-" "Gue gak butuh penjelasan lo." "Keanna!" Key mengangkat salah satu pergelangan tangannya yang dicengkeram Ravano dan menatap lelaki itu. "Lepasin." Ravano hanya mampu membuang napas. Dia tidak bisa menahan Key lebih lama lagi dan membuatnya semakin membencinya. Dia pun akhirnya membiarkan gadis itu pergi. - To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD