17. Murid Baru

1108 Words
Seminggu berlalu dan tidak adanya perubahan sama sekali pada Keanna. Gadis itu mungkin bersikap biasa pada teman-temannya di sekolah, tapi dia akan langsung berubah begitu sampai di rumah. Sikap dinginnya itu, hanya akan mencair kepada Irina. "Mau tambah lagi, Key?" tanya Karin begitu melihat piring Key yang hampir bersih. "Gak usah." Key menjawab tanpa mengalihkan kedua matanya dari piring. Karin sempat menahan napas selama beberapa saat sebelum akhirnya tersenyum. "Jaga sikap kamu, Key," tegur Handoko pelan. Key meletakkan sendoknya lalu menatap sang ayah. "Jaga sikap? Emangnya apa yang salah sama sikap aku?" "Key!" Karin buru-buru memegang tangan Handoko yang sudah mengepal di atas meja. "Sudah, Mas. Aku juga nggak apa-apa kok." Key melirik tangan Karin dan tersenyum sinis. "Nah, Papa denger sendiri kan?" Perdebatan seperti sekarang ini sering terjadi di meja makan. Ravano langsung menyentuh bahu Irina ketika anak itu terdiam melihat perdebatan kecil di depannya. "Irina mau nambah lagi makannya?" tanya Ravano, membuat Irina menoleh. Namun bukannya jawaban yang dilontarkan, Irina justru mengatakan kalimat lain. "Kak Key kenapa sekarang jadi sering berantem sama Papa?" Dia menatap Ravano, membuat kakaknya itu bungkam seketika dan menatap ketika orang lain yang kini juga tengah menatap padanya, setengah terkejut dengan ucapan Irina. "Kak Key sama Kak Ravano juga sekarang lebih suka diem-dieman. Padahal dulu sering banget bercanda." Irina lantas menoleh pada Key, "Kak Key sama Kak Ravano marahan?" Kedua mata Key mengerjap beberapa kali, tidak menyangka kalau Irina akan bertanya begitu padanya. Key lalu mengusap puncak kepala Irina lembut. "E-enggak kok, kita-" "Aku juga sekarang gak pernah lagi liat Kak Key bantuin Mama di dapur. Padahal dulu, Kak Key pasti sering bantuin Mama. Kalian juga sering ngobrol bareng. Kak Key yang sekarang beda." Key terkejut begitu kedua mata Irina mulai berair. "Irina, gak boleh ngomong gitu. Gak ada yang marahan kok." Ravano segera angkat bicara. "Irina jangan mikirin yang enggak-enggak." Karin tertawa pelan. "Bohong." Kedua mata Irina masih menatap Key. "Apa ini gara-gara Mama, Kak Ravano, sama aku pindah ke sini?" Karin seketika bangkit dari tempatnya dan berjalan menghampiri putri bungsunya itu. "I-Irina, gak boleh ngomong gitu, Nak. Gak ada yang begitu. Semuanya gak bener." "Kamu bisa denger itu, Key?" Handoko berujar. Key melirik papanya selama beberapa saat. Lalu kedua matanya menatap Irina yang juga masih belum mengalihkan pandangannya. Untuk pertama kalinya, Key mendengar Irina berbicara seserius itu. Anak yang baru duduk di kelas satu sekolah dasar itu sudah cukup memahami situasi yang terjadi di rumahnya. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Key. Gadis itu lalu beranjak dari tempatnya dan pergi dari sana. Sepeninggalnya, Irina langsung menangis dan langsung dipeluk oleh Karin. "Keanna!" Panggilan Handoko sama sekali tidak dipedulikan oleh Key. Sementara Ravano langsung mengejar Key yang sudah keluar. "Lepasin, Rav!" Key mencoba menepis tangan Ravano yang berhasil meraih tangannya. "Lo gak bisa gini terus, Key. Lo denger barusan? Irina aja sampe bisa sadar sama perubahan sikap lo." "Apa lo bisa biarin gue waktu buat sendiri? Gue capek!" "Dan gue lebih capek lihat lo yang sekarang!" Nada bicara Ravano mulai meninggi. "Gue mohon, Key. Ini demi Irina juga." Key membuang pandangannya ke arah lain. *** Adel yang baru saja memarkirkan motornya melihat Ravano dan Key yang datang. Gadis itu baru saja hendak menyapa, namun dia urungkan begitu melihat ekspresi keduanya. Sesuatu pasti terjadi lagi di rumah mereka. Akhirnya Adel memilih untuk mendekat ke arah mereka yang berada tidak jauh dari tempatnya. "Pagi, Key, Rav." Key menoleh dan gadis itu hanya tersenyum tipis. Dia melepas helmnya dan memberikannya pada Ravano. Ravano sempat mengacak pelan puncak kepala Keanna sebelum gadis itu pergi ke kelas bersama Adel. Namun ekspresi Ravano tampak datar. Adel menatap keduanya bergantian sebelum Key menarik salah satu tangannya. "Kalian kenapa lagi?" tanya Adel begitu mereka masuk koridor. "Nggak kenapa-napa. Biasanya juga gini kan?" Key merangkul bahu Adel. Kedua matanya menangkap siluet seseorang yang berada di ruang guru begitu dia lewat. "Kayaknya yang sekarang lebih serius. Lo beneran berantem sama Ravano, ya?" Key kembali meluruskan pandangannya ke depan. "Del, gak usah mulai deh. Mood gue lagi gak bagus nih." Dia sedikit memajukan bibirnya. Tepat beberapa meter di belakang mereka, Ravano berjalan tanpa mengalihkan pandangannya dari Key. Apa gue juga harus jauhin lo, Key? "Masih pagi udah galau aja lo, Rav. Move on dong!" Kinn menyikut lengan Ravano. Mungkin kalimatnya terdengar seperti sebuah candaan, namun lelaki itu serius. "Berisik lo." Kinn terkekeh mendapati reaksi Ravano. Keduanya sempat menoleh ke tangga begitu Key dan Adel naik ke atas. "Gak ada perubahan, ya?" tebak Kinn, yang langsung disambut anggukan oleh Ravano. Kinn membuang napasnya dan mencoba tersenyum. Lelaki itu menepuk pelan bahu Ravano. *** "Del, buruan dong!" Key setengah berteriak di depan pintu toilet wanita. Dan tidak lama kemudian, teman sebangkunya itu keluar. "Dasar gak sabaran," ucap Adel dengan bibir mencebik. "Yeeee ... Udah bel nih. Emangnya lo mau kena omel di jam pertama? Lo tahu kan, Bu Rima itu lagi hamil. Ibu-ibu hamil kalo marah itu suka nyeremin." Mereka berdua tertawa dan mempercepat langkah menuju kelas. Sesampainya di sana, guru yang mereka bicarakan itu sudah berada di depan kelas bersama dengan seseorang. "Maaf, Bu," ucap Adel begitu masuk. Dia sempat melirik murid laki-laki asing yang tengah bersama gurunya. "Lo-" Adel menoleh saat Key menatap murid itu. Keningnya berkerut, apalagi saat lelaki itu merespon. "Hai, Keanna," ucapnya dengan senyuman. "Loh?" Adel menatap mereka berdua bergantian. "Keanna, silakan duduk di tempat kamu," tegur Bu Rima. Key menggumamkan maaf dan segera pergi ke mejanya dan Adel. "Lo kenal sama dia, Key?" tanya Adel. Kedua mata Key masih tertuju pada lelaki di depan sana. "Dia ... Yang waktu itu nolongin gue." "Hah? Maksud lo- dia, cowok yang ngasih jaket ke lo? Sama yang nolongin pas tawuran minggu kemarin?" tanya Adel, dan Key mengangguk. "Gue Tristan Arova, pindahan dari SMA Taruna. Salam kenal." Tristan tersenyum pada semua orang. Key terdiam di tempatnya, dan Adel langsung menyikut lengannya begitu mendengar ucapan Tristan barusan. "SMA Taruna katanya, Key. Dia- yang tawuran kemaren. Mau apa dia pindah ke sini?" Key tidak menjawab. Jadi orang yang tadi dia lihat di ruang guru itu rupanya Tristan. Pantas saja Key merasa tidak asing. Murid-murid perempuan mulai melayangkan segala pertanyaan aneh yang langsung disoraki oleh murid laki-laki. Bu Rima berdeham begitu suasana kelas mulai gaduh dan segera mempersilakan Tristan duduk di salah satu bangku yang kosong di belakang. Setelah menggumamkan terima kasih, Tristan berjalan menuju tempatnya. Dia sempat menyapa teman sebangkunya yang baru dan mereka mulai berkenalan satu sama lain. Kedua matanya sempat menatap Key, namun gadis itu langsung membuang pandangannya. Adel yang menyadari itu kembali menyikut lengan Key. "Astaga, ganteng banget anjir, Key." Sementara Key tidak menjawab. Dia mencoba fokus pada Bu Rima yang mulai menjelaskan materi. - To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD