22. Firasat

1113 Words
Kinn bersidekap setelah mengikuti arah pandang Ravano. Lelaki itu menggelengkan kepalanya pelan dan menyikut lengan Ravano. "Heh, lo gak cemburu, kan?" tanyanya. Ravano hanya melirik Kinn dengan ekor matanya sebelum akhirnya pergi dari sana. Kinn menatap Ravano dengan kening berkerut. Dia sejenak kembali menatap Tristan yang tengah mengajari Key melakukan shooting dari jauh. Lelaki itu tepat berada di belakang punggung Key dan memegangi kedua tangan Key yang memegang bola. "Sekarang!" Key melemparkan bola itu ke arah ring. Gadis itu bersorak begitu bola yang dilemparnya masuk tepat ke dalam ring dan langsung melakukan high five dengan Tristan. Bahkan Adel yang masih berada di sana pun ikut bersorak dan bertepuk tangan. Key lalu berjalan menghampiri Adel yang duduk di pinggir lapangan, sementara Tristan ditarik kembali ke lapangan oleh beberapa siswa untuk diajak basket. Beberapa murid perempuan tampak meninggalkan lapangan lebih dulu, sementara Key dan Adel masih bertahan di sana dan menyimak permainan basket murid laki-laki. Sesekali mereka berteriak memberi semangat dengan konyol hingga keduanya terbahak. Tristan memasang tampang sok hingga tebar pesona, membuat beberapa murid perempuan dari kelas lain yang melihatnya mendadak terpukau. "Sok ganteng lo!" teriak Key dan langsung disambut gelak tawa oleh lelaki itu. Pandangan Key sempat teralih saat sebuah tangan menyodorkan sebotol air padanya. Gadis itu mendongak dan melihat Ravano. Key terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya dia menerimanya. "Makasih," ucapnya pelan seraya membuka tutup botol itu. Ravano tersenyum tipis dan mengacak puncak kepala Key. Dia lalu duduk di sebelah gadis itu. Keributan kecil terjadi di lapangan saat bola menghantam kepala Tristan cukup keras hingga lelaki itu limbung dan terduduk. Seseorang menghampirinya dan membantunya berdiri. "Lo gak apa-apa?" tanyanya. Tristan mengangguk pelan, dia kembali menatap ke arah Key, dengan Ravano yang sudah bergabung di sana. "Kok cuma Key yang dibeliin? Buat gue mana?" Adel melayangkan protes, seperti biasa. "Oh, iya lupa. Lo beli aja sendiri, ntar duitnya gue kasih." Ravano terkekeh pelan hingga Adel menekuk wajahnya. "Pelit lo!" Adel mencebik. Key ikut tertawa dan menyodorkan botol air yang tadi diberikan Ravano. Adel dengan sigap menerimanya. Gadis itu menjulurkan lidahnya ke arah Ravano sebelum minum. Ravano meluruskan pandangannya ke lapangan, tepat ke arah Tristan. Pandangan keduanya sempat bertumbuk namun Tristan memutuskan kontak mata mereka lebih dulu. *** Ravano meletakkan gitar yang dipegangnya ke atas meja yang berada di belakangnya dan menggumamkan terima kasih. Kinn yang tengah bermain game pun sesekali tampak menatap teman sebangkunya itu. "Kenapa lo?" tanya Kinn dan kembali fokus pada ponselnya. "Nggak." "Masih cemburu soal tadi?" Ravano langsung melirik Kinn dan hendak melayangkan pukulan ke kepala lelaki itu, namun dia urungkan saat Kinn langsung menjauhkan kepalanya dengan pandangan yang masih terfokus pada layar ponsel. "Canda, Rav." Ravano membuang napasnya. Dia mengeluarkan headset dan memilih untuk mendengarkan lagu favoritnya. "Ngomong-ngomong, Rav. Lo kenapa sih kayaknya gak suka sama si Tristan itu?" tanya Kinn tepat ketika Ravano hendak menekan tombol play. "Emangnya gue pernah bilang gitu?" "Enggak sih. Cuma kayaknya kalo gue perhatiin, tatapan lo itu agak beda gitu. Jadi gue mikir kalo lo cemburu dan benci sama dia." "Gue gak benci sama dia." Kinn menoleh pada Ravano, menanti kelanjutan kalimatnya. "Tapi gak tahu kenapa gue punya firasat gak bagus buat tuh cowok. Mungkin gak masalah kalo dia ada di kelas lain, masalahnya dia sekelas sama Key dan mereka deket. Lo ngerti kan maksud gue? Tristan itu pernah terlibat tawuran di sekolah lamanya. Dia pindah ke sini kemungkinan karena di-DO dari Taruna." Kinn menyimak dengan baik. Dia bahkan mem-pause game-nya dan mendengarkan Ravano. "Jadi lo takut kalo musuh-musuh lamanya pada bikin kacau lagi?" Kepala Ravano mengangguk pelan. "Gue emang gak pernah larang Key buat deket sama siapa pun, termasuk Tristan. Tapi situasi yang sekarang bikin gue agak khawatir. Jumlah yang tawuran kemarin itu gak sedikit, pasti ada beberapa yang masih nyimpen dendam. Mereka pasti lagi nyari keberadaan musuhnya, termasuk Tristan. Gue gak mau Key terlibat lagi kayak kemarin, meskipun itu gak sengaja." "Lo bisa jelasin ke Key, Rav. Lo bisa nyuruh dia buat jaga jarak sama Tristan." "Key gak bakalan mau dengerin gue. Itu cuma bikin dia tambah benci. Meskipun sekarang gue kakaknya, dia gak akan nurut gitu aja. Key paling gak suka setiap kali diatur." *** Kelas mendadak riuh begitu guru mengumumkan kelompok praktikum. Beberapa murid perempuan pun melayangkan protes saat dirinya satu kelompok dengan murid laki-laki yang malas. "Bu, kenapa kelompoknya gak satu bangku aja? Masa saya sama dia, Bu? Nanti saya doang yang ngerjain." Adel berdiri dari kursinya. Dia menatap seorang murid laki-laki yang duduk di salah satu bangku paling belakang. Gadis itu ingin menangis saat rekan kerjanya ternyata salah satu murid termalas yang ada di kelas. Sementara Key yang duduk di sebelahnya menatap Tristan yang juga tengah menatapnya. "Kenapa harus dua orang, Bu? Saya gak mau sekelompok sama dia," sambung yang lain. Guru itu mengetuk papan tulis dengan spidol hingga semua murid kembali diam dan duduk. "Semakin banyak anggota kelompok, semakin tidak jelas pembagian tugas. Hanya akan ada satu atau dua orang yang benar-benar bekerja. Tapi jika dua orang, pembagiannya akan lebih efektif dan semuanya kebagian tugas, tidak ada yang diam duduk santai menunggu hasil dan— taraaa~ dapat nilai. Paham?" Semua murid menjawab serentak dengan volume rendah. "Oke, Ibu rasa kalian sudah paham apa saja yang harus disiapkan. Karena waktunya sudah selesai, Ibu akhiri materi hari ini. Sampai jumpa di pertemuan selanjutnya." Semua mata menatap kepergian sang guru dengan sayu, dan beberapa detik kemudian kelas kembali gaduh. Murid-murid perempuan yang berpasangan dengan laki-laki sudah mulai mengomel dengan kedua tangan yang berada di pinggang. Bahkan Adel sampai memukul-mukul meja rekan kelompoknya agar mereka langsung bisa pergi mencari bahan praktik. Key berjalan menghampiri Tristan dan lelaki itu dengan sigap menutupi kedua telinganya dengan tangan. Key tergelak dan langsung memukul lengan Tristan. "Santai aja kali, Tris! Siapa juga yang mau ngomel-ngomel." Tristan nyengir. "Ya habisnya gue lihat anak-anak cewek di sini mukanya langsung garang." "Termasuk gue dong?" Key menunjuk wajahnya dengan telunjuk. "Nggak. Lo mah cantik." Salah satu mata Tristan berkedip. Key terdiam sejenak dan gadis itu kembali memukul lengan Tristan. "Gombal mulu lo! Gue mau nanyain tugas buat besok!" Dia tertawa pelan dan melanjutkan, "bahan-bahannya mau nyari sekarang?" "Sekarang aja biar cepet. Lagian praktiknya juga bentar lagi kan?" ucap Tristan seraya memakai tasnya. "Iya. Gue udah catet semua bahannya kok. Soalnya anak cowok kan mana mau nyatet." Salah satu sudut bibir Key naik. "Bagus. Itu lo tahu." Tristan tertawa dan mengacak rambut Key gemas. Tawa keduanya hilang saat mereka melihat Ravano yang sudah bersandar di pintu. Tristan reflek menjauhkan tangannya. Dia dan Key berjalan ke arah pintu. "Rav, gue harus pergi nyari bahan-bahan buat praktik sama Tristan. Kita berdua sekelompok," ucap Key lalu membuang pandangannya. "Gue bisa anter kalian," ucap Ravano. Dia lalu menatap Tristan. — To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD