30. Bekal

1201 Words
Tristan tersenyum begitu melihat Key yang berjalan ke arahnya. Gadis itu terlihat cukup terkejut dengan kedatangannya. "Pagi," sapa Tristan dengan senyuman lebarnya. "Kenapa gak bilang dulu kalo mau ke sini? Udah lama?" tanya Key. Tristan menggelengkan kepalanya. "Bahan praktikum gak lupa?" tanya lelaki itu kemudian. "Enggak kok." Key segera naik ke atas motor Tristan. "Tumben lo ke sini," cibir gadis itu. Tristan tergelak pelan seraya menatap pantulan Key lewat kaca spion. "Gue disuruh Ravano." Dia kembali menatap ekspresi Key yang mendadak berubah. "Ravano nyuruh lo?" Tristan mengangguk. "Semalem dia chat gue, katanya pagi-pagi gue harus berangkat ke sekolah sama lo." Jadi Ravano bohong soal janjian sama Kinn? Key membatin. Kenapa Ravano menyuruh Tristan? "Kalian marahan lagi?" tanya Tristan. "Enggak kok. Ravano juga gak ngomong apa-apa." "Bagus deh. Gue gak mau bikin kalian tambah jauhan. Gue emang niat bantu lo sama Ravano kok, gak ada sama sekali niat buat bikin kalian jauhan apalagi sampe musuhan. Dan gue juga serius sama ucapan gue kemarin. Gue bakalan jaga lo, sebagaimana Ravano selama ini." "Tris ... " Key meremas pelan pinggiran seragam Tristan. Tristan tersenyum. *** "T-Tris," panggil Key pelan begitu turun dari motor Tristan. Lelaki itu melepas helm yang dikenakannya dan menatap Key, "Kenapa?" "S-Sori ya, lo pasti nyadar kalo lip tint gue berbekas di baju lo," lirih Key. Tristan terdiam selama beberapa saat lalu tertawa. Dia mengacak puncak kepala Key. "Ya ampun, gue kira lo mau ngomong apaan. Iya, Key. Gak apa-apa. Santai aja kali. Lagian bajunya juga udah dicuci kok." Key tersenyum kikuk seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Lalu tubuhnya tersentak pelan saat Tristan merangkul bahunya dan membawanya keluar parkiran. Tidak jauh di belakang mereka, seseorang tampak memperhatikan. Kedua alisnya bertaut. "Itu Keanna, kan? Kenapa berangkat sama murid baru itu?" gumamnya. Kemudian salah satu sudut bibirnya terangkat. "Bagus. Ravano semakin jauh sama lo, Key," ucapnya seraya bersidekap. Sementara Tristan dan Key kini berjalan menuju kelas. Mereka berdua lalu bertemu dengan Adel saat hendak menaiki tangga. Gadis itu menatap keduanya bergantian lalu berdeham. "Bagus ya, jadian gak kasih tahu gue." Adel mencebikkan bibir, seolah-olah sedang marah. "Tenang, Del. Ntar gue bantu lo biar jadian juga sama Kinn." Tristan menepuk bahu Adel. Gadis itu memelototkan matanya dan langsung menepis tangan Tristan. "Kok malah Kinn sih? Ah, gak seru lo." Adel tambah cemberut, membuat Tristan dan Key terkikik geli. "Tapi lo cocok kok sama Kinn. Serius deh." Tristan semakin gencar menggoda Adel. "Oh, lo jadian sama dia, Key?" Tawa Key terhenti begitu melihat Silvi. "Apa peduli lo?" Silvi tersenyum miring. "Bagus deh. Harusnya lo ngejauh dari Ravano dari dulu. Gak usah berlagak jadi yang paling tersakiti. Lo hanya bikin Ravano susah. Lo tuh kekanakan!" "Heh, jaga mulut lo-" Adel langsung ditahan oleh Key dengan cepat. "Sekarang gue tanya sama lo. Hubungan gue sama Ravano pernah nyusahin lo?" tanya Key. Gadis itu menatap Silvi penuh. "Enggak kan? Yang nyuruh lo ikut campur di kehidupan gue sama Ravano siapa? Gak ada yang nyuruh!" Key mendorong salah satu bahu Silvi dengan tangannya hingga sang kakak kelasnya itu terdorong ke belakang. "Berani banget lo!" Silvi menepis tangan Key agar menjauh. "Gue gak pernah takut sama lo. Inget ini baik-baik, sampai kapan pun lo gak akan pernah bisa sama Ravano. Lewatin gue dulu." "Apa?" Silvi tergelak. "Lo gak usah sok ngatur-ngatur!" Kini giliran Key yang dibuat tertawa. Gadis itu bersidekap dan kembali menatap Silvi, "Lo lupa? Sekarang gue adiknya Ravano. Gue berhak atas dia! Gue, gak akan pernah rela Ravano dapetin cewek kayak lo!" "Beraninya lo ngomong kayak gitu!" Silvi sudah melayangkan tangannya ke atas dan siap menghadiahi pipi Keanna sebuah tamparan namun sebuah tangan dengan cepat menahannya. "Kalo lo ngerasa senior di sini, setidaknya lo harus punya attitude yang baik. Sikap lo yang buruk banyak ditiru sama adik kelas lo. Lo tahu kenapa sikap Key kasar sama lo? Karena lo juga kasar sama dia." Tristan menatap Silvi. "Lo gak usah ikut campur." Silvi menepis tangan Tristan dengan kasar. "Gue sekarang berhak ikut campur. Urusan Keanna, bakalan jadi urusan gue. Lo yang gak berhak ikut campur. Lo bukan siapa-siapa." Tristan menarik tangan Key dan menarik gadis itu ke lantai dua. "Akhirnya ada yang ngewakilin isi hati gue selama ini." Adel menghela napasnya dan berjalan menaiki tangga menyusul kedua temannya tadi. "Sial!" Silvi mengentakkan kakinya dengan kesal. Beberapa orang yang berlalu-lalang menatapnya dengan tatapan aneh. "Apa liat-liat?!" semprot gadis itu hingga orang-orang memalingkan pandangannya. Silvi mendengkus, dia baru saja hendak pergi namun terdiam begitu melihat Ravano dan Kinn yang berdiri tidak jauh dari posisinya. Silvi membuang muka dan langsung pergi, mengabaikan Ravano dan Kinn yang mungkin menyimak perdebatannya dengan Key. "Rav, gue gak salah denger, kan?" Kinn menyikut lengan Ravano. "Nggak." Ravano terdiam setelahnya. "Lo lupa? Sekarang gue adiknya Ravano. Gue berhak atas dia! Gue, gak akan pernah rela Ravano dapetin cewek kayak lo!" *** Lab Kimia mendadak gaduh begitu terjadi keributan di meja milik Adel. Gadis itu mengomeli habis-habisan partner praktikumnya yang tidak sengaja menyenggol tabung berisi HCL yang berada di atas meja. Sang guru berusaha menenangkan Adel yang tampak stres. Gadis itu pusing berpikir dan rekannya malah semakin menyulitkannya. "Cepet beresin!" titah Adel. Beberapa siswa lain memperhatikanke arahnya. Sang guru menegur agar mereka kembali fokus ke tugasnya masing-masing. "Untung gue gak sekelompok sama Adel." Tristan bergidik ngeri begitu sifat garang seorang Adelia Ivanka keluar. Key yang tengah melarutkan garam melirik Tristan sejenak dan tertawa pelan. "Itu masih belom seberapa tahu, Tris." "Hah?" Tristan menatap Key dengan kedua mata yang membulat. "Pas kelas sepuluh, Adel pernah mukul cowok kelas dua belas," ucap Key santai. Gadis itu kini tengah menggoyangkan erlenmeyer yang berisi air dan pasir. Dia kembali tertawa begitu melihat Tristan. "Udah, nih. Lo hitung semua pH-nya." Key memberikan sebuah buku dan pulpen pada Tristan. "Eh? Gak bisa gue. Kalo salah-" "Gue ajarin. Enak aja lo cuma kebagian nyaring. Gantian lah biar adil." Tristan nyengir. Dia lalu mengamati wajah Key yang terlihat serius tanpa disadari oleh gadis itu. Bel berbunyi tepat ketika praktikum selesai. Key dan Tristan melakukan tos ketika keduanya selesai tepat waktu. Setelah semuanya selesai, satu per satu kelompok mulai diizinkan keluar lab. "Ah, gue stres!" Adel mengentakkan kakinya begitu keluar dari lab. Key dan Tristan terkekeh pelan. "Udahlah, Del. Toh semuanya udah beres, kan? Si Dimas juga gue lihat lumayan bisa diajak kerja sama," ucap Key. "Ah, lo gak bakalan ngerti." Adel mencebik. "Daripada lo stres mikirin yang tadi, mending habis ini kita ke kantin. Gimana?" ajak Tristan. Adel langsung menyahut dengan semangat. Key hampir melakukan hal serupa namun gadis itu mendadak ingat sesuatu. "Kayaknya gue bakalan nyusul. Kalian duluan aja," ucapnya. Adel menatapnya dengan salah satu alis terangkat, "Kenapa?" "Gue .... " Key menatap Tristan sekilas sebelum melanjutkan, "gue harus ke kelas Ravano dulu nganterin bekal. Dia tadi gak sarapan." Ucapannya membuat Adel dan Tristan terdiam. "Kalo gitu anterin aja." Adel mengerjap begitu mendengar respon Tristan. Lelaki itu tampak biasa saja. "Lo udah bawain itu dari rumah, sayang kalo gak dimakan. Gue sama Adel ke kantin duluan. Lo bisa nyusul." Tristan tersenyum, "sekarang lo simpen dulu tas lo di kelas." Key berkedip dua kali. "Beneran gak apa-apa?" "Ya enggaklah, emang kenapa sih?" Tristan tertawa pelan dan mengusap puncak kepala Key. Adel berdeham, "Awas aja kalo ntar lo tiba-tiba ngebakar kantin, Tris." - To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD