13. Tawuran

1344 Words
"Eh, gue duluan, ya?" Seorang gadis menepuk pelan bahu Silvi dan pergi menuju parkiran. "Oke, jangan lupa ntar ke rumah gue!" Silvi setengah berteriak dan temannya langsung mengacungkan jempolnya dari jauh. Silvi lalu pergi ke gerbang seraya menunggu jemputan. Namun di detik berikutnya bibir gadis itu membentuk seulas seringaian tipis. "Apa gue minta anter Ravano lagi, ya?" Dia tertawa pelan. Di saat yang bersamaan, dia melihat Ravano yang baru saja keluar dari parkiran dengan motornya. Namun lelaki itu tampak sendiri. Dia bahkan melesat melewati gerbang tanpa menolehkan kepalanya sama sekali. "Mana si Key?" Silvi bergumam. Salah satu sudut bibirnya terangkat. "Kayaknya si Keanna masih marah soal kemarin. Bagus deh, gue bisa lebih bebas buat deket sama Ravano." Dia masih memperhatikan motor Ravano yang semakin menjauh. Namun gadis itu terkejut begitu melihat Key yang berjalan ke arahnya. Raut wajahnya tampak kesal. "Loh, gue kira dia udah balik duluan," gumam Silvi dengan kedua alis bertaut. Dia mengira kalau tadi Ravano menyusul Key yang sudah pulang terlebih dulu. "Ngapain lo lihat gue kayak gitu?" ucap Key ketus. Dia memasukkan ponselnya ke dalam saku. "Lo ditinggalin sama Ravano, ya?" Kini giliran Key yang dibuat bingung. Dia lantas menatap Silvi. "Ditinggal? Emangnya Ravano udah pulang? Gue dari tadi nungguin dia di kelas." "Dia baru aja lewat. Gak percaya? Cek aja di parkiran." Rahang Key mengeras. "Kok Ravano gak kasih tahu gue?" Silvi tergelak. "Lihat? Ravano aja udah muak sama lo, Key." "Eh, jaga mulut lo, ya!" Salah satu sudut bibir Silvi naik. Dia lalu memasuki sebuah mobil yang baru saja berhenti di depannya dan Key. "Tungguin aja di situ sampe kaki lo lumutan. Atau ... Lo mau ikut sama gue?" "Bahkan nggak dalam mimpi lo!" "Ya udah. Bye bye, Keanna ... " Key membuang pandangannya ketika Silvi melambaikan tangan padanya. Dia lalu mengambil ponselnya dan berniat menghubungi Ravano, namun dia urungkan dan memasukkan benda tipis itu ke dalam tas. "Oke, Ravano. Sia-sia gue maafin lo kemarin." Key membuang napasnya kasar. "Key!" Seseorang tiba-tiba memanggil tepat di langkah kedua Key. Gadis itu menoleh dan melihat Kinn yang menghampirinya. "Lo kenapa masih di sini? Bukannya Ravano udah pulang dari tadi?" Key memutar kedua matanya. "Dia ninggalin gue." "Dia nganterin Kak Silvi lagi?!" "Enggak. Udahlah, males gue. Gue mau pulang." Key hendak melangkah namun Kinn menahan bahunya. "Gue anterin aja gimana? Ntar kalo lo kenapa-kenapa gue juga yang kena omel Ravano karena ngebiarin lo pulang sendiri." "Gue nyari taksi. Lo gak usah peduliin gue, bilang aja kalo lo gak ketemu sama gue." "Astaga, Key. Gak bisa gitu. Lagian lo emangnya gak tahu? Sore ini ada yang mau tawuran di ujung jalan sana. Kalo lo lewat pas mereka baku hantam gimana? Lo bisa mati!" Kedua alis Key bertaut. Tawuran? "Heh, gak usah ngaco, lo! Gue gak takut," ucap gadis itu. Namun beberapa detik kemudian ekspresi wajahnya berubah. Dia lantas menatap Kinn. "Berarti Ravano—" "Bukan masalah Ravano, Key. Kalo dia emang udah pulang duluan, dia pasti aman. Gue yakin itu. Yang jadi masalahnya sekarang itu elo! Makanya gue anterin lo pulang sekarang, kita lewat jalan lain. Gue ambil motor gue dulu." "T-tapi Ravano— Kinn, dia bisa mati!" "Ravano bakalan aman, Keanna. Dia itu cowok, dia bisa— Key! Keanna!" Key berlari tanpa ingin mendengar kalimat Kinn lagi. Kinn hendak mengejar, namun ponselnya tiba-tiba bergetar. Wajah Kinn seketika berubah panik. Lelaki itu lalu merogoh saku celananya. Dia melihat nama Ravano di sana. "Halo? Kinn, lo pulang balik, kan? Kasih tahu Keanna, suruh jangan pulang dulu. Gue tadi disuruh fotokopi sama Pak Nuryadi." "Telat lo, Rav! Keanna baru aja pergi barusan!" "Hah? Loh, kok lo biarin dia gitu aja?!" "Dia nyari lo, b**o! Gue tadi dapet info dari kelas lain katanya bakalan ada tawuran anak-anak Taruna sama Panca. Key pikir lo bakalan kenapa-kenapa di sana!" "A-apa? Terus kenapa lo biarin dia pergi?!" Di seberang sana Ravano berteriak tanpa mempedulikan tatapan orang-orang padanya. Kinn mengusap kasar wajahnya. "Lo bisa amuk gue nanti, sekarang yang terpenting itu Key. Lo buruan ke sini!" Pip. Kinn mengacak rambutnya. Dia mencoba menelepon Key, namun tidak diangkat. *** "Ravano!" Dengan setengah berlari Key, menyusuri jalanan yang begitu sepi. Napasnya terengah, dan dahinya sudah basah oleh keringat. "Apa Kinn bohong?" Key menatap ke sekitarnya. Jalanan yang biasanya sepi itu kini semakin sepi. Key dan Ravano biasa lewat sana karena jalannya tidak memutar. Semuanya tampak baik-baik saja. Tidak ada yang aneh. "Hei." Tiba-tiba seseorang menepuk pelan bahu Key dari belakang. Gadis itu berbalik. "Lo?" Orang itu terlihat terkejut saat melihat wajah Key. Kedua alis Key bertaut, berusaha mengenali lelaki di depannya. "Oh! Lo kan— yang ngasih jaket ke gue?" Key tersenyum. "Iya, itu gue. Lo ngapain di sini?" "Gue lagi nyari ... " Key terdiam sejenak, "Temen." "Temen?" Salah satu alis orang itu naik. "Lo dari sekolah mana?" "Gue dari Pelita." Key lalu menatap beberapa orang yang berada tidak jauh di belakang lelaki itu. "Pelita?" Lelaki itu sedikit menolehkan kepalanya ke arah salah satu temannya. Namun temannya itu tampak menggelengkan kepala. "Lo sendiri ... Ngapain?" Kedua mata Key menyipit berusaha mengenali sesuatu yang dipegang oleh orang-orang itu. "Gue rasa lo salah tempat. Temen lo gak ada di sini. Mending sekarang lo cepet-cepet pergi dari sini." "Tapi—" Key mendadak cemas saat kembali ingat Ravano. "Cupu lo bawa-bawa cewek! Minta disemangatin?" Beberapa gelak tawa terdengar. Key menolehkan kepalanya dan terkejut saat melihat segerombolan orang. "M-mereka siapa?" Dia menatap lelaki itu. "Tempat ini gak aman buat lo. Kalo lo masih pengin selamat, sebaiknya lo pergi sekarang selagi ada kesempatan." Salah satu teman lelaki itu berucap. Jantung Key mendadak berpacu lebih cepat. "Lari," ucap lelaki itu yang lebih terdengar seperti sebuah perintah. "Apa?" "Gue bilang lari!" Tubuh Key ditarik dengan kuat dan lelaki itu langsung mengubah posisi ke belakang gadis itu. Erangan terdengar saat sesuatu menghantam punggungnya. Kedua mata Key membulat ketika orang-orang itu berlarian dan saling melemparkan sesuatu. "Ini kesempatan lo! Gue bakalan nahan mereka, dan lo lari sejauh mungkin dari sini!" "A-apa? Tapi lo gimana?" "Yang terpenting itu lo! Cepat!" Lelaki itu dengan sigap langsung memukul rahang seseorang yang hendak memukulnya. Panik dan takut, Key langsung berlari menjauh. "Tris!" Kedua kaki Keanna sontak berhenti. Dia langsung berbalik dan melihat lelaki itu sudah terduduk di aspal seraya memegangi kepalanya. Kedua mata Key membulat. Dia takut dan ingin lari, namun dia tidak mungkin pergi begitu saja setelah apa yang dilakukan oleh lelaki itu. Bagaimana pun, Key sudah ditolong dua kali. "b******n lo!" Seseorang langsung limbung saat rahangnya terkena bogem mentah. "Lo gak apa-apa?" Teman dari lelaki itu bertanya dengan wajahnya yang memar di beberapa bagian. "Gue gak selemah itu." "Tristan awas!" Bukkk Lelaki bernama Tristan itu terdiam saat seorang gadis berdiri membelakanginya. Sebuah balok kayu terlihat digenggam dengan kedua tangannya yang bergetar. "Lo kenapa masih di sini?!" Tristan menatap Key tak percaya. Apalagi saat tahu kalau gadis itu yang baru saja melayangkan sebuah balok ke salah satu anak SMA Panca. "Gue udah terlalu banyak hutang budi sama lo," ucap Key dengan nada bergetar. "Itu gak penting! Lo mendingan pergi, biar gue yang nahan mereka dan lo bakalan baik-baik aja!" Kepala Key seketika berdenyut. Ini terlalu mendadak untuknya. Semua organ tubuhnya terkejut melihat perkelahian dengan jumlah yang begitu banyak. Sementara Tristan kini sibuk memukuli lawannya. Key tersentak saat salah satu tangannya ditarik dengan kuat hingga balok kayu yang dipegangnya jatuh ke aspal. Dia dan Tristan berlari menghindari beberapa orang yang berusaha mengejar mereka. Tristan dengan cepat menarik Key ke sebuah gang sempit. "Lo tunggu diem di sini. Biar gue yang handle mereka," ucap Tristan dengan napas memburu. Wajahnya terluka di beberapa bagian. Key langsung menahan tangan Tristan ketika lelaki itu hendak pergi. "Lo gila?! Jumlah mereka banyak! Lo bisa kalah!" "Gue gak lemah. Lo sebaiknya diem, lo bakalan aman di sini." Lelaki itu tersenyum tipis dan mengacak pelan rambut Key. "Tapi—" Tristan sudah berlari keluar dengan cepat. Kedua kaki Key hendak bergerak namun suara seseorang menghentikannya. "Di mana cewek lo, hah?!" teriak seseorang. Key sontak memundurkan tubuhnya dan membekap mulutnya dengan kuat. "Urusan lo itu sama gue!" Key berjongkok saat mendengar beberapa suara pukulan. Gadis itu menangis. — To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD