Kai memperhatikan sosok cantik yang berdiri di balkon kamarnya. Sangat jarang untuk membuka pintu balkon yang terbuat dari bahan kacaitu, karena itu lebih difungsikan sebagai jendela lebar untuk masuknya cahaya. Ini juga pertama kalinya dia melihat pintu balkon terbuka.
Berdiri di sana, sosok anggun Anima yang hanya mengunakan dua kain penutup dibagian pentingnya, dan dilapisi dengan long Cardi bewarna hitam. Benar-benar pemandangan yang menyenangkan mata. Tapi Kai berusaha agar tidak secara terang-terangan memperhatikannya.
"Nona, anda mau kopi?" Kai membawa dua cangkir kopi di tangannya, satu miliknya.
"Bagaimana dengan pekerjaanmu? Kau terlihat sangat akrab dengan para rekanmu."
Kai mengangguk, dia memang bersyukur karena Andi dan Nisa begitu baik padanya. "Karena anda, saya sangat berterimakasih. Pekerjaan itu jauh lebih baik dari pekerjaan yang sebelumnya!"
Anima melirik ke arahnya, dia agak menyesal menempatkan laki-laki itu di bagian itu. Tapi karena sudah terlanjur, maka biarkan saja.
"Aku baru saja melakukan pemeriksaan tadi, dan hasilnya belum ada perkembangan. Maukah jika kita berusaha lebih keras, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Mungkin akan terlambat jika itu lebih dari dua bulan!" Anima menatap pemandangan langit malam di atasnya.
Sebelum pergi melakukan pemeriksaan, dia mengunjungi kakeknya bersama Tama. Saat itu kakeknya masih sama seperti sebelumnya, keadaannya belum benar-benar membaik.
Setelah kedatangannya, tidak lama mama dan papanya datang. Saat itulah terjadi perdebatan lagi seperti biasanya. Yang membuatnya agak frustasi, kakeknya menyetujui keputusan mamanya, untuk menikahkan dia dengan seseorang yang layak. Dia menolak pernikahan seperti biasanya, tapi itu tidak berhasil lagi, karena keluarga Lampauta juga sudah kehabisan kesabaran.
Jalan satu-satunya agar dia tidak akan terjerat dalam pernikahan adalah segera hamil. Tapi setelah hampir dua Minggu sejak mereka tinggal bersama, itu masih belum ada kemajuan.
Kai melihat Anima memang agak lesu sedari tadi. Melihatnya begitu frustasi tentang buru-buru memiliki anak, dia merasa wanita itu penuh tekanan. Bahkan dia tidak sedikitpun menyentuh laptopnya. Benda yang tidak pernah lepas darinya itu benar-benar diabaikan.
Kemarin juga dia melihat Anima hanya melamun di meja makan, terlihat kesepian, tapi pada dasarnya Anima terbiasa hidup sendiri. Dia ragu untuk bertanya, jadi hanya menyapa seperti biasa.
Berita tentang perjodohan Anima juga sedang sonter dibicarakan dimana-mana. Kai berpikir apakah itu memberinya beban pikiran. Apakah artinya dia tidak menyukai Anggar? Atau apakah karena memikirkan tentang anak?
"Ini masih terlalu awal. Bukankah perlu menunggu untuk tahu itu berhasil atau tidak?" Kai berbicara sambil menatapnya.
Kai pernah mempelajari kasus tentang perceraian suami istri. Dan sang istri diketahui hamil sebelum mereka menikah berdasarkan usia kandungan. Sang suami baru tahu setelah memasuki satu bulan pernikahan. Jadi, dia merasa Anima terlalu cepat untuk memeriksakannya.
"Aku—," Anima menjada ucapannya, dia memperhatikan wajah Kai, "Mungkin akan segera menikah, jika kita gagal dalam waktu dekat!"
"Aku tidak mau ini sia-sia. Tujuanku melakukan ini, karena aku tidak mau pernikahan!" Anima menunjukkan emosi di matanya. Meskipun masih berwajah datar.
Kai tahu, kesepakatannya dengan Anima adalah untuk membuatnya hamil. Jika dia mereka gagal, maka dia akan merasa bersalah. Anima sudah mentransfer biaya pengobatan ibunya, juga dia juga telah mengambil kepolosannya. Akan merugikan bagi Anima jika tidak hamil juga.
Menggaruk belakang kepalanya. Dia memberanikan diri untuk mengucapkannya.
"Ayo kita berusaha. Aku akan lebih baik lagi dalam melakukannya!" Kai merasa seperti b******n, tapi dia tidak berniat kurang ajar.
Anima menoleh, dia bukan orang yang mudah pesimis. Tapi untuk usaha yang telah mereka lakukan, dia tidak lagi merasa percaya diri. Tekanan dari keluarganya dan orang luar benar-benar membuatnya tidak nyaman. Dia bahkan mengalami kesulitan tidur dalam beberapa hari ini.
"Tunggu di sini!" Kai berlalu pergi meninggalkan Anima yang masih berdiri di tempatnya.
Kai pergi menuju dapur. Dia membuatkan s**u hangat untuk Anima. Sebenarnya dia sambil terus berpikir. Apa yang kurang atau salah dari usahanya.
Kai sudah melakukan hubungan yang lebih intim lebih dari dua kali bersama Anima. Memang tidak terlalu sering, karena mereka canggung. Yang paling panas adalah saat Anima mabuk.
Kembali ke kamar, dia masih melihat Anima berdiri diam di dekat pagar pembatas balkon. Membawa satu gelas s**u di tangannya.
Selama mereka tinggal bersama, sebenarnya mereka sangat jarang sekali mengobrol. Anima adalah orang yang tidak suka babyak bicara, tapi mereka juga sudah mulai saling mengenal. Pembicaraan mereka juga agak lebih santai.
"Minumlah!" Kai menarik cangkir kopi, menukarnya dengan segelas s**u.
Berdiri lebih dekat dengannya, Kai ingin membangun suasana yang lebih intim. Saat dia mencoba berdiri di belakang tubuhnya, Anima tiba-tiba berbalik hingga sisa s**u di gelas itu tumpah mengenai keduanya.
"Ah, maaf!" Kai reflek meminta maaf dan mencoba membersihkan noda s**u yang mengotori Anima, tanpa memperdulikan dirinya sendiri.
Anima memperhatikan wajah Kai. Laki-laki yang selalu menemaninya di apartemen, wajahnya yang selalu dia lihat setiap bangun tidur. Karena jika ditanya siapa yang lebih dulu bangun setiap pagi, maka jawabannya adalah Anima.
Kai terdiam saat tiba-tiba tangan Anima meraih belakang kepalanya, bibir merahnya bermain-main dengan bibirnya. Ciuman Anima mampu membuat Kai merasa gila. Dia merespon dengan mendekatkan pinggul mereka.
Tangan Kai mengangkat Anima masih dengan bibir yang saling merasakan. Mereka masih berdiri di sana, tapi kaki Anima tidak lagi menapak di lantai. Dia diangkat dalam dekapan Kai.
Ciuman Kai berpindah pada leher Anima. Tempat favoritnya untuk membaui aroma manis khas yang paling menyenangkan.
Anima merespon dengan mengaitkan kakinya di pinggul Kai. Dia dapat merasakan sesuatu mengeras di sana. Apalagi dia hanya mengenakan pakaian dalam saja yang terhalangi oleh long Cardi. Karena posisinya, long Cardi itu juga tersingkap.
Mendudukan Anima di pagar pembatas, membuat Anima menarik kesadarannya kembali.
"Aku bisa jatuh! Ke tempat tidur saja!" Anima benar-benar tidak sadar sebelumnya, jika mereka masih di balkon.
"As you wish!" Kai membawa Anima ke tempat tidur.
Jika sebelumnya Anima dan Kai melakukannya dengan tanpa perasaan, sekarang mereka lebih menikmatinya. Terutama Kai, dia sangat suka suara erangan Anima. Karena dia memiliki kesempatan melihat reaksi wajah Anima yang lebih natural. Bukan wajah datar yang tidak tersentuh.
"Biarkan aku mencobanya!" Anima mendorong Kai dari atasnya, dia membantu Kai melepaskan pakaian yang masih melekat padanya. Hingga saat sesuatu yang keras itu hampir mengenai wajahnya, dia menarik Kai, lalu berguling di atasnya.
Anima bersungguh-sungguh melakukannya, dia bahkan bertahan tiga putaran. Kai juga memiliki stamina agak lebih malam ini. Keduanya kelelahan. Anima sudah jatuh terlelap setelah aksi panas mereka.
Kai sedikit mencondongkan tubuhnya untuk mencium kening Anima. Dia mencintai wanita itu, tapi tidak berani memperlihatkan. Tidak tahu kapan dia mulai menyadarinya, hanya saja dia tidak suka melihatnya bersedih. Dia dapat merasakan kebingungannya, meskipun Anima tidak memperlihatkan.
Apakah pernikahan begitu membuatnya tertekan?
Kai tidak bisa tahu kehidupan apa yang dia jalani. Karena Anima adalah tipe tertutup. Yang dia tahu, hanyalah Anima putri tunggal keluarga Lampauta, tapi, dia dituntut keluarganya untuk segera menikah.
"Cepatlah tumbuh di perut ibumu. Dia sangat menantikan kehadiranmu!" bisik Kai lembut di atas perut Anima. Menciumnya penuh kasih sayang.