Kaelan menjenguk ibunya ditemani Nisa. Rekan kerjanya itu menawarkan untuk mengantarkan ke rumah sakit, sekaligus ingin menjenguk ibunya Kaelan.
"Kau teman satu kantornya?" tanya ibu menatap wanita cantik dengan tutur kata lembut di depannya.
Nisa menoleh ke arah Kaelan. Sebelumnya laki-laki itu sudah memberitahunya tentang masalah pekerjaan. Dia tidak keberatan berbohong, karena niat Kai berbohong adalah agar ibunya dapat tenang dan segera menjalankan operasi.
"Iya, ibu jangan khawatir. Kai sangat baik dalam pekerjaannya!" Nisa tidak bohong tentang itu, Kaelan mungkin kurang berpengalaman, tapi dia cepat belajar.
Ibu tersenyum, dia memperhatikan kalau Nisa agak malu-malu. Sedari tadi juga terus berusaha melirik kearah putranya. Dia bukan tidak tahu, wanita cantik di depannya itu mungkin menyukai putranya.
Dia tahu putranya itu agak tidak peka terhadap wanita. Meskipun dia tau seseorang menyukainya, dia akan memilih pura-pura tidak tahu. Karena ini bukan pertama kalinya Kaelan memperkenalkan teman wanita yang juga terlihat menyukainya.
"Nisa, aku ada urusan lain. Kau mau tetap di sini atau pulang?" Kai sudah memperhatikan jam dinding sejak tadi. Sekarang sudah jam tujuh malam, dia harus segera pulang. Seperti seorang suami yang takut istrinya khawatir, sebenarnya Kai hanya belum terbiasa tinggal dengan seseorang selain keluarganya, dan dia tidak enak kalau pulang terlambat.
"Aku ikut pulang juga deh!" jawab Nisa tersenyum melihat ibu dan langsung pamit. Begitupun dengan Kai.
Dika masuk kembali ke kamar rawat ibunya, dia memperhatikan kepergian Nisa dan Kai.
"Bu, cantik bener temen kakak. Wah, asik tuh Bu kalau dijadiin mantu!" Ledek Dika pada ibunya.
"Jangan ngawur, nanti nak Nisa denger ibu jadi ndak enak!" Ibu menegur putranya yang suka bicara nyablak.
"Kenapa? Denger juga gak papa. Kasihan tahu Bu, kakak jomblo terus dari kecil sampe mau masuk usia tiga puluhan!" Dika membuat keadaan terlihat jadi mengenaskan.
"Dia masih dua puluhan. Biarkan kakakmu memutuskan. Ayo, belajar sana. Kamu malah ngajak ibu gosip!" omel ibu membuat Dika tertawa.
_
Kai langsung pulang ke apartemen. Tapi tidak ada siapapun di sana. Dia pikir akan melihat Anima sedang bekerja di depan laptopnya seperti biasa, tapi ternyata apartemen kosong.
Dia masuk ke kamar dan melihat banyak paperbag di atas tempat tidur. Anima bukan orang yang suka menaruh barang seperti itu. Dia mendekat dan mengintip isinya. Itu berusia pakaian, dia menebak kalau hari ini wanita itu menghabiskan waktu untuk berbelanja.
Tidak berani terlalu lancang, Kai langsung masuk ke kamar mandi. Badannya sudah sangat lengket. Begitu masuk, dia menciumi aroma wangi yang biasa dia baui dari tubuh Anima. Rupanya itu bukan parfum, dia mencium aroma sabun, itu seharusnya yang dia juga gunakan. Kai membaui shampoo, itu juga yang dia gunakan bersama. Jadi dari mana wanginya?
Kai melepaskan pakaiannya, sambil masih menikmati aroma manis di ruangan tersebut. Kamar mandi itu dipenuhi aroma bosnya. Dia menaruh pakaian di keranjang baju, dia baru ingat sesuatu.
Selama ini dia selalu melepaskan bajunya dan melemparkan ke keranjang, dan tidak pernah terpikir tentang mencucinya. Itu karena saat dia mandi di waktu selanjutnya, baju-bajunya tidak disana lagi. Kai baru menyadari sikap kurang ajarnya selama ini.
Dia tidak pernah mencuci pakaiannya! Lalu, siapa yang mencucikan?
Seharusnya tidak perlu bertanya lagi, hanya dia orang di rumah ini. Sedangkan Anima tidak suka orang lain menyentuh barangnya sembarangan. Sehingga untuk membersihkan lantai saja dilakukan sendiri.
"Lo begok banget, Kai!" Kaelan meremas rambutnya kesal. Dia pasti sudah gila, membuat seorang pembisnis sukses, Anima Lampauta mengurus baju kotornya!
Membayangkan tentang hal tersebut, dia jadi malu dan menyesal. Mengacak rambutnya tidak berhasil meredakan rasa malunya. Dia benar-benar tidak tahu diri.
Setelah cukup lama dia menyesali sikap buruknya, Kai menyelesaikan mandinya. Saat akan membuka pintu, dia melirik lilin bewarna biru dan merah habis dinyalakan di sana. Saat mendekatinya, barulah Kai tahu wangi khas itu berasal dari lilin aromaterapi.
Jika saja Kai tahu kalau Anima memesan khusus pada pabrik lilin aromaterapi. Dia membayar sangat mahal untuk jenis wewangian tersebut. Sehingga sangat jarang yang memiliki aroma sepertinya. Kecuali orang itu mau membuang uang ratusan juta untuk satu buah lilin aromaterapi.
Kai masukkan pakaian kotornya ke dalam wadah. Dia akan mencucinya saat dia pulang ke rumahnya nanti. Karena Anima tidak punya detergen atau semacam.
Saat dia keluar, itu saat Anima baru saja masuk kamar. Dia melihat Anima membawa barang-barang. Dia meletakkan bajunya untuk membantu membawakan barang tersebut.
"Anda harusnya menunggu saya. Pasti berat membawa selimut besar dan barang-barang ini naik ke atas!"
Kai tahu bosnya adalah orang yang mendiri, tapi tidak bisakah kalau orang kaya sepertinya menyuruh orang lain saja, dibandingkan harus repot sendiri. Kai berpikir betapa lelahnya menjadi bosnya.
"Aku terbiasa. Ambil pakaianmu juga!" Anima mencari pakaian Kai, diantara pakaiannya.
Kai memerah, dia mengambil pakaiannya yang baru saja diloundry tersebut. Dia akan berbicara, saat Anima menunjuk baju yang baru saja dia letakkan dilantai karena terburu-buru menolong Anima.
"Jangan taruh pakaian di lantai!" Kai merasa dia sangat bodoh. Apa yang bisa dia lakukan dengan benar?
Jadi kenapa laki-laki akan merasa tertekan, saat seorang wanita bisa mdakuskt segalanya? Kai sudah merasakannya. Dia jadi merasa tidak berguna.
"Itu pakaian kotor, aku berniat untuk membawanya pulang untuk dicuci!" Kai membawa pakaian bersih di tangan kanannya, dah pakaian kotor di tangan lainnnya menuju ke ruang penyimpanan.
"Kai?" panggil Anima dari luar.
"Yah?" Kai menjawab sangat cepat.
"Milikmu tertinggal!" ujar Anima lagi membuat Kai langsung keluar saat itu juga.
Karena buru-buru, dia tidak menyangka Anima berdiri di depan pintu, jadilah dia menabraknya. Tapi tangannya sigap untuk memegang kepalanya, dan tangan lain menahan punggungnya. Saat terjatuh, itu sudah diminimalkan oleh Kai.
Aahhhh
Sesuatu jadi terbang dari tangan Anima, dan Anima sendiri terjerembab bersama Kai.
"Kenapa kau begitu ceroboh?" Anima bertanya dengan wajah datar, tapi nadanya lebih keluhan.
"Maaf, aku selalu gugup saat bersamamu!" Kai berkata jujur, karena tidak ingin semakin mempermalukan dirinya sendiri.
Bangkit dari atas Anima, dia duduk dan membatu Anima untuk duduk juga. Saat itu dia menyadari ada celana dalamnya di dekat tubuh Anima.
Kenapa benda keramat itu ada di sana?
Kai merasa sangat ingin mengubur dirinya. Saat dengan hati-hati mengambil miliknya itu.
"Itu yang tadi kubilang milikmu yang tertinggal!" Anima melihat bagaimana wajah Kai sangat merah hanya karena memegang benda segita tiga itu ditangannya.
Cup
Kai membeku saat baru saja mendapatkan ciuman di bibirnya. Dia menatap wanita yang masih berwajah datar tepat di depan wajahnya. Dia menatap bibir merah di depannya dengan perasaan terkejut.
"Berhenti memerah. Aku mungkin akan memakanmu nanti. Segera pakai pakaianmu. Aku akan memesan makanan!" Anima bangkit dan berjalan menuju pintu depan seringaian di wajahnya.
Kai sendiri, dia tidak tahu menggambarkan perasaannya. Bahkan wajahnya juga bingung harus menampilkan ekspresi apa saat ini.
Dia melihat wanita itu lagi, lalu segera bangkit berdiri dan berteriak. "Aku akan memasak!"
Tidak menunggu jawaban Anima, dia buru-buru masuk ke ruang penyimpanan. Dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Semua kegugupannya lenyap, digantikan dengan rasa lainnya.
"Kenapa ada malaikat tak bersayap di sini?" gumam Kai menggambarkan kesempurnaan Anima di matanya.