Identity 9 - Curhat
Amelia datang ke rumah Najla yang kebetulan Najla tidak ada acara di hari Minggu ini. Amelia menceritakan semuanya tentang Remon yang melamarnya.
"Jadi semalam gue dilamar sama cowok ganteng, La. Namanya Remon. Ganteng banget. Elo tahu, padahal tadi paginya gue baru aja ketemu sama dia. Eh malamnya datang dong ke rumah gue. Dengan beraninya dia neglamar gue di depan papah mama. Keren banget enggak tuh cowok," cerita Amelia dengan berapi-api. Amelia terus membangga-banggakan Remon di depan Najla.
Najla malah menaruh rasa curiga. Bukannya tidak percaya dengan cerita yang dibicarakan oleh Amelia. Namun, rasanya terasa begitu cepat. Najla juga tidak memungkiri kalau dia senang melihat sahabatnya akhinya mempunyai pasangan, tapi Najla tidak mau Amelia sampai kecewa. Remon terasa mencurigakan bagi Najla. Apa bisa orang jatuh cinta dengan seseorang bisa dengan mudah dan begitu cepat? Najla perlu menyelidikinya dulu.
"Saran gue jangan terburu-buru nikah, Mel. Mungkin elo bisa lihat dulu karakter dia. Elo kan belum lama kenal dia. Kasih jarak, kasih waktu buat kalian mengenal satu sama lain. Kalau memang Remon jodoh elo, gue yakin. Dia akan bersama elo kok. Jadi saran gue jangan terburu-buru," ucap Najla dengan hati-hati. Najla juga tidak mau melihat sahabatnya sedih dengan ucapannya. Najla tidak mau merusak kebahagiaan dan suasana hati Amelia yang sedang senang. Namun, sebagai sahabat yang baik. Najla perlu mengingatkan Amelia juga. Itu semua Najla lakukan juga demi kebaikan Amelia.
"Iya sih, gue pikir juga gitu. Gue perlu lebih mengenal Remon. Gue tahu ini terlalu cepat. Remon bilang dia udah lama mantau gue. Dan baru berani samperin gue sekarang. Heran juga sih, padahal pagi itu gue baru ketemu dia. Eh malamnya dia udah ngelamar gue," ulang Amelia. Ia jadi ikut curiga dengan gelagatnya Remon yang cukup aneh. Dalam sekejap dia langsung melamar Amelia. Tanpa tahu sifat dan hal lain sebagainya tentang Amelia.
Najla juga pernah mendengar cerita Amelia soal ketua OSIS dan Enrico. Najla mendengar cerita itu dari mulut Amelia langsung. Rasanya kejam saja memanfaatkan seseorang demi mendapatkan keuntungan sendiri. Lalu membuangnya bagaikan sampah, saat sudah tidak diperlukan. Darah Najla sampai mendidih mendengarkan ceritanya. Kalau bertemu sang ketua OSIS atau Enrico, rasanya Najla mau tonjok atau tampar mereka saja. Najla tidak terima Amelia diperlakukan seperti itu. Andai saja Najla datang lebih awal saat itu. Mungkin Amelia tidak akan banyak disakiti oleh orang lain.
Dulu juga sih Najla sangat sulit untuk bisa berteman dengan Amelia. Amelia sangat sulit ditembus. Mungkin karena tramuanya sudah dikhianati beberapa kali oleh temannya. Makanya Amelia menutup hatinya untuk mempunyai teman lagi.
"Hai, gue Najla. Elo siapa?" Tanya Najla saat hari pertama ospek di kampusnya.
"Amelia," jawab Amelia singkat. Setelah itu Amelia memalingkan wajahnya dengan menunduk.
"Elo bawa dua minuman soda enggak? Gue lupa bawa. Gawat gue bisa dihukum sama kakak senior." Najla benar-benar lupa bawa minuman bersoda yang sudah disuruh oleh kakak seniornya.
Amelia meletakan satu botol minuman bersoda di atas tas Najla tanpa berkata. Belum sempat Najla berterimakasih. Tidak lama kakak senior mengecek barang bawaan mereka. Semua mahasiswa baru dicek barang bawaannya. Siapa saja yang tidak membawa barang sesuai yang sudah dipinta, sebelum ospek. Maka dia akan di hukum. Hukumannya beragam. Tergantung berapa banyak barang yang tidak di bawa.
Untunglah Najla selamat berkat Amelia yang sangat misterius itu. Meskipun tanpa berbicara, dengan meletakkan minuman bersoda itu di atas tasnya Najla. Itu cukup menolong Najla. Hal itu yang justru membuat Najla semakin ingin berteman dengan Amelia.
"Makasih ya, Mel. Kalau enggak ada elo yang kasih minuman soda itu. Gue udah pasti kena hukum," ucap Najla saat di cafetaria kampus. Saat ini mereka sedang istirahat. Najla merasa beruntung bertemu teman baru yang baik hati. Namun, Amelia hanya tersenyum saja saat Najla berterimakasih padanya.
"Mel, gue boehkan temenan sama elo?" Tanya Najla. Mengingat sejak tadi Amelia memang selalu jutek dan dingin pada Najla.
"Najla, disini banyak orang yang bisa kamu jadikan teman. Aku rasa yang lain lebih baik dari aku. Kalau kamu berteman dengan aku, pasti kamu akan merasa malu. Tidak ada satupun orang yang mau berteman dengan aku. Jadi lebih baik kamu pilih saja yang lain," tolak Amelia saat itu.
"Kenapa, Mel? Kenapa mereka enggak mau temenan sama elo? Elo baik kok, gue malah seneng bisa temenan sama elo. Malah lebih senang lagi kalau kita bisa sahabatan. Elo enggak suka ya berteman sama gue?" Terka Najla.
"Apa kamu enggak lihat tanda lahir hitam besar di muka aku? Apa kamu enggak merasa jijik seperti yang lainnya. Udah lah Najla! Kita cukup saling mengenal saja! Aku tidak mau berteman dengan siapaun saat ini. Tolong pergi jauh dari aku!" Tegas Amelia. Matanya penuh amarah, terlihat sangat berkaca-kaca sekali. Amelia menahan tangisnya. Dia tidak mau sampai menangis di cafetaria. Bisa-bisa teman-teman yang lainnya mentertawakan Amelia yang cengeng.
"Baiklah," ucap Najla pasrah. Najla memang terlalu cepat bertindak. Padahal dia benar-benar tidak mempermasalahkan tanda lahir di wajah Amelia. Najla tulus mau berteman dengan Amelia.
Najla tetap berpikir positif. Mungkin Amelia memang sedang sensitif. Dugaan Najla, Amelia mempunyai tramua dengan orang baru. Jadi Najla akan memberi jeda untuk Amelia. Najla akan terus berusaha. Sampai Amelia betul-betul menerimanya sebagai temannya. Bahkan mungkin kalau bisa mereka harus menjadi sahabat. Tidak ada alasan bagi Najla untuk benci pada Amelia. Tanda lahir hitam besar di wajah Amelia bukan alasan yang berarti. Cuma pikiran orang yang picik saja, yang pergi menjauh gara-gara itu.
***********
"Elo cantik amet, Mel. Pasti mau ketemu Remon ya?" Selidik Najla.
"Iya nih, tempat janjiannya kebetulan Deket rumah elo," sahut Amelia dengan senyum di bibirnya. Betapa bahagianya Amelia. Najla malah takut Amelia hanya dimanfaatkan saja. "Oh iya, tanda lahir gue udah enggak kelihatan kan?"
"Gue juga boleh kenal dia kan, gue pengen tahu orang yang membuat hati elo berbunga-bunga. Hmmm.. Menurut gue masih kelihatan sih dikit," pendapat Najla.
"Yaaaaaaahhh.. Padahal gue udah dandan lama banget. Masih aja enggak ketutup. Oke deh, elo tenang aja. Gue bakalan kenalin elo sama Remon. Dia ganteng banget loh," puji Amelia. Memang di mata orang yang sedang jatuh cinta pasti semuanya akan terlihat indah.
"Udah enggak apa-apa. Kalau Remon memang cinta sama elo. Dia akan nerima elo apa adanya." Najla kemudian mengambil biolanya. Ia lalu memainkan sebuah nada lagu yang indah. Najla memang pandai bermain biola. Ia begitu keras ingin bisa bermain biola.
Biola adalah salah satu instrumen yang menyenangkan dan indah untuk dimainkan. Mempelajari biola membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi mahir, namun dengan kesabaran, disiplin, dan semangat yang besar, langkah-langkah ini akan membantu kita mahir dalam memainkan instrumen yang terkenal ini.
Prok prok prok. Tepuk tangan dari Amelia. "Lain kali kita berkolaborasi ya, elo main biola, gue main piano," ajak Amelia.
"Oke," jawabnya singkat.
Mereka memang sama-sama menyukai alat musik. Namun, Amelia lebih suka Piano dari pada biola. Sebetulnya Amelia juga bisa memainkan piano, tapi tidak seperti permainan Najla yang sangat indah.
Bebeapa kali Najla memenangkan kontes bermain biola. Najla memang selalu mencari kesibukan untuk mengusir rasa sepinya di rumah. Hidup tanpa kasih sayang orang tua. Membuatnya jenuh, sehingga ia terus mencari kegiatan untuk melupakan persaan kesepiannya itu. Najla tidak boleh terlalu berlarut dalam kesedihannya. Karena kalaupun Najla menangis meraung-raung meminta kasih sayang ibu dan ayahnya. Merekapun tidak akan mendengarnya. Karena orang tua Najla lebih mendahulukan pekerjaan dari pada anaknya. Orang tua Najla selalu berdalih. Kami bekerja untuk kebahagiaan anak. Loh, mana bisa bahagia kalau kasih sayang saja tidak diberikan? Bahagia dengan banyak uang? Tentu tidak, uang memang bisa membeli apapaun. Namun, tidak dengan kebahagiaan.
Kebahagiaan tidak bisa dibeli oleh uang. Uang sepenuh bumi pun percuma jika kebahagian tanpa kasih sayang. Rasanya akan hambar. Senyum yang terlukispun hanya kepalsuan belaka.