Ela termenung dikamarnya, ia memikirkan kejadian hari ini. Tidak dapat ia pungkiri pesona Bian membuatnya melayang. Apa lagi ponsel yang diberikan Bian sangat bagus dan Ela merasa tidak pantas menerima ponsel itu. Ketukan pintu kamarnya membuatnya bergegas membuka pintu kamarnya. Anita menarik tangan Ela keluar dari kamar. "Mulai sekarang kamu masakin Kak Kenzo ya La! Soalnya Mbak mesti pulang Ke Indonesia La!" Jelas Anita.
"Tapi Mbak Ela sama siapa disini? Mbak satu-satunya orang yang Ela percayai didunia ini!" Ucap Ela.
"Udah...Mbak yakin kamu pasti bakalan mandiri dan ada Kenzo yang bisa jagain kamu!" Jelas Ela.
"Tapi aku nggak tahu makanan yang disukai kak Kenzo, Mbak?"
"Kenzo suka hampir semua jenis makanan asal tidak menggunakan bumbu penyedap karena tubuhnya breaksi jika makanan itu menggunakan bumbum penyedap!" Ucap Anita.
"Maksudnya Mbak dia alergi gitu?" Tanya Ela
"Bener La, jika alergi parah banget, ia bakal muntah-muntah!" ucap Anita mengajak Ela ke dapur. Ia sengaja membohongi Ela untuk masalah alergi. Sebenarnya Kenzo lebih suka masakkan rumahan dibandingkan masakan restaurant. Apalagi masakan disini diragukan kehalalanya. Entah mengapa Anita sangat menyukai Ela dan menginginkan Ela bisa dekat dengan Kenzo. Kakaknya itu terlalu dingin, kaku dan anti sosial.
"Oya Mbak hampir lupa, kamu akan pindah ke Apartemen milik Kak Ken!" Seru Anita sambil mengedipkan matanya.
"Nggak Mbak aku sudah betah disini!" Tolak Ela secara halus.
"Kamu nggak bisa nolak untuk pindah, soalnya ini permintaan Bunda Kak Ken karena Bunda nggak bakalan ngizinin gue pulang ke Indonesia jika tidak ada pengganti gue jadi babunya Kak Ken" ucap Anita tersenyum manis. Sebenarnya itu semua hanyalah alasan Anita agar Ela mau pindah ke Apartemen Kenzo. Anita khawatir dengan kepolosan Ela akan membuatnya dimanfaatkan orang lain jika tidak ada yang mengawasinya dan menjaganya.
"Mbak tapi aku kan bukan babunya kak Kenzo!" Kesal Ela.
Anita menganggukkan kepalanya "Tapi gaji yang ditawarkan Bunda sangat gede La. Kamu bakalan bisa menghemat buat biyaya makan dan uang sewa. Apa lagi Apartemen Kak Kenzo sangat bagus La!"
"Gimana deal?" Anita mencoba memaksa Ela.
"Oke Mbak deal" Ela pikir tidak ada salahnya ia jadi pembantu Kenzo karena dengan begitu ia bisa mengirit uang yang telah diberikan Papinya.
***
Dengan tekad yang kuat akhirnya Ela memberanikan diri menghadapi Kenzo. Bahkan Ela sebelum menginjakkan kakinya di Apartemen Kenzo ia telah berdoa agar diberi kesabaran menghadapi makhluk es bernama Kenzo Alca Alexsander. Ela menatap Apartemen Kenzo yang sangat luas. Apartemen ini terdiri dari tiga kamar. Dua kamar merupakan kamar tidur dan satu kamar berisikan alat-alat olah raga yang dimiliki Kenzo.
Kenzo tipe lelaki yang menjaga bentuk ideal tubuhnya oleh karena itu tubuh tegap dan atletis miliknya dapat membius tatapan wanita yang melihatnya seperti juga Ela saat ini. Ela mengehela napasnya karena disuguhkan pemandangan indah. Ia melihat Kenzo memakai celana pendek dan berjalan hilir mudi dihadapanya membuatnya kagum sekaligus merasa ini adalah salah satu cobaan hidupnya.
Wah majikan gue cakep bener dah! Otonya beuh....iler gue kemana-manah nih...
Kenzo menghentikan langkahnya saat melihat tatapan Ela pada tubuh atletisnya.
"Lap...itu dibibirmu, dan mana kaca mata kuda punyamu?" Kenzo menyandarkan tubuhnya ke dinding menatap Ela dengan tatapan datarnya.
"Anu...Kak, jatuh diinjak saat kemaren aku dihadang pereman!" Jelas Ela.
Mendengar penjelasan Ela membuat kening kenzo mengerut. "Emang apa yang diambil? Kamu kecopetan?" Tanya Kenzo datar.
"Enggak Kak, mereka iseng gangguin saya dan hmmm untungnya Kak Bian nolongin saya!" jelas Ela.
"Bagus deh, kalau ada yang nolongi kamu" ucap Kenzo. Ia kemudian mengambil dompetnya yang ada dimeja makan dan melemparkan sebuah kartu miliknya.
"Belanja di super market yang ada didepan! Kamu udah tahu kan peraturan memasak makanan saya dari Anita?" Tanya Kenzo
"Iya kak, kak Anita sudah bilang!" ucap Anita. Kenzo memang menghidari makanan yang memakai perasa buatan. Ia seorang dokter dan ia ingin menjaga kesehatannya. Tidak seperti Ela yang sangat menyukai makanan instan.
Kenzo berjalan menuju kamarnya namu kemudia ia berbalik menghadap Ela "Satu lagi, dibawah ada sepeda kamu bisa pakek jika kamu tidak mau jalan kaki ke kampus!"
Ela menggaruk tengkuknya karena malu "Makasi Kak, tapi nggak usah karena aku ....hmmmm nggak bisa pakek sepeda!" Cicit Ela menundukkan kepalanya dengan wajah memerah.
Kenzo menyunggingkan senyumanya dan berlalu dari hadapan Ela. Ia merasa lucu dengan sosok Ela yang terlalu polos. Ela melaksanakan perintah Kenzo untuk beberlanja di super market yang tidak jauh dari apartemen mereka. Ia mengambil troli dan matanya terkejut saat melihat Bian yang juga sedang berbelanja sama sepertinya.
"Ela, apa kabar? sudah seminggu Kakak menghubungimu tapi kamu nggak ada kabar La? Kenapa? Ponsel yang kakak kasih rusak?" Tanya Bian.
"Nggak Kak, ponselnya masih bagus kok, cuman aku tidak punya chargernya dan ponsel itu terlalu bagus buat aku!" Jelas Ela.
"Kalau gitu setelah belanja kamu ikut aku ke toko ponsel aku akan membelikanmu ponsel bagaimana?" ajak Bian tersenyum manis.
"Nggak Kak makasi!" Tolak Ela.
Kamu semakin menarik La. Aku penasaran sama wajah cantikmu apa sama dengan hatimu. Batin Bian
"Kemaren Kakak ke flatmu yang khusus mahasiswa indonesia lantai 10 tapi kata mereka kamu udah tidak tinggal di flat" Bian menatap mata Ela dengan tatapan lembut.
"Iya Kak, sekarang aku tinggal di Apartemen temanku kak!" Jelas Ela. Bian menelpon seseorang, dia berjalan menjauhi Ela.
"Halo Frans, tolong kamu cari tahu dimana Reladigta tinggal dan Dengan siapa dia tinggal!".
"Oke..bos...secepatnya saya cari informasinya!"
Ela membawa belanjaanya dan mendekati Bian "Kak terima kasih sekali lagi atas bantuan yang kemaren dan soal ponsel Kakak nanti aku kembalikan!" Ela berjalan meninggalkan Bian yang menatapnya dengan senyuman.
Aku akan mendapatkan hatimu la. Batin Bian.
Brayen alias Bian merupakan salah satu pengusaha muda yang sukses. Namanya termasuk dalam urutan 10 besar pengusaha muda yang berpengaruh di Jerman. Ia dibesarkan oleh keluarga pembisnis dan berpolitik. Namun sepak terjangnya yang ambisius dan akan berusaha mendapatkan apa yang ia inginkan dengan melalui berbagai cara membuatnya ditakuti pengusaha lainnya.
Ela memasukkan kode Apartemen dan membuka pintu Apartemen, ia menuju dapur dan menyusun bahan makanan yang ia beli tadi. Ela melihat jam yang menujukkan jam makan siang. Hari ini hari minggu jadi waktunya bermalas-malasan namun karena ia sekarang menjadi pembantu Kenzo maka ia harus tetap melakukan pekerjaan rumah tangga.
Ela membuat sup ayam dan salad buah pesanan Kenzo. Dari tadi matanya menatap keberadaan Kenzo yang tidak terlihat. Lalu mata Ela tertuju pada sosok yang tidak jauh darinya yang sibuk membaca buku. Ternyata Kenzo duduk di pantry.
"Kenapa kamu celinga celinguk kayak mencari sesuatu?" Tanya Kenzo.
"Hehehe aku cari kakak" kekeh Ela. “Kakak dari tadi sini?” tanya Ela namun Kenzo tidak menjawab pertanyaan Ela.
Ih...cuek banget sih jadi cowok!
Ela memasak makanan dengan cepat. Setelah selesai memasak Ia segera menata makanan di meja makan. "Kak ayo makan!" Ucap Ela.
Kenzo mendekati Ela dan duduk tepat dihadapan Ela. Ia melihat makanan yang disediakan Ela. "Kau tidak mencampur racun di makananku atau pelet? Mengingatmu yang tertarik pada tubuhku!" Ucap Kenzo datar.
Narsis banget sih jadi orang...bukan kamu aja yang cakep kak Bian juga cakep. Batin Ela
"Tentu tidak tuan hamba mana berani mencampurkan racun" Ucap Ela kesal.
Paling gue tusuk tu perut pake pisau..sampai mati hahahaha.
"Apa yang kamu pikirkan? Jangan-jangan memang ada racun di makanan ini, kamu coba dulu baru saya akan memakannya!" ucap Kenzo dingin.
Kesal, Ela merasa sangat kesal dengan tingkah Kenzo. Ia segera mencicipi makanan yang telah ia masak
"Sudah tuan silahkan dimakan!". Ejek Ela
Kenzo mulai memakan makananya dalam diam. Ela memakan makananya sambil menatap Kenzo dengan tatapan kesalnya. Setelah selesaim makan tanpa kata Kenzo meninggalkan Ela yang masih mengaduk-aduk makannya dan menatap kepergian Kenzo.
Dasar nggak punya hati...pamit aja nggak.
Kenzo masuk ke kamarnya membuat Ela mencibir Kenzo sambil membereskan meja makan. Setengah jam kemudian Kenzo keluar dari kamarnya dan mencari keberadaan Ela. Ternyata Ela sedang berada dikamarnya. Ela sibuk dengan ponsel yang diberikan Bian. Wajahnya berbinar membalas pesan yang dikirim Bian. Tiba-tiba ia terkejut saat Kenzo melepar sebuah kotak. Ela melihat kotak itu dan ia penasaran dengan isi kota persegi panjang yang ukurannya panjangnya 8 cm dan lebar 5 cm.
Ela membuka kotak yang ternyata berisi kaca mata yang bingkainya bewarna coklat. Ela medongakan kepalanya melihat Kenzo yang masih menujukan ekspresi datarnya.
"Pakek kaca mata itu, kaca mata itu sama dengan kaca mata culunmu yang palsu agar kau bisa tampak culun dan tidak menjadi jalang yang suka menggoda lelaki!" Ucap Kenzo dingin.
Ela membuka mulutnya, hari ini adalah kalimat terpanjang yang disampaikan Kenzo kepadanya sungguh prestasi yang luar biasa bagi Ela mendengar suara berat lelaki tampan itu. "Satu lagi Ela saat kau menjemur pakaian dalammu pastikan pakaian dalamku tidak berdekatan dengan pakaian dalammu, karena itu sangat tidak sopan!" Ucap Kenzo berlalu mengambil kunci mobilnya dan pergi ke rumah omnya Raffa.
"Sok perhatian banget sih laki-laki satu ini, pada hal niatnya cuma mau ngehina gue!". Kesal Ela.
Ela bersiap-siap menemui Bian yang berjanji akan mengajaknya jalan-jalan sore ini. Ia menggunakan dress putih dan memakai kaca mata yang dibelikan Kenzo. Ia berjalan menuju lobi apartemen dan mendapati Bian menunggunya didalam mobil. Bian tersenyum melihatt kedatangan Ela.
Ela mendekati mobil dan duduk disebelah kemudi. "Wah kayaknya kita pasangan serasi nih. Hmmm, aku mau mengajakmu ke ulang tahun temanku, bagaimana?" Tanya Bian penuh harap.
"Aku mau kak!" ucap Ela. Hari ini hari pertama kali ia menghadiri sebuah pesta.
Bian menatap penampilan Ela kemudian ia tersenyum "Tapi kita ke salon dulu La!" Ucap Bian. Ela menganggukan kepalanya sambil tersenyum.
Di jalan tidak begitu ramai karena banyak orang Jerman lebih memilih trasportasi umum sehingga kendaraan pribadi tidak terlalu padat dan kota tidak terlalu banyak polusi. Mereka menuju salon ternama sekaligus klinik kecantikan. Bian membawa Ela dengan memegang tangan Ela sepanjang perjalanan menuju Klinik. Ela dilayani beberapa wanita yang bertugas memperbaiki penampilannya.
Ela menatap wajahnya yang telah dipoles tangan-tangan ahli. Banyak dari mereka memuji kecantikan Ela yang sangat memukau. "Anda sangat cantik sayang tidak salah tuan Bian tetarik pada anda!" Seru seorang penata rias yang menatap kagum wajah Ela.
Ela memakai dress merah maroon selutut tanpa lengan yang hanya bergantung didadanya dan sepatu hitam yang memiliki butiran berlian yang mengihasi pinggiran sepatunya. Rambut Ela yang hitam dibiarkan terurai dengan ujungnya yang bergelombang.
"Perfect kau sangat cantik Ela!" Ucap Bian dengan tatapan kekagumanya pada Sosok Ela yang sangat cantik.
"Terima kasih kak!" Ucap Ela dengan muka memerah. Bian memberikan lenganya dan meminta Ela menggandengnya.
Bian menggunakan dasi kupu-kupu yang sama warnanya dengan dress merah maroon yang ia pakai. Mereka menuju acara yang ternyata berada di rumah yang sangat mewah. Ela melihat kagum dengan rumah ini. Ia seakan berada dinegeri dongeng membuat matanya berbinar. "Ini rumah siapa Kak?" Tanya Ela saat Bian membuka pintu mobilnya dan mempersilahkan Ela turun.
"Ini rumah salah satu rekan bisnisku yang sangat mempengaruhi bisnisku La. Rumah tuan Rafael Alexsander pengusaha asal Indonsia yang merupakan saudara pemilik perusahan Alexsander cop!" jelas Bian.
"Wah pestanya sangat mewah!" Kagum Ela, ia melihat banyak sekali tamu yang datang dari kalangan atas. Pakaian yang digunakan para tamu sangat berkelas.
"Hari ini hari ulang tahun pernikahan beliau sekaligus mengenalkan Pewaris perusahaan Alxesander yang mengurus bisnis mereka di Jerman!" Mata biru Bian menatap Ela dengan kekaguman.
Mereka memasuki rumah mewah itu, banyak mata yang menatap Ela dengan tatapan kagum. Karena sangat mengagumi rumah itu Ela kehilangan Bian yang tadi berada disampingnya. Ia merasa risih karena tatapan memuja banyak pria yang jelas-jelas menatapnya. Laki-laki berwajah italia mendekatinya dan mengajak ia berkenalan.
"Hai nama saya Paulo!" ucapnya mencium punggung tangan Ela.
Ela segera menarik tangannya. Ia merasa risi dan berusaha meninggalkan lelaki itu namun pinggangya terasa ditarik membuatnya panik. "Sombong sekali kau nona. Berapa harga yang diberikan Brayen untuk menemaninya ke pesta ini?" Ucap nya mencoba mencium Ela.
"Lepaskan!" teriak Ela mendorong wajah Paulo agar menjauh darinya.
Tatapan mata Ela tertuju pada lelaki yang memakai jas hitam yang sepertinya ia kenal. "Kak Kenzo...!" Panggil Ela.
Lelaki itu segera melepaskan Ela saat nama Kenzo ia sebut. Kenzo melihat kearah suara yang memanggilnya dan ia melihat wajah Ela yang ketakutan dan mengarahkan matanya kepada Paulo. Kenzo mengerti tatapan Paulo yang menginginkan Ela, ia pun segera mendekati Ela.
"Maaf tuan Paulo saya akan membawa kekasih saya!" Ucap Kenzo dingin dan penuh tekanan.
"Saya kira dia perempuan murahan yang sering dibawa Brayen tuan muda!" Ucap Paulo.
Ketika nama Brayen diucapkan membuat Kenzo kesal lalu menatap tajam Ela. Ela menundukkan kepalanya takut akan kemarahan Kenzo. "Kemana kaca matamu?" Tanya Kenzo dingin.
"Ada di tas kak!" Lirih Ela.
"Atau aku harus membelikanmu banyak kaca mata buatmu agar kau selalu menggunakanya!" ucap Kenzo. Ia melihat pakaian Ela membuatnya kesal "Bisakah kau tidak menjual payudaramu yang tumpah kemata setiap pria?" Tanya Kenzo dingin.
Ela menahan air matanya yang telah tergenang dipelupuk matanya. lalu kenzo menarik tangan Ela agar mengikuti langkahnya. "Richard!!" Panggil Kenzo kepada seorang lelaki tampan yang tak jauh umurnya dari Kenzo
"Jaga perempuan ini! Jangan biarkan dia berkeliaran ke sebarang tempat. Tempatkan dia di meja VVIP, tugas kamu hari ini hanya menjaga wanita ini jika ada yang bertanya mengenai dirinya bilang aku yang membawanya!" Ucap Kenzo sambil menatap Ela dengan tajam.
"Baik tuan” Jantung Ela berdegub kencang saat Kenzo melihat tatapan Kenzo padanya. Kata-kata paulo kembali terngiang di telinganya yang mengatakan jika ia adalah jalang yang dibawah Brayen. Apalagi perlakuan paulo kepadanya membuatnya takut. Brayen adalah Bian dan berarti Bian menyamakanya dengan jalang. Air mata Ela perlahan menetes. Ela mengambil minuman yang ada dihadapanya karena tenggorakanya mendadak kering tanpa memikirkan minuman apa yang ia minum. Ela mengambil beberapa gelas lalu meneguknya kembali.