Tak Memiliki Hati

1375 Words
Hazira melihat kamar barunya dengan pandangan nanar. Memang benar kamar baru ini berukuran dua kali lebih besar dari kamarnya. Namun, hal apakah yang menyenangkan darinya sedangkan berada di rumah ini tak ubahnya neraka? Tas lusuh yang Hazira seret tergeletak begitu saja kala langkahnya sampai di dekat ranjang. Bersamaan dengan lelah tubuhnya yang tak lagi mampu menerima kenyataan dan akhirnya ... dia terjatuh di sana. Meringkuk di atas lantai yang dingin menyengat kulit bersama air mata yang telah meluluh lantakkan pertahanannya tadi. “Kenapa seperti ini?” Hazira menangis. Terisak lumayan kuat sampai gemetar tubuhnya yang sudah Indah Yudharsa rendahkan. Tipuan keji yang mereka lakukan jelas membuatnya begitu sakit hati. Hanya karena tujuan pribadi, mereka menjebaknya seolah dia lah manusia paling bodoh di dunia ini. “Harusnya aku tidak mempercayai perkataan Rayyan begitu saja.” Bak jatuh tertimpa tangga pula, peribahasa itulah yang pantas disandingnya. Memang dia mendapatkan uang dalam jumlah besar dari pernikahan jebakan ini. Akan tetapi, tetap saja rencana Rayyan dan Indah yang ingin menjadikannya sebagai kantung bayi, adalah hal paling menyakitkan. Andai dia tahu akan berakhir seperti ini, mungkin lebih baik dia mundur. Tidak pernah hanyut dalam dunia pria kaya raya itu serta bermacam harapan semu yang membuatnya begitu jatuh. Menjadi pembantu keluarga mereka adalah lebih baik dari pada menanggung statusnya sekarang. Apalagi tuan Malik menjadi begitu membencinya karena uang yang dia minta dan di mata Rayyan pun, pastilah tiada belas kasihan sehingga dengan begitu mudahnya Rayyan membuat jebakan. Mereka tidak tahu saja, jika dia terpaksa. Terpaksa meminta uang sejumlah 250 juta itu demi pengobatan adiknya yang bisa dibilang sekarat. Bukan untuk kesenangan semata. Lantas, bagaimana dengan nenek Ratna? Apakah dia diharuskan bersandiwara juga? Hazira mengusap air mata yang berjatuhan. Begitu rumitnya hubungan yang dibuat Rayyan sampai-sampai membuatnya tidak tahu harus melakukan apa, Hubungan ini bukanlah hubungan suami istri yang sah, melainkan hanya sebagai penutup aib Indah Yudharsa dari keluarga Rayyan dan publik yang memuja-muja mereka. Sekarang dia jelas tahu kenapa tidak ada seorang pun yang menghadiri pernikahan selain tuan Malik seorang. Dan anehnya, tuan Malik pun harus menjadi kandidat dalam penipuan yang mereka buat. Helaan napas berat Hazira berembus berat. Di hari pertama menjadi bagian dari keluarga kaya raya ini, serasa membuat kepalanya ingin meledak. Padahal, dia bisa saja keluar dari masalah ini dengan mengatakan semuanya kepada tuan Malik bahkan nenek Ratna. Akan tetapi ... dia tidak akan bisa. Masalah ini akan semakin rumit dab bukan tidak mungkin, Rayyan menghancurkan hidupnya jika hal itu sampai terjadi. Jadi ... apakah statusnya saat ini sudah menjadi bagian dari takdir? Yang mau tidak mau harus dia jalani? Entahlah. Kisah ini begitu pelik sehingga dia tidak tahu, dia bisa menjalaninya atau tidak. Jadi, yang bisa dia lakukan sekarang hanya berpasrah diri kepada kehendak yang di atas. Biar takdir yang menentukan semuanya dan dia cukup mengikuti arusnya. Sekarang, yang harus dia lakukan adalah fokus pada kesehatan Dirga. Dengan uang yang dia miliki, Dirga bisa sembuh. Dirga tidak akan menderita lagi dan apalagi yang lebih membahagiakan dari hal ini? Hanya ... apa yang akan dia katakan pada Dirga jika suatu hari nanti Dirga sampai mengetahui pernikahan palsunya dengan Rayyan? Pun statusnya di rumah ini? Lagi-lagi kenyataan menamparnya. Sejak dulu, dia terbiasa hidup sendiri dan melewati semua suka dukanya sendiri. Bersama Dirgantara dia merasa jika dunianya tidak sesempit ini meski bermacam masalah selalu datang menghampiri. Namun, saat ini dia merasa jika hidupnya sudah berada di titik terendah. Keselamatan adiknya diperjual belikan dengan rahimnya sebagai jaminan. Dan perasaannya sama sekali tidak mereka pedulikan. Pikirnya sekarang, bagaimana jika dirinya tidak bisa mengandung anak mereka? Bagaimana jika rahimnya juga bermasalah? Apakah Rayyan akan sabar menunggu jika tak sesuai tempo 1 tahun ataukah pria itu akan menuntut ganti rugi seperti perjanjian yang sudah tertulis? Lagi-lagi Hazira tidak menemukan jawaban atasnya. Hidupnya sudah seperti teka-teki yang sulit dipecahkan. Sama seperti tadi, tiada hal lain yang bisa dia lakukan selain pasrah dan sabar. Terus menjalani kehidupan ini meski situasi ke depannya akan cukup mengganggu kestabilan jiwanya. Karena demi Dirgantara, apa pun akan dia lakukan. Jangankan pengorbanan seperti ini, nyawa nya pun akan dia berikan tanpa harus berpikir dua kali. Sore harinya. Tok! Tok! Pintu kamar yang tiba-tiba diketuk, sontak saja membuat Hazira berjengit terkejut. Saat itu, dia sedang merapikan bajunya ke dalam lemari setelah selesai membersihkan tubuhnya yang begitu letih. Ada perasaan waswas yang tiba-tiba menghinggapi namun dia tetap memberanikan diri mendekati pintu bercat putih. Terhitung sudah beberapa jam lamanya dia mengurung diri di kamar ini. Sampai bengkak kelopak matanya karena menangis. Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu terdengar lagi. Lebih keras dari sebelumnya dan sangat menunjukkan bagaimana seseorang yang berada dibaliknya sangatlah tak sabaran. Segera dia meraih hendel pintu kemudian memutarnya. Berpikir jika yang melakukannya adalah Indah namun yang berdiri di depannya justru Attarayyan. Hazira menunduk dalam setelah sempat melihat manik mata kelam itu. Tangannya yang menggantung, tiba-tiba saja meremas tepian baju—takut. Bagaimana pun, pria itu tetaplah pria asing yang tidak memiliki hubungan apa-apa dengannya. “Apa saja yang kamu lakukan di dalam? Sampai untuk membuka pintu kamu membuang waktuku dengan percuma. Zira berjengit. Belum terbiasa diperlakukan seperti ini sehingga ada rasa takut sendiri. “Maaf, Tuan. Saya sedang mengemas baju saya tadi.” Tuan? Ya. Mungkin sebutan itulah yang tetap pantas dia sandingkan dengan nama Rayyan setelah Rayyan mengatakan jika hubungan ini bukanlah hubungan suami istri yang sebenarnya. Status pembantu baru, tentu lebih pas untuknya. “Dasar lamban! Lain kali jika aku mengetuk pintu, kamu harus cepat membukanya. Paham?” Merasa tak perlu mendebat Rayyan yang ternyata otoriter, Hazira pun memilih diam. Pria itu tidak mau kalah dan ingin selalu menang walau di atas penderitaan orang yang lemah. “Aku hanya ingin memastikan jika kamu tetap hidup.” Ada rasa kesal yang tidak bisa dikatakan karena wanita di depannya tetap menunduk dalam. Sama sekali tidak menjawab perkataannya seolah Hazira tidak peduli siapa yang sedang berdiri di depannya. “siapa tahu kamu berniat bunuh diri setelah mengetahui statusmu di rumah ini.” Lanjut Rayyan dengan senyuman benci. Jika saja kondisi neneknya tidak memprihatinkan seperti saat ini dan Indah tidak memiliki kekurangan dalam memberikan penerus untuk keluarganya, tentu dia tidak akan berada di posisi yang seumur hidup bahkan tidak pernah dia pikirkan akan terjadi. Terjepit di antara dua masalah yang sampai membuatnya merasa tidak berguna dan tidak tahu harus melakukan apa. Beruntung wanita bernama Hazira itu bisa menghalalkan segala cara demi uang sehingga, dia pun memberi tempat yang sepadan. Bisa dikatakan, Hazira adalah jalan keluar yang berhasil membawanya keluar dari masalah sekaligus bisa dia peralat selama 1 tahun ke depan. “Saya tidak akan menyia-nyiakan hidup saya hanya karena masalah ini.” Jawaban Hazira, tentu membuat Rayyan mencebik. “Jadi kamu sudah menerimanya?” “Tentu saja.” “Baguslah karena dramamu tadi sama sekali tidak berguna. Kamu sudah mendapatkan uang, jadi sadar dirilah untuk melakukan tugasmu sekarang.” Rayyan menjeda perkataannya kemudian melanjutkan, “teruslah berpikir seperti itu karena aku tidak mau menyusahkan diri dengan melihat tubuh mayat di rumah ini. Dan ya ... selama menjadi kantung bayi, kamu akan tinggal di rumah ini. Tidak sekalipun mengunjungi rumah keluargaku jika bukan kehendakku. Aku juga ingin mengatakan jika kamu tidak perlu repot-repot memasak untukku. Aku terbiasa makan di luar bersama Indah. Cukup pastikan dirimu sendiri tidak mati kelaparan. “Di rumah ini tidak ada pembantu jadi sekali lagi, kamu harus tahu diri. Aku tidak mau mengambil risiko besar dengan memperkerjakan seseorang yang bisa saja menyebar rahasia tentang hubungan kita. Aku rasa, tinggal di tempat yang nyaman dengan makan dan minum sepuasnya cukup sebagai bayaran.” Apakah pria itu selalu menghargai semuanya dengan uang? Lagi-lagi Rayyan melontarkan kata-kata yang cukup membuat Hazira meringis. Namun, cepat-cepat dia tepis dengan senyuman tipis. Memang sudah menjadi tugasnya di rumah ini, kenapa harus diperjelas lagi? “Sekarang, nenekku ingin bertemu denganmu jadi bersiaplah. Aku akan menunggu di depan dan ingat! Jangan banyak bertingkah apalagi sampai membocorkan kesepakatan. Turuti semua yang aku perintahkan jika kamu tidak ingin menyesal.” Hazira hanya mengangguk bersamaan dengan langkah Rayyan yang meninggalkan pijakan. Entah berapa banyak pria itu menamparnya dengan kenyataan menyakitkan sampai dia merasa terbiasa. Terbiasa dengan rasa sakitnya sampai ada keinginan untuk menunjukkan, seberapa tegar dia menghadapi Rayyan yang tidak memiliki hati. Menjadi wanita bisu, mungkin pilihan terbaik untukku karena menghadapi Rayyan, sama saja menghadapi kakek-kakek jompo yang suka sekali menguras kesabaran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD