Kenyataan Menyakitkan

1442 Words
“Maaf aku terlambat.” Seorang wanita berpenampilan modern nan modis melangkah tergesa. Mendekati meja kerja Rayyan yang di atasnya terdapat beberapa berkas, sedang pemiliknya tampak memijat pelipisnya cukup keras. Dia adalah Indah Yudharsa. Wanita berusia 25 tahun, putri seorang pengusaha tekstil dan konveksi yang cukup terkemuka. Indah berprofesi sebagai modeling di beberapa merek ternama. Bisa dibilang, dia adalah model yang paling bersinar di masa sekarang. “Dari mana saja kamu, Indah? Sudah 2 jam aku menunggu dan kamu tidak memberiku kabar apa pun.” Indah menetralkan pernapasannya. Sejenak mengibaskan rambut panjangnya ke belakang punggung dengan gerakan anggun sebelum dia mendekati Rayyan yang terlihat begitu tertekan. Dia tahu, pria di depannya sedang dalam mood tidak baik dan salahnya harus membuat Rayyan menunggu selama ini. Namun, mau bagaimana lagi? Menandatangani sebuah project penting dengan klien tidak mungkin dia tunda hanya karena hal ini. “Ada hal mendesak yang terjadi tadi. Papa tiba-tiba sakit perut dan aku membawanya ke rumah sakit.” “Lalu bagaimana dengan kondisi papamu sekarang?” Menjadi kekasih Rayyan kurang lebih 2 tahun lamanya, tentu membuat Indah hafal benar bagaimana pria itu bersikap. Mengalihkan kemarahan Rayyan karena keterlambatannya, tentu bisa dia alihkan dengan mudah karena pria itu begitu mempercayainya. Bisa dikatakan, Rayyan terlalu mencintainya sehingga di mata Rayyan dia tidak pernah salah. Sangat mencerminkan sosok pria idaman bukan? “Papa sudah membaik. Hanya salah makan saja tadi pagi.” Indah melemparkan senyuman cantik. Luar biasa lega karena sekali lagi Rayyan mempercayai alasannya. “ada apa, Sayang? Kenapa tiba-tiba mengajakku bertemu? Masih di jam kerja lagi?” Rayyan bangkit dari duduknya. Lantas menarik tangan Indah menuju sofa panjang yang berada di sudut ruangan. “Aku ingin membicarakan hal penting.” Keduanya berhadapan. “dan aku ingin kamu mengerti.” Indah hanya mengangguk. Melihat Rayyan yang sepertinya begitu kalut, dia pun memilih diam saja sampai pria itu mengatakan maksud dari ajakannya. Herannya, kemarin Rayyan tak mengatakan apa-apa bahkan setelah cukup lama pria itu meninggalkannya karena urusan kerja. Dan jujur saja, dia penasaran. “Aku ingin kita menikah.” “Apa?!” 4 kata yang terlontar, jelas membuat indah terkejut luar biasa. Begitu saja dia menatap Rayyan dengan mata membulat sempurna. Sedang Rayyan yang sudah menyangka respons wanita itu akan seperti apa, pun mempererat pegangan tangannya. “Aku tahu kamu akan bereaksi seperti ini karena aku mengatakannya begitu tiba-tiba. Namun, aku tidak memiliki pilihan lain, Indah. Nenek memintaku untuk segera menikah dan tiada orang lain yang ingin aku jadikan pendamping hidup selain dirimu. Kita sudah cukup lama menjalin hubungan dan apakah salah jika aku ingin menjadikanmu sebagai istriku dalam waktu dekat?” Indah masih mematung. Belum menemukan kata-kata yang pas untuk membalas perkataan Rayyan sehingga Rayyan pun melanjutkan. “di keluargaku, hanya akulah satu-satunya harapan yang mereka punya. Penentu masa depan Fahreza untuk memiliki penerus dan kamu, jelas mengetahuinya.” Rayyan menghela napas pelan. Entah kenapa, masalah ini menjadi cukup rumit sekarang. Apalagi melihat respons Indah yang masih belum memberinya jawaban. “Sebelumnya, aku pun berpikir jika belum saatnya aku terikat dalam sebuah hubungan pernikahan dan menjadi orang tua. Namun, aku mulai menyadari jika bersamaan dengan itu ada harapan-harapan keluargaku yang aku patahkan seiring mereka menunggu. Karena itulah, aku ingin menikahimu segera dan tentu, membutuhkan jawabanmu sekarang.” “Bisa memberiku waktu untuk berpikir sejenak?” Indah bersuara. Masih belum reda rasa terkejutnya hingga dia memohon pada Rayyan untuk ditinggalkan. Tentu dia ingin memikirkan jawaban atas keputusan Rayyan dengan pikiran tenang. Tiada tekanan apa pun karena berada di dekat pria itu, sama saja membuatnya terganggu. “Tentu. Kebetulan aku ada pertemuan penting dalam 1 jam ke depan. Kamu bisa memikirkan keputusanmu di sini, Indah dan maaf-maaf aku ingin jawabannya hari ini juga.” Ada kecewa yang Rayyan sembunyikan. Ada kata-kata tidak menyangka yang tersimpan rapat dalam hatinya kala respons Indah seperti ini akhirnya. Dia kira, Indah hanya terkejut sesaat kemudian menerima ajakannya dengan raut wajah bahagia. Seperti wanita-wanita di luar sana yang begitu senang kala kekasihnya membuat serius hubungan mereka. Lantas, apakah Indah menganggap waktu 2 tahun yang mereka lalui tidak berarti apa-apa? Rayyan mengambil jas hitam yang tersampir di meja kemudian berlalu meninggalkan ruangan. Tentu setelah melempar senyum hangat pada Indah yang melambaikan tangan. ** Sesak napas terasa mengimpit. Mempersempit rongga d**a yang tak terisi hingga pemilik badan tegap yang tengah memutar kemudi, kerap meluap emosi. Keringat yang membintik di kening pun gemeletuk gigi yang menyamai, sangat menandakan bagaimana pria itu mencoba menahan diri. Namun, Bugh! Suara pukulan itu terdengar lagi dan entah yang ke berapa kali. Menjadikan dashboard mobil berwarna hitam metalik itu sebagai sasaran karena sungguh, ia begitu kacau sekarang. “Nenek masuk rumah sakit, Rayyan.” Seruan panik yang terdengar kala ayahnya menghubungi, terus terngiang memenuhi kepala. Membuat bermacam perasaan berkecamuk dalam d**a hingga rasanya, dia ingin menghajar sesuatu untuk meluapkan emosi yang tercipta. Merasa bersalah atas kondisi neneknya sekarang tentu saja. Memangnya hal apa lagi yang membuat neneknya masuk rumah sakit jika bukan dirinya? “Akhirnya ...,” desah lega Rayyan bersamaan dengan gesekan ban mobil yang terdengar. Dia sudah sampai di rumah sakit dan betapa tak sabar dia untuk melihat neneknya sekarang. Segera dia turun dari mobil kemudian berlari cepat meninggalkan. Tak peduli jika mobilnya terparkir asal dan bisa saja ada yang mencurinya karena pintu mobil dia biarkan terbuka. Untuk sekarang, mengetahui kondisi neneknya bagaimana tentulah hal utama. Di sepanjang koridor yang terdapat banyak orang, Rayyan berlari cepat bak orang kesetanan. Sesekali tak sengaja juga menabrak orang yang berpapasan, kemudian berlalu tanpa rasa bersalah. Sampai akhirnya, ruangan yang dia tuju untuk menemui neneknya pun terlihat di depan sana. “Ayah, bagaimana kondisi nenek?” begitu saja Rayyan mengajukan pertanyaan begitu berhadapan dengan ayahnya yang tampak kebingungan. Setelahnya dia beranjak mendekati pintu ruangan kemudian melihat situasi di dalam melalui kaca yang membentuk jendela. Tak sabar untuk mengetahui bagaimana keadaan neneknya karena ayahnya tidak langsung menjawab. “kenapa bisa seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi?” “Sebelumnya nenek baik-baik saja, Rayyan dan entah kapan ... bik Mirna sudah menemukan nenek pingsan di ruang tengah.” Rayyan menjambak rambutnya kasar. Mendengar cerita ayahnya, tentu kekesalannya menjadi berkali lipat. “Ke mana perginya pelayan yang lain, Ayah? Apakah mereka harus diberi pelajaran atau kah dipecat saja?” Malik hanya terdiam. Tak menanggapi pertanyaan Rayyan karena dia pun menaruh kesal. 5 pelayan yang ada di rumahnya, bahkan tak mengetahui jika ibunya pingsan. Selain itu, dia juga marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga ibunya dengan baik. Pintu ruangan tiba-tiba terbuka dan dokter spesialis yang biasa menangani nyonya Ratna pun keluar. “Bagaimana kondisi ibu saya, dokter?” Malik mengambil langkah cepat dan senyuman dokter yang mengawali hasil pemeriksaan pun membuat kedua pria itu menghela napas lega. “Kondisi Nyonya Ratna sudah membaik. Tekanan darahnya naik dan beban pikiran yang memengaruhi membuat kondisi tubuhnya drop seperti ini. Nyonya Ratna harus lebih diawasi untuk pola makan dan waktu istirahatnya, Tuan dan untuk hari ini, nyonya Ratna harus dirawat secara intensif. Khawatir tekanan darahnya tak kunjung stabil dan bisa memacu serangan jantung lagi.” Rayyan mendesis sedih. Nenek Ratna memang memiliki riwayat serangan jantung dan hal itu pernah terjadi sekitar 7 bulan yang lalu. Selama ini, dia selalu mengontrol kondisi neneknya walau dia sendiri sedang berada di luar negeri dan ajaibnya, penyakit itu tidak pernah kambuh saat dirinya tidak ada. Apalagi saat neneknya tinggal di panti jompo? Informasi yang dia dengar, tentulah jika neneknya baik-baik saja dan bahagia. “Apakah saya bisa bertemu dengan ibu saya sekarang, Dokter?” “Tentu saja, Tuan. Nyonya Ratna juga sudah menunggu Anda di dalam.” Dokter itu beranjak keluar, sedang Malik dan Rayyan mengambil langkah memasuki ruangan. Melihat langsung bagaimana kondisi wanita tua yang begitu berarti dalam hidup mereka. Nenek Ratna terbaring lemah di atas brankar dan masih sempat-sempatnya melempar senyuman. “Sudah berapa kali aku bilang untuk tidak menjadikan hal apa pun sebagai beban pikiran, Ibu.” Malik mendekat dengan raut wajah bersalah. “sungguh aku minta maaf karena tidak bisa menjaga Ibu dengan baik.” “Tidak usah berlebihan seperti itu, Malik. Aku baik.” Berikutnya, nenek Ratna menatap ke arah Rayyan kemudian melempar senyum yang sama. Membuat Rayyan semakin tercabik hatinya karena sekali lagi, dia tidak bisa mewujudkan permintaan kecil yang sudah menjadi penyebab neneknya terbaring lemah. “Aku mencintai kamu, Rayyan. Tentu aku bahagia jika kamu ingin membawa hubungan ini ke jenjang pernikahan. Namun, ada hal besar yang belum aku katakan dan aku ragu, apakah kamu bisa menerimanya,” suara Indah tercekat bersamaan dengan air matanya yang berjatuhan. “aku tidak bisa memberi kamu keturunan. Aku tidak lengkap.” Sial! Ingin rasanya, Rayyan menghancurkan sesuatu sekarang juga. Apa yang Indah katakan tadi, tentu menjadi beban berat yang entah bisa ditanggungnya atau tidak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD