3. Kenangan dengan Ines

1563 Words
Hana terdiam, kejadian waktu itu sungguh menyayat hati. Di mana Ines, sahabatnya harus mempertaruhkan nyawa demi melahirkan seorang anak. Hatinya sungguh sakit, mengapa hal itu harus terjadi padanya? Ingin Hana menyalahkan takdir yang menimpa Ines, namun seberapa pun dia menyalahkan tetap tidak akan mengubah keadaan sedikitpun, Lagipula garis takdir manusia telah di tentukan jauh dari kehidupan manusia itu sendiri. flashback Off Dia berjalan ke arah ruangan, menatap ke samping ruangan untuk melihat apakah James masih ada di sana? Namun, dia tak menemukan lelaki itu. Sedikit cemas, tapi kejadian tadi benar-benar membuatnya kecewa. Jadi, ia putuskan tidak ingin mempedulikan James untuk sementara waktu. Hana memilih masuk ke dalam ruangan, kemudian duduk di kursi kesayangannya. Ketika ingin membereskan file-file yang ada di meja, sebuah buku tak sengaja Hana jatuhkan ke lantai. Perhatiannya langsung tertuju pada buku itu, segera dia menunduk untuk mengambilnya. Matanya menatap nanar serta ragu pada sebuah buku yang sangat tidak asing baginya. Namun, ingatannya buruk. Dia tak pernah mengingat apa isi dari buku ini hingga membuatnya menjadi penasaran lantas berniat membukanya lagi. Matanya membulat sempurna, semua kenangan masa kecilnya terus melintas di pikiran. Seperti sebuah scane film yang tengah diputar secara langsung. Tanpa sadar sudut matanya beriari, menitikkan air mata. Senang, sedih, dan kecewa seolah menari dalam khayalnya. Segera Hana peluk buku itu, "Aku merindukanmu Ines," bisiknya pelan. *** Flasback on. Terlihat seorang anak perempuan yang mengendap-endap menuruni tangga. Dia menengok ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Saat sudah mencapai anak tangga terakhir, segera dia menghembuskan napas lega. Kaki kecilnya hendak melangkah, tetapi tiba-tiba seseorang berhasil menepuk bahunya dan mengejutkan anak kecil itu. Anak kecil itu langsung memasang wajah marahnya, dia memajukan bibirnya dan menumpuk tangan mungilnya di perut. "Hana! Apa yang kau lakukan!?" tanyanya kesal. Anak kecil yang dipanggil Hana itu hanya bisa tertawa hingga menunjukkan deretan giginya, dia menggeleng-gelengkan kepala lalu mencubit pipi sahabatnya. "Kamu sih, sikapmu yang tadi mengendap-endap seperti sedang mau mencuri saja," ejeknya walau ikut tertawa dengan tingkah Ines Sahabatnya itu menjadi geram, dia berbalik dan segera melenggang pergi meninggalkan Hana. Walaupun Hana memanggil-manggil dirinya, anak perempuan itu tetap tak mau menatap ke belakang. Ibu Ayumi yang merupakan ibu pengganti mereka melihat apa yang terjadi, kemudian menahan anak kecil itu. Sedangkan Hana yang dari jauh menatap mereka berdua akhirnya mendekat juga. "Ines, jangan tinggalkan aku," rengek Hana sambil memegang tangan anak perempuan itu. Namun, dengan cepat Ines menyingkirkan tangan Hana dan segera memasang wajah cemberut. "Ada apa? Hmm?" tanya Bu Ayumi pada Hana dan Ines sambil menatap mereka bergantian, Ibu Ayumi tau ini pasti lagi-lagi karna Hana yang nakal Ines masih memasang wajah cemberut dan hampir saja Hana tertawa lagi dibuatnya. Namun, Bu Ayumi segera memberi kode agar Hana menghentikan tawanya dan bersikap menghargai temannya, Ines. Ia tak ingin sikap Hana jadi memperburuk keadaan. Hana hanya terkekeh malu, dia memeluk sahabatnya itu dari samping. "Maafkan aku Ines, aku salah, maafkan aku. Ya?" tanyanya memelas. Ines menatap ke arah Hana, marahnya melunak saat melihat tatapan imut Hana. "Baiklah, janji jangan kau ulangi lagi," ucapnya memperingatkan dan langsung di hadiahi anggukkan semangat oleh Hana sendiri. Dia tersenyum, dibalasnya pelukan Hana. Senyuman tipis terbit dari bibir Bu Ayumi yang kecil, tanda senang bisa mengenal Hana dan merawatnya, menjadikan ia salah satu anak panti. Sementara Ines ikut bersyukur bisa menyebut Hana sebagai saudara angkatnya. "Baiklah, ayo kita bermain," ajak Ines semangat yang langsung menarik tangan Hana pergi keluar rumah untuk bermain boneka. Ayumi hanya menggeleng kecil, Ia ikut senang melihat keakraban Hana dan Ines. Dirinya senang melihat Ines yang terlihat lebih ceria saat bersama dengan Hana. Dulu sekali, Ines terkesan pendiam dan acuh serta tak tersentuh oleh siapapun. Ines tidak suka bersikap sok akrab, gadis itu bahkan membentengi dirinya dengan keangkuhan,ya. Tetapi ketika Ines telah mengenal Hana, Dia menjadi anak yang lebih ceria. Sosok Hana bagaikan malaikat yang datang pada kehidupan Ines. "Aku harap persaudaraan mereka bertahan selamanya," doa Bu Ayumi seraya berlalu pergi dari tempatnya. "Hana, ayunkan aku yang pelan, ok?" pinta Ines yang disetujui oleh Hana. Gadis itu selalu bersedia mengalah dengan Ines Mereka berdua tengah bermain di taman, Ines duduk manis di sebuah ayunan dan Hana berdiri di belakang mendorongnya pelan-pelan. Semilir angin menyapu rambut Hana yang memiliki tekstur halus, sesekali tangannya bergantian menyapu anak rambutnya yang menutupi matanya Ines dan Hana tertawa bersama, sungguh masa kecil yang bahagia bagi mereka berdua. Tidak ada beban dunia serta permasalahan yang datang, hingga usia mereka menginjak 15 tahun. Waktu terus berlalu membuat Ines dan Hana selalu bersama dan tak pernah berpisah satu sama lain. Bukan hanya cinta seperti sahabat, tapi bagi Hana ia menyayangi Ines lebih dari itu bahkan Hana rela memberikan hidupnya demi kebahagiaan Ines Meski mereka memiliki sikap yang saling bertolak belakang tetapi saling memahami dan menutupi kekurangan masing-masing. Keduanya sama-sama berjanji untuk saling melengkapi satu sama lain. Tak ada yang bisa memisahkan hidup mereka berdua. Sampai pada rasa iri memecah kedua sahabat tersebut "Hana! Hana! Kamu di mana?" Ines memindai ke semua sudut mencari sosok sahabatnya itu. Dia sudah hampir mengelilingi semua sudut rumah untuk bisa mendapatkan dan bertemu dengan Hana. "Ck, di mana lagi dia!?" Dirinya sudah lelah harus mencari keberadaan Hana. Saat tengah mencari Ines bertemu dengan Ayumi, ibu asuh mereka di panti asuhan. Sebelumnya, Hana dan Ines tinggal di sebuah panti asuhan. Mereka berdua dibesarkan dan hidup di panti asuhan ini. Maka, wajar saja jika Hana dan Ines sangatlah akrab. Karena selain mereka satu atap, Hana dan Ines juga satu kamar bersama. "Bu Ayumi, apakah Bu Ayumi melihat Hana ada di mana?" tanya Ines bingung. Karena sudah hampir lima belas menit dia mencari-cari keberadaan sahabatnya yang sampai sekarang tak kunjung bertemu. Bu Ayumi terdiam, dia menatap ke arah luar dan menjumpai seorang gadis yang tengah sibuk memetik bunga di semak-semak, lantas ia tersenyum, "Kamu lihat siapa di sana?" tanyanya sambil menunjuk sosok gadis itu di luar. Ines mengikuti ke mana arah telunjuk Ayumi mengarah. "Ah iya, itu Hana!" pekiknya senang karena berhasil menemukan sahabatnya. Dia menatap Ayumi yang masih dengan senyuman hangat menatap balik ke dirinya. "Terima kasih, Bu. Aku akan segera menemui Hana," ucap Ines dan bergegas pergi ke luar meninggalkan Ayumi yang masih saja menggelengkan kepala, seolah takjub dengan segala tingkah laku Ines dan Hana yang sangat akrab. Sesampainya di luar, Ines masih melihat Hana yang tengah sibuk mencabut bunga-bunga yang ada di semak-semak. Sebuah ide jail muncul di benaknya untuk mengejutkan Hana. Ines perlahan berjalan mendekati Hana, setelah dekat dia segera menepuk bahu Hana cukup kencang dan sedikit berteriak sehingga mengejutkan Hana. Hana yang masih tenggelam dalam dunianya, terkejut dan melompat akibat ulah Ines. Kedua matanya memelotot kesal karena kejutan tiba-tiba seperti ini. Melihat ekspresi sahabatnya, Ines hanya terkekeh pelan dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aih aku hanya bercanda Hana, janganlah marah seperti itu," rengeknya memelas sesaat melihat tatapan marah Hana Hana hanya terdiam, jantungnya masih berdetak dengan cepat karena kejutan tadi. Hampir saja dia berteriak sekencang gara-gara Ines. "Owh … Ayolah sahabat, saudara perempuanku, janganlah kamu marah padaku, yah?" Ines memelas sambil memeluk tubuh Hana dari belakang. Ia memang sangat manja, Ines merasa dirinya adik meski sebetulnya mereka seumuran. Hana hanya berdehem saja dan tidak berbicara apa-apa. Dirinya tengah menetralkan jantung dan tubuh yang masih belum stabil akibat kejutan tadi. Ines segera berdiri di sampingnya dan mengambil tangan Hana lalu dia genggam dengan erat. "Hana, lima belas menit aku mencari kamu di dalam rumah, eh ternyata kamu ada di sini," celotehnya sambil menggulung lengannya di dada Hana mengernyit heran, "Ada apa mencariku?" tanyanya penasaran. Ines hanya tersenyum, "Tidak ada, hanya saja aku ingin melihatmu. Aku kangen sama kamu" jawabnya lalu dibalas dengan senyuman tulus dari Hana. Hana mencubit kedua pipi Ines gemas, "Utututu, kamu tidak mungkin mencariku tanpa ada apa-apa. Aku sudah tahu kamu kayak gimana Ines, ayo ceritakan padaku ada apa mencariku?" tanyanya kembali seraya memincingkan mata. Sejak dulu, Hana selalu tahu bagaimana sikap Ines tanpa ada yang harus ditutup-tutupi. Sama halnya dengan Ines yang tahu bagaimana sikap Hana. Mereka berdua saling mengerti satu salam lain tanpa harus bicara. Ines terkekeh geli, "Hana kau selalu saja tahu aku ini kayak gimana, Jadi gak mungkin juga aku berdusta," ucapnya yang diangguki oleh Hana sendiri tentunya dengan senyuman bangga yang dia tunjukkan. "Sudah berapa lama kita di sini?" tanya Ines. Hana terdiam sesaat, "Bukankah kau baru saja datang? Paling baru lima menit," balasnya tak acuh dan langsung dicubit oleh Ines sampai membuat Hana meringis kesakitan. "Bukan itu maksudku, aku bertanya berapa lama kita tinggal di tempat ini, begitu," sungut Ines membuat Hana manggut-manggut. Matanya berputar mencoba menghitung sejak kapan mereka ada disini Mereka berdua terdiam, Ines yang melihat Hana masih terdiam merasa kesal. Satu cubitan berhasil mendarat sempurna di lengan kanan Hana kembali. Hana meringis kesakitan, dia melepaskan tangan Ines yang masih bergelung di lengannya. Buru-buru ia mengusap pelan bekas cubitan Ines barusan. Berbeda sekali dengan Ines, yang langsung mendelik tak suka dan menatap ke arah lain. Hal itu membuat Hana tertawa senang, dia menatap Ines lekat. "Aku bercanda, kita sudah ada di sini 15 tahun lamanya. Tepatnya saat kita masih begitu kecil dan di temukan oleh Bu Ayumi. Memangnya ada apa? Mengapa kamu menanyakan hal itu?" tanyanya penasaran. Ines menghembuskan napas gusar, ternyata sedari tadi Hana mengajaknya bercanda. Padahal dirinya sangat serius sekarang, tetapi Hana malah mempermainkannya. "Kau sudah paham maksudku sekarang? Aku sedang serius Hana!" sungut Ines, dirinya sedang ingin serius sekarang. Hana mengangguk, "Baiklah, aku serius sekarang. Memangnya kenapa?" tanyanya kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD