Part 14

1158 Words
“Aaaaa Omar!” jerit Maita. Omar dengan malas kembali menghampiri Maita. “Kenapa?” “Ituuu!” Maita menunjuk ke arah meja, namun wajahnya berpaling ke arah samping ketakutan. “Aaan sih?” tanya Omar yang belum memahami apa yang ditunjuk oleh Maita. “Itu, kamu lihat yang betul!” Maita segera turun dari kursinya lalu bersembunyi di balik punggung Omar. “Ck ... kamu apaan sih, aku nggak lihat apapun. Jangan-jangan kamu sengaja ya ...,” ujar Omar menyeringai. “Apaan sih, sengaja apa coba?” gerutu Mati sembari menepuk pundak Omar dengan kesal. “Sengaja pengen nempel-nempel sama aku kayak cicak,” sindir Omar. “Mana ... aku nggak nempel kok,” elak Maita. “Nih,” kata Omar sambil menunujuk tangan Maita yang memang sedang mencengkeram kaos Omar dengan kuat. Dengan cepat Maita melepaskan pegangannya. “Hehe ... maaf, tadi ada kecoak di sana,” jelas Maita sambil menunjuk ke arah ujung meja. “Kecoak!” ucap Omar sedikit memekik. “Iya, tapi kayaknya udah pergi deh,” jawab Maita. Omar mendadak pucat karena takut jika kecoak itu masih bersemayam di meja makan. “Omar, kamu okey?” tanya Maita yang melihat gelagat Omar mulai aneh. Omar hanya menggeleng, ”aku oke kok,” kilahnya cepat. Takut jika Maita menganggapnya sebagai lelaki lemah. Apalagi takut dengan kecoak. “Kita balik tidur aja deh, besok lagi kamu makan!” usul Omar. “Tapi kan aku masih lapar, gimana sih ... tadi katanya kamu suruh makan yang banyak. Tapi sekarang malah ngajakin masuk,” kata Maita memberikan tatapan intimidasinya kepada Omar. Maita merasa ada yang janggal dengan sikap Omar. “Eh ... enggak kok. Kamu kan takut kecoak, jadi daripada nanti dia terbang hinggapi makanan kamu-kan jadi makin hilang selera kamunya,” kata Omar yang terlihat berkelit. “Atau jangan-jangan ....” Maita bersedekap sambil seolah berpikir. “Jangan-jangan apa?” tanya Omar cepat. “Kamu takut ya sama Kecoa?” tebak Maita asal. Tepat. Tebakan Maita kali ini tidak meleset. “Eh ... anggak dong, masak iya aku takut sama kecoak,” sergah Omar. “Ya udah ... kamu cari dia sampai dapat!” kata Maita. Gleg! Omar nampak kesulitan menelan Saliva nya sendiri. Mendadak nyali nya menciut, namun dia tak mungkin menunjukkan kepada Maita soal kelemahan yang dia miliki saat ini. ‘Mampus gak aku sekarang? Aku kan gak kuat lihat Kecoak terbang,’ gumam Omar di dalam hatinya. “Ayoo ... buruan cepet!” kata Maita. “Iya-iya, bawel amat sih. Perempuan di muka bumi ini semua sama. Apaapa maunya cepet, mereka sendiri kalo ngapa-ngapain lama,” gerutu Omar sambil mengambil tutup panci di dalam rak perkakas. “Buat apaan itu?” tanya Maita penasaran. “Buat melindungi wajah tampanku dong,” kelakar Omar. “Jangan bilang ...,” Maita melirik Omar sebentar, “Kamu takut sama kecoak,” tebak Maita. “Eh ... enggak kok, nih aku buktikan kalo aku lelaki sejati,” kata Omar yang terlihat kuat, namun nyali nya saat ini benar-benar ciut. Omar berjalan mengendap-endap sambil menutup wajahnya menggunakan penutup panci yang terbuat dari kaca. Maita hanya menahan tawa melihat kelakuan Omar. Pada saat omar hendak berjalan ke arah meja yang di tunjuk Maita. Tiba-tiba kecoak yang Maita maksud terbang lalu hinggap di depan wajah Omar. “Aaaaa!” teriak Omar yang langsung melempar tutup panci lalu berlari meninggalkan dapur. Tidak lupa Omar menyambar tangan Maita sebelum meninggalkan dapur. “Berhenti Omar!” teriak Maita karena dirinya kewalahan berlari memyeimbangi langkah Omar yang panjang. Ya kali ibu hamil di suruh lari kan. Si Omar suka aneh aja. “Nggak mau, itu Kecoaknya udah di depan mata,” kata Omar. “Iya nggak usah narik-narik gini juga dong, nanti anakku keguguran kamu mau tanggung jawab!” kesal Maita sambil menarik tangannya. Seketika itu Omar segera menghentikan langkahnya. “Uupss maaf, aku tidak sengaja Caroll,” celetuk Omar dengan wajah tidak berdosa-nya. “Kalo takut ya bilang aja takut, jangan sok kuat,” sindir Maita. “Ih ... siapa yang takut, aku enggak takut kok. Cuma geli aja,” kata Omar mengelak. Dirinya tidak terima jika dikatai takut pada kecoak. “Yakin nggak takut?” ulang Maita sedikit mengolok. “Iya ... aku nggak takut,” kata Omar dengan angkuhnya. “Oke, tuh dia nempel di lengan kirimu,” kata Maita sambil berjalan meninggalkan Omar menuju ke kamarnya. “Waaaa ... Caroll kamu mau ke mana, tolongin dulu!” teriak Omar seperti orang sedang kerasukan setan. Omar melompat-lompat karena berharap jika kecoak yang ada di lengannya akan terjatuh. Namun, entah cinta atau sayangnya kecoak itu pada Omar, dia bahkan masih tetap setia menempel di lengan kiri Omar. Maita yang penasaran hanya mengintip Omar dari pitu yang dibuka sedikit. Maita menyembul keluar memperlihatkan wajahnya, “... buka bajumu lalu pergi mandi,” kata Maita lalu segera menutup pintu kamar kembali. “Dasar kecoa genit,” kesal Omar segera membuka baju lalu melemparnya ke segala arah. Omar segera berlari menuju ke kamar setelah memastikana jika kecoak itu sudah menghilang dari dirinya. “Awas aja kamu Carol, kalo kamu mau ambil garam ketinggian aku nggak bakal nolongin kamu!” gerutu Omar ketika menyiapkan air hangat untuk berendam. Akhirnya Omar berendam di dalam bak selama dua jam lebih. Dia yang selalu menjaga kebersihan dirinya merasa terhina ketika dihinggapi kecoak. . Pagi menjelang Omar sudah bersiap dengan kemeja dan celana rapinya. Maita yang sudah berjanji akan pergi ke rumah sakit bersama dengan Omar, kini juga sudah siap mengenakan setelan hodie cream dan celana jeans berwarna biru. “Omar,” sapa Maita. “Hem ....” “Mata kamu kenapa?” tanya Maita polos. “Kenapa memang dengan mataku?” tanya Omar balik. “Bawah mata kamu agak gelap warnanya,” kata Maita. “Oh ... ini semua gara-gara kecoak sialan itu,” kesal Omar. “Maaf ya, aku kira kamu berani sama kecoak,” sesal Maita. “Bukan masalah, mungkin kita harus cari rumah baru yang lebih bersih,” jelas Omar. Maita hanya menganga mendengar ucapan Omar. “Ganti rumah, nggak usah lah, di sini juga nyaman kok. Itu karna kita belum bersih-bersih kali,” jelas Maita. “Daripada kita di teror sama kecoak, kan itu lebih memalukan,” sahut Omar. “Boros Omar, nanti uang kamu habis,” jelas Maita. “Biarin, lebih baik uangku habis daripada aku harus tidur satu rumah dengan kecoak,” ujarnya sambil berjalan keluar rumah. Maita masih tidak percaya dengan apa yang bari saja dia dengar. “Dasar orang kaya gila,” gerutu Maita lalu menyusul Omar. “Buruan naik!” teriak Omar dari dalam mobilnya. “Iya ... sebentar, aku kan masih kunci pintu,” jelas Maita lalu menyusul Omar memasuki mobilnya. “Kamu nanti bisa pulang sendiri kan?” tanya Omar. “Bisa aja mungkin ya, nanti aku coba deh. Kalo nyasar kan bisa telponan sama kamu,” jelas Maita. “Iya deh ... iya. Kita langsung menuju ke rumah sakit ya,” jelas Omar. Maita hanya mengangguk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD