13- Ekstrakurikuler

1100 Words
Karina melangkahkan kakinya memasuki kantor guru mengikuti langkah Bu Yanti di depannya. Gadis itu sesekali tersenyum dan menunduk begitu bertemu sapa dengan guru-guru lain di sana. Ia kemudian mempercepat langkah kakinya begitu Bu Yanti sudah berada jauh darinya. "Ini kamu isi, ya." Wali kelasnya itu memberinya selembar kertas berisi data diri lengkap. Lalu ia menyerahkan lembaran lain sambil berujar, "Kemarin lembar data diri kamu belum lengkap, jadi tolong dilengkapi ya." Bu Yanti tersenyum lebar menatap Karina yang berdiri di samping mejanya. Karina menerima beberapa lembar kertas itu dengan senyum mengembang. "Iya, Bu." "Kamu jangan lupa sekalian kasih foto di situ, ya, ukuran tiga kali empat." Bu Yanti kembali bersuara namun ia kali ini tidak menatap Karina. Wanita itu melepas kacamatanya dan memijat hidungnya. "Baik, Bu." Karina kembali mengangguk dan tersenyum. Sembari memijat hidungnya, Bu Yanti kembali membuka suara, "Oh, iya, kamu bisa mulai ikut ekstrakuriler di sini yang kamu mau." Karina terkesiap kecil. "Ekskul?" Bu Yanti menatap Karina. "Iya." Ia tersenyum. "Kamu bisa tanya teman sekelas kamu yang sudah ikut ekskul lain. Seperti Anggi, dia ikut ekskul Silat, Gita ikut Paduan Suara, atau yang lainnya." Guru itu melebarkan senyumnya. Kemudian melanjutkan kalimatnya setelah mengingat sesuatu. "Oh, iya, kalau kamu mau ikut OSIS, kamu bisa tanya Jun atau Rehan." Karina mengerjap mata berulang kali. Kemudian menarik sudut bibirnya ketika mendengar nama Jun disebut. "Tapi OSIS belum ada rekrutmen anggota baru, 'kan, Bu?" Bu Yanti mendecak. "Ah, benar," ucapnya. Kemudian ia mencoba mengingat kembali ekskul yang diikuti anak-anak IPS 4. "Kamu suka bidang apa? Maksudnya ... hobi kamu gitu." Karina mencoba menerawang. Sebenarnya ia pun tak tahu hobi apa yang ia miliki. Jadi ia hanya bisa tersenyum kikuk. "Dulu di SMA yang lama, kamu ikut ekskul apa?" tanya Bu Yanti lagi. Wali kelasnya itu mencoba ingin membantu Karina. Karina menggelengkan kepalanya. "Enggak ikut apa-apa, Bu," jawabnya diiringi cengiran. Iya, dulu ia hanya menjadi murid yang biasa-biasa saja di sekolahnya. Hanya berangkat sekolah, belajar, lalu pulang ke rumah. Begitu seterusnya. Tidak ada yang menarik. Membosankan. Bu Yanti tersenyum maklum. "Oh, gitu." Kemudian ia teringat sesuatu dan langsung mencoba mencari sebuah benda yang ia ingat itu. Karina hanya melihat wali kelasnya itu mencoba mencari sesuatu, tanpa berniat membantunya, karena ia pun tak tahu apa yang Bu Yanti cari itu. Selang beberapa detik berikutnya, Bu Yanti mengeluarkan benda yang ia cari sedari tadi. Ternyata benda itu adalah selembar brosur, dan langsung diangsurkannya ke hadapan Karina. "Ini," ujarnya. Karina menatap lekat- lekat brosur yang diserahkan oleh Bu Yanti itu. "Kamu bisa coba tanya Jena jika ingin bergabung dengan ekskul Teater," ucap Bu Yanti seiring mata Karina yang membaca huruf demi huruf dalam brosur itu. "Ada baiknya kamu ikut ekstrakurikuler selagi masih kelas sebelas. Nanti kalau kelas dua belas sudah gak sempat ikut ekskul apapun. Terus juga kalau ada lomba, kamu 'kan bisa dapat kejuaraan yang bisa mendukung untuk masuk ke universitas." Bu Yanti menyambung kalimatnya. Lembaran brosur yang tengah dibaca oleh Karina itu berisi tentang informasi rekrutmen anggota ekskul Teater. Wajah Jena dan seorang siswa lain terpampang dalam brosur itu, lengkap dengan banyaknya kalimat persuasif untuk menarik hati siapapun yang membacanya. Karina tersenyum singkat, kemudian gadis itu berhenti membaca lagi. "Baik, Bu." "Kalau sudah gak ada lagi yang ingin kamu tanyakan, kamu bisa kembali." Bu Yanti mengulas senyum lebar. Tepat setelah itu Karina segera tersenyum dan mengangguk pelan, kemudian berbalik badan dan melangkah meninggalkan meja Bu Yanti. Gadis itu tersenyum lebar mendekap beberapa lembar kertas itu. Lalu tersenyum menyapa beberapa guru yang bersitatap dengannya. Langkahnya ringan menuju pintu kantor guru. Tepat saat Karina hendak ke luar dari kantor guru, seorang cowok masuk. Cowok itu beberapa detik memperhatikan Karina dan secara mendadak menghentikan langkahnya. Bayu, cowok itu berhenti tepat di ambang pintu dan melihat Karina berlalu di sampingnya. Ia memperhatikan Karina dengan seksama dan berkerut dahi. "Cewek itu ... gue belum pernah lihat sebelumnya." "Oh, dia?" Zaldi yang bersama dengan Bayu memasuki kantor guru itu ikut menatap ke arah yang ditunjuk Bayu. Lalu tersenyum begitu mengetahui siapa orang yang dimaksud Bayu. "Oh, dia Karina. Anak baru. Katanya baru pindah ke kelasnya Jun sama Rehan minggu lalu." Bayu mengerut dahinya. "Karina?" tanyanya sangsi. Zaldi mengangguk. Lalu segera menepuk bahu Bayu di depannya ketika ia melihat seorang guru hendak bangkit dari mejanya. "Bay, buruan nanti Pak Keano pergi. Minta tandatangannya buruan!" Bayu tersentak kaget dan segera mengikuti langkah kaki Zaldi yang sudah lebih dahulu menuju sebuah meja guru. Bayu menggelengkan kepalanya ketika ia terlintas sesuatu di benaknya saat melihat Karina tadi. Ia merasa seperti sudah pernah melihat dan mengenal Karina jauh sebelum hari ini, namun ia tidak ingat kapan tepatnya. Hal yang sangat aneh, karena nyatanya ia tak pernah melihat Karina sebelumnya. *** "Jena!" Sebuah seruan dari ambang pintu kelas sebelas IPS 4 terdengar. Seorang cewek berkacamata tersenyum di sana. Tangannya melambai menyuruh Jena agar mendekat padanya. "Sini!" Jena melangkahkan kakinya menuju cewek itu dengan raut bingung. Kemudian mendengarkan ucapan cewek itu dengan seksama sebelum mengangguk. "Oke." Tepat setelah Jena mengucap itu, cewek itu menganggukkan kepalanya. "Gue tunggu di aula, ya." Jena mengacung jempolnya dengan senyum tipisnya. Kemudian ia melihat cewek tadi melangkah menjauh dan mendatangi kelas lain memanggil satu per satu murid yang tergabung dengan ekskul Teater. Iya, cewek tadi itu adalah salah satu anggota ekskul Teater. "Gue cabut dulu, ya." Jena melangkah mendekati kursinya dan mengambil sebuah buku dari dalam tasnya. Jena mengedarkan tatapannya pada teman-temannya. "Lah kita 'kan mau ke kantin." Fina mencebik bibirnya menatap kesal pada Jena. Sedangkan Jena hanya terdiam. Jun yang melihat Jena hendak melangkah itu mencegah langkah gadis itu. "Lo mau ke mana?" tanyanya penuh selidik. Jena mengedik bahunya. "Ke aula, kumpul sama anak-anak Teater." Fina dan Rehan yang mendengar itu hanya dapat mengangguk mengiyakan perkataan Jena. Namun tidak untuk Jun. "Gue ikut!" seru cowok itu tiba-tiba. Jun bahkan mengangkat tangannya tinggi membuat ketiga temannya itu terkejut. "Bisa gak sih, jangan bikin kaget?" Jena mengelus dadanya perlahan. Jun menyengir. "Gue ikut pokoknya." Jena mengerut dahi. "Anak OSIS mau ngapain ikut anak Teater kumpul? Gak nyambung banget." Fina mengangguk. "Iya. Kalau lo ikut anak Dance kumpul, gue gak tanya." Jun menggelengkan kepalanya. "Pokoknya gue ikut." Cowok itu masih keras kepala. "Mau ngapain sih?" Jena tentu saja sama keras kepalanya. "Gak usah ikut, ganggu aja!" Jun mendekat ke meja Jena. Lalu menyandarkan tangannya pada meja. "Kalau lo kenapa-napa di Teater gimana? Kalau lo pingsan lagi terus gak ada yang kuat gotong lo, gimana? Terus kalau lo pingsan siapa yang bakal kena marah?" Cowok itu menjeda sebelum dengan lebay menepuk dadanya. "Gue yang bakal repot, Jena." Jena menghela napasnya. Lalu menatap Fina dan Rehan sebelum akhirnya kembali mendesah panjang. Ia mengangguk pasrah. "Ya udah." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD