Selamat membaca...
**
Esoknya Felisa mencoba mencari pekerjaan baru untuk menambah part time selain kerja malam di klub tapi tak satupun perusahaan dan toko kecil yang mau menerimanya dengan alasan yang sama yaitu tidak menerima pekerja di bawah umur.
Hello!! Usiaku sudah 21 tahun! Rasanya Felisa ingin berteriak seperti itu. Namun wajahnya yang memang bisa di kata seperti anak belasan tahun dan hal itu menjadikan alasan orang orang untuk tidak menerima nya bekerja.
Tapi Felisa tak menyerah bahkan sampai sore pun ia masih mencoba mencari pekerjaan tapi hasilnya masih tetap sama, gadis itu duduk di halte persinggahan bus meskipun sudah beberapa bus yang lewat Felisa masih tak bergeming dari tempatnya. Memang jaman sekarang sulit mencari pekerjaan yang hanya lulusan menengah.
Pikirannya menjelajah sejauh mungkin, bagaimana gadis 21 tahun hidup di kota tanpa keluarga, tanpa orang tua dan juga pekerjaan, bagaimana bisa dirinya hidup jika terus seperti itu. Meskipun dirinya adalah salah satu pekerja di klub malam tetap saja gajinya tidak seberapa dan pekerjaan itu juga tak bisa di andalkan.
Awalnya terdengar suara klakson mobil yang Felisa abaikan tapi bunyi itu terus menerus tak berhenti hingga felisa jengah, ia melihat siapa orang di balik itu semua dan ternyata Jina Yu. Semua yang terasa menyebalkan terasa semakin menyebalkan saja bertemu dengan gadis seperti itu.
"Hai Felisa apa yang kau lakukan di sini? Upss!! Astaga kau terlihat kacau, apa pria-pria yang bersamamu sudah bosan dan meninggalkanmu seperti ini?" Seru Jina Yu merendahkan, Felisa mendengar tapi dirinya terlalu malas meladeni Jina Yu karna putri orang kaya memang suka berlaku seenaknya meski tidak semua.
Mobil Jina Yu melaju lagi, terlihat jika gadis itu puas melihat keadaan Felisa yang begitu memprihatinkan. Felisa menatap dirinya. Baju kaos, celana jeans robek, persis seperti anak jalanan.
Felisa mendesah kecewa dengan hari ini, semua yang ia lakukan sia-sia, sama sekali tak membuahkan hasil, kini ia pulang dengan tangan kosong.
Sesampainya di rumah ia terkejut ketika melihat mobil mewah terparkir di depan rumahnya dan Felisa segera berlari masuk ke dalam.
"Jadi ini rumahmu? begitu kecil dan sempit, kenapa kau begitu betah tinggal di tempat seperti ini?"
"Apapun bentuknya ini rumahku, apa urusanmu menilai rumahku! Kau masuk ke sini tanpa izin jadi apa aku harus memanggilmu maling?" pekik Felisa, kenapa hari-harinya semakin kacau mulai dari awal bertemu dengan sosok lelaki di depannya ini, sampai hari ini pun sama saja.
"Teriak saja seperti apa yang kamu bilang, aku yakin tak akan ada yang bisa menolongmu kali ini."
"Sebenarnya apa maumu, kenapa kau mengusik kehidupanku? Biar aku tekankan jika rekaman yang kamu minta sama sekali tak ada padaku, jadi pergilah dan anggap aku tak pernah bertemu dengamu. Kau itu pembawa sial bagiku."
Rubin berbalik ia mendekati Felisa hingga jarak di antaranya begitu dekat, Seringai di bibir rubin menjadi ketakutan tersendiri untuk Felisa.
"Nama Felisa yin, usia 21 tahun, kedua orang tua meninggal ketika usiamu 10 tahun dan sekarang kau tak punya pekerjaan apapun alias pengangguran. Hhh.. kau tau sekarang hidup tanpa uang itu susah, apalagi gadis sekecil dirimu sudah mulai hidup mandiri di usia seperti ini."
"Lalu apa pedulimu?" Maki Felisa tepat di depan wajah Rubin. Rubin tertawa.
Lelaki ini sepertinya sudah gila? Batin Felisa.
Rubin tersenyum menatapnya.
"Tentu saja aku peduli, bukannya tawaran yang ku berikan waktu itu masih berlaku dan dengan baik hatinya aku datang ke sini untuk meminta jawabanmu."
"Jawabanku masih sama, TIDAK!"
"Keras kepala."
"Jika iya kau mau apa?" tantang felisa.
"Tidak banyak, mungkin sedikit memaksamu, aku harap setelah membaca ini kau berubah pikiran."
Rubin memberikan sebuah map kepada Felisa yang langsung Felisa ambil dan membacanya dengan teliti hingga sesuatu serasa menghancurkan dunianya saat itu juga.
Felisa memejamkan matanya, ia tak menyangka kedua orang tuanya sebelum meninggal memiliki hutang dengan perusahaan Mavens hingga 10 juta yuan dan itu bukanlah jumlah yang sedikit, "Bisa kau beri aku untuk berpikir tentang penawaranmu itu?"
"Tentu saja dan waktumu sampai besok jika kau tak segera memutuskannya, kau akan tau apa yang bisa aku lakukan terhadap gadis kecil sepertimu ini? Dan satu lagi ...," Rubin menatap rumah sederhana Felisa.
"Jikalaupun aku menyita rumah jelek ini aku tidak akan mendapatkan apapun. Rumah sekecil ini bahkan tidak pantas untuk tempat tinggal kucingku." Jawab Rubin lalu ia meninggalkan Felisa yang ingin sekali melemparkan sesuatu yang lebih besar dari sebuah card ke arah lelaki yang menerobos rumahnya tanpa permisi.
Felisa mendesah panjang dan lagi sampai sekarang ia belum mengetahui nama lelaki itu, mungkin menerima tawaran untuk bekerja dengannya tidak masalah? Felisa menggeleng, ia tidak boleh tergoda dengan tampang seperti itu. Lelaki messum biasanya selalu bersikap seenak jidatnya karena mereka punya banyak uang untuk mempermainkan wanita.
"Felisa, kamu pasti bisa! Jangan menyerah, masih ada banyak kesempatan untukmu di luar sana." Kata felisa menguatkan dirinya sendiri.
*
Pagi yang indah dengan berbagai aktifitas baru akan di mulai, Felisa membuka mata untuk pertama kalinya di hari ini.
"Tak seharusnya anak gadis bangun di jam segini."
Felisa mengerjap beberapa kali, apa dirinya masih bermimpi sampai suara lelaki menyebalkan kemarin kini terdengar di telinganya.
Masa bodoh, mungkin suara itu hanya imajinasinya karna terlalu memikirkan tawarannya semalaman membuat nya merasa pening bahkan pekerjaan nya di klub malam juga tidak maksimal hingga kena omel Ny.Rose terus, hutang keluarganya sudah cukup membuat nya pusing, di raihnya handuk di lemari lalu menuju kamar mandi.
Beberapa saat kemudian ia kembali keluar sembari mengusap rambut basahnya, tapi tunggu! Sejak kapan kamarnya memiliki bau yang terasa seperti bau maskulin seorang pria? Gerakan tangan di kepalanya terhenti dan matanya kini melihat setiap sisi kamarnya.
"Kau mencariku?"
Felisa memekik kaget mendapati jika seorang lelaki tengah bersandar di dinding belakangnya.
"Hei! Kau menerobos kerumahku lagi! Kali ini aku akan berteriak Ma-- hmph.."
"Jangan berteriak aku sudah bosan mendengar teriakan wanita!" Ujar Rubin masih dengan membekap mulut Felisa dengan tangan besarnya.
"AHH!" Pekik Rubin, "Dasar gadis nakal beraninya kau menggigit tanganku!"
"Singkirkan tangan kotormu dariku dan pergi dari kamarku sekarang!" Usir Felisa pada lelaki di depannya ini.
Rubin menarik sebelah alisnya ke atas seakan apa yang baru saja ia dengar itu hanyalah suara cicitan burung, Rubin melihat Felisa dari bawah sampai atas yang hanya menggunakan balutan handuk dan rambut yang basah, sudut bibir Rubin terangkat.
"Kau mengusirku?" Katanya sambil mengambil langkah maju refleks felisa bergerak mundur.
"Ku perintahkan kau untuk segera keluar dari kamarku!" Teriak Felisa lagi.
"Tak ada yang bisa memerintahku termasuk gadis kecil sepertimu ini." Jawab Rubin dengan santai, tangan Felisa bergerak mendorong tubuh Rubin berharap lelaki itu segera menjauh darinya namun yang ada Rubin malah menarik tangannya mengunci kedua tangan felisa di atas kepala gadis itu yang sudah terpojok di dinding.
Felisa memalingkan wajahnya tatkala wajah Rubin begitu dekat dengannya, Rubin tersenyum miring, sebelah tangannya menahan kedua tangan felisa di atas kepala gadis itu, satunya lagi mencengkeram rahang Felisa.
Kedua bola mata Felisa terbuka lebar "Dasar messum!" Teriaknya di barengi dengan tendangan yang mengenai tepat ke sellangkangan Rubin hingga sontak saja lelaki itu melepaskan kedua tangan Felisa dan mengaduh.
"Shiit!" Umpat Rubin Belum berhenti sampai di sana ketika tangan Felisa melayang ke pipi Rubin dengan keras.
PLAKK..
Rubin memegangi sebelah pipinya namun tamparan Felisa tak separah dengan tendangan gadis itu yang mengenai tepat di bagian yang sangat ia banggakan.
Felisa mempertahankan handuknya agar tidak jatuh nafasnya naik turun tak beraturan karena marah dengan lelaki di depannya ini yang berani berlaku seperti seenaknya saja.
Rubin tak bergeming untuk beberapa saat meminimalisir rasa sakit di selangkangannya, setelah di rasa sudah lebih baikan Rubin menatap Felisa dengan pandangan mematikan, tangannya kembali terulur mencekik leher felisa, Felisa meronta di tangan Rubin.
"Aku mungkin sudah terlalu berbaik hati telah menawarimu sebagai pelayanku tapi ingat aku tak pernah memilih siapapun untuk mati di tanganku terutama KAU!"
"Le.lepaskan aku tak bisa bernafas." Ucap felisa dengan lirih sambil menepuk tangan Rubin di lehernya, Rubin tak peduli tangannya masih mencekik leher Felisa dengan kuat walaupun akan meninggalkan jejak merah nantinya.
"Aku bisa saja menghabisimu sekarang juga tapi aku tak mau kau mati dengan begitu mudah, kau perlu merasakan rasa sakit yang kau timbulkan sendiri juga melunasi hutang keluarga mu." Ancam Rubin terdengar bagaikan petir yang menyambar di siang bolong.
"K.kau me.nyakitiku." Kata Felisa tersendat, Rubin menghempaskan Felisa sampai gadis itu terjatuh terbatuk batuk, bekas tangan Rubin di leher Felisa masih dapat terlihat dan sepertinya akan membekas sampai beberapa hari kedepan.
Tak sampai Felisa dapat menghirup nafas lega, Rubin kembali menyakitinya dengan menarik tangannya dengan kasar melemparkannya ke dalam mobil dengan begitu tak berperasaan.
****
To be continued