"Han!"
"Iya om eh?" Hana langsung menutup mulutnya lalu mendelik ke arah Rea yang baru saja mengagetkan dirinya.
Sedang Rea langsung memasang wajah jahil. "Wah lo mikirin daddy gue, Han?"
Hana segera menggeleng. "Nggak lah. Ngapain mikirin daddy lo." sanggah Hana cepat.
"Lah terus kok tadi lo__"
"Gue kepikiran soal tadi, waktu di mini market." potong Hana membuat Rea segera duduk di kasur.
"Memang apa yang terjadi di mini market?" tanya Rea penasaran.
Hana menghela napas. "Daddy lo bayar semua belanjaan gue. Tapi pas mau gue ganti malah ditolak."
"Ohh gue pikir apaan. Tapi santai ajalah, daddy gue juga bukan orang miskin." ucap Rea lalu berbaring memeluk guling.
"Lo tidur di sini?"tanya Hana.
Rea mengangguk. "Boleh kan?"
"Boleh banget. Bahkan kalau bisa tiap malam." ucap Hana lalu lanjut merapikan pakaiannya ke lemari.
"Harusnya dari awal lo tinggal di sini, Han. Biar kita bisa bareng terus." ucap Rea membuat Hana terkekeh.
"Yang ada lo bosen lagi karena selalu lihat gue." sahut Hana lalu menutup lemari. Ia sudah selesai merapikan semuanya.
"Udah selesai?" tanya Rea semangat.
Hana mengangguk. "Kepala lo masih pusing? Mau dipijat nggak." tawar Hana membuat Rea segera menggeleng. Ia kan hanya berpura-pura tadi.
Tok tok
Hana dan Rea menatap ke arah pintu.
"Biar gue yang buka."ucap Rea lalu beranjak dari tempat tidur.
Ceklek
"Daddy."kaget Rea lalu membuka sedikit pintu hingga Andrew bisa melihat Hana yang sudah memakai baju tidur.
Andrew mengangguk. "Daddy tadi nyari kamu, tapi tidak ada di kamar." Ucap Andrew membuat Hana mengangguk lega. Sedang Rea hanya tersenyum tipis.
"Ada apa? Tumben banget daddy nyari Rea. Biasanya juga daddy sibuk di ruang kerja." ucap Rea membuat Andrew diam namun kembali melirik sahabat putrinya yang masih berdiri di pinggir tempat tidur.
"Segera tidur. Ingat! Besok sekolah." ucap Andrew lalu melangkah pergi.
Rea segera menutup pintu lalu kembali menaiki tempat tidur.
"Daddy lo dulu nikah umur berapa sih, Re?" tanya Hana yang kini juga sudah bergabung dengan Rea di atas tempat tidur.
"Em_ delapan belas tahun."
Hana diam. Delapan belas tahun jika di tambah usia Rea tujuh belas tahun berarti usia om Andrew sekarang tiga puluh lima tahun.
"Daddy udah menduda selama tujuh belas tahun, Han. Soalnya mommy gue meninggal pas ngelahirin gue." ucap Rea pelan membuat Hana menggeser tubuhnya lalu memeluk Rea.
"Maaf ya Rea tapi apa lo nggak kepikiran untuk minta daddy lo nikah?" tanya Hana hati-hati.
Rea diam lalu menghela napas. "Gue justru lagi berjuang supaya daddy bisa nikah." cicit Rea pelan namun masih bisa didengar oleh Hana.
"Jadi daddy lo udah ada calon tapi terhalang sesuatu, begitu?" tanya Hana kepo.
Rea menggeleng. "Bukan sekedar halangan, Han. Tapi cwe yang daddy gua mau nikahin nggak tahu kalau daddy gua suka sama dia."
Hana mendadak bingung. "Lah itu kan gampang. Daddy lo tinggal bilang aja. Lagian gue yakin sih nggak akan ada yang bisa nolak daddy lo." ucap Hana membuat Rea tersenyum miring. Sepertinya ia punya rencana baru.
"Berarti kalau daddy lamar lo, lo bakal terima?" tanya Rea membuat Hana melotot.
"Kok gue sih? Kan kita lagi ngomongin cwe yang daddy lo suka." ucap Hana kesal.
Rea mengangguk pelan. Hana memang sangat tidak peka. Padahal sudah beberapa kali ia kode.
"Menurut lo, cinta beda usia itu wajar nggak sih, Han?" tanya Rea kembali memancing reaksi Hana.
Hana diam lalu mengangguk. "Wajar. Kan cinta nggak mandang usia."
Rea tersenyum. 'Gue harap lo ingat omongan lo hari ini, Han.' batin Rea.
"Eh tapi emangnya cwe yang daddy lo suka itu masih muda?" tanya Hana membuat Rea mengangguk.
"Beda delapan belas tahun."
"Hah?" kaget Hana membuat Rea tersenyum.
"Tapi walau sudah hampir kepala empat, daddy gue masih ganteng kan?" tanya Rea membuat Hana mengangguk. Jujur, iya. Daddy nya Rea memang masih terlihat sangat muda.
"Gue doa'in deh supaya om Andrew bisa nikah sama cwe yang dia suka. Terus punya lima anak." ucap Hana membuat Rea tersenyum lebar lalu berkata.
"Aamiin."