Rea memasukkan buku dan pena yang tadi ia gunakan saat mata pelajaran pak Ansor.
"Kita ke kantin aja ya, Han. Soalnya gue nggak bawa bekal." ucap Rea semangat. Pasalnya tadi di rumah ia juga dapat uang jajan lebih karena bilang mau neraktir Hana.
"Nggak deh Re, gua mau di kelas aja." ucap Hana lalu menghela napas seolah memiliki banyak beban.
Rea yang tadi sudah berdiri kembali duduk. "Lo kenapa? Ada masalah?" tanya Rea khawatir.
Hana menggeleng. "Nggak papa, Re. Udah lo ke kantin aja." usir Hana membuat Rea menggeleng.
"Nggak. Lo pasti ada masalah kan? coba cerita ke gue, siapa tahu gue bisa bantu." paksa Rea membuat Hana menghela napas lalu menatap sang sahabat.
"Gue disuruh pulang sama bapak. Katanya lebih baik sekolah di desa, biar bapak tenang." ucap Hana membuat Rea melotot.
"Pulang? Maksudnya lo berhenti sekolah di sini?" tanya Rea panik.
Hana mengangguk. "Gue nggak mau, Re. Tapi bapak benar, di sini gue sendiri dan nggak aman." ucap Hana membuat Rea keringat dingin.
"Nggak aman gimana? Kan lo udah sekolah di sini dua tahun dan baik-baik aja." ucap Rea lalu segera mencari akal. Jangan sampai Hana pulang kampung. Ia tidak mau daddy nya gagal melepas status duda. Meskipun aneh sih karena selera daddy nya adalah abg muda seperti Hana.
Hana menghela napas. "Sebenarnya tadi malam kost gue kemalingan."
Hah?
Rea segera menatap sang sahabat. "Kok lo nggak ngasih tahu gue sih, Han. Terus lo gimana? Ada yang hilang atau itu maling ada nyakitin lo?" tanya Rea cepat membuat Hana menggeleng.
"Gue baik-baik aja dan nggak ada yang hilang. Malingnya kabur sebelum nyuri apapun." ucap Hana membuat Rea mengangguk. Ternyata orang suruhannya melakukan semuanya dengan benar. Hanya saja Rea tidak berpikir bahwa orang tua Hana malah meminta putri mereka kembali ke desa.
"Syukurlah, Han. Harusnya tadi malam lo hubungin gue. Setidaknya gue bisa datang dan nenangin lo." ucap Rea merasa bersalah membuat Hana menggeleng.
"Gue nggak papa kok. Lagian lo kan cwe, masa keluar malam-malam sih."ucap Hana.
"Ya kan, gue bisa datang sama daddy." ucap Rea membuat Hana tanpa sadar bergidik. Entah mengapa Hana tak merasa nyaman jika ada daddy nya Rea.
"Lo kenapa?" tanya Rea heran.
"Kenapa apanya?" Hana justru bertanya balik.
"Tadi ekspresi lo jadi aneh waktu gue nyebut daddy." ucap Rea membuat Hana diam lalu menatap sahabatnya itu seperti akan membicarakan sesuatu yang penting.
"Kalo gue jujur, lo jangan marah ya."ucap Hana membuat Rea segera mengangguk.
"Sans aja kali. Apa?" tanya Rea.
"Lo ada cerita yang aneh tentang gue ke daddy lo?" tanya Hana membuat Rea diam lalu menggeleng.
"Nggak ada. Emang kenapa?"
Hana menghela napas. "Gue nggak tahu ya, tapi gue ngerasa daddy lo natap gue mulu. Waktu di kantor terus di restoran juga. Gue sampai mikir kalo daddy lo punya dendam pribadi sama gue."
Rea membeo lalu tiba-tiba saja langsung tertawa. "Daddy suka kali sama lo." celetuk Rea membuat Hana melotot.
"Yey nggak mungkin lah. Lo kalau ngomong dipikir dulu." tegur Hana. Ia sudah serius tapi sahabatnya malah bercanda.
"Gue juga udah serius. Gini deh gue tanya, kalo misal daddy memang suka sama lo, gimana?" tanya Rea membuat Hana diam.
"Kok diam? Lo nggak suka ya sama daddy gue? Kenapa? Daddy gue kurang ganteng? Atau kurang kaya? Atau mungkin kurang gede?" tanya Rea beruntun membuat Hana mendelik.
"Ya lo kalau nanya juga dipikir dulu. Ya kali daddy lo suka anak SMA." ucap Hana lalu mengusap wajahnya. Ia sudah pusing karena disuruh kembali ke desa eh Rea malah menambah bebannya dengan menanyakan hal yang tidak masuk akal.
"Ya udah. Maaf deh. Sekarang gimana? Lo nggak bakal balik ke desa kan?"tanya Rea.
Hana menggeleng. "Gue nggak tahu. Tapi kemungkinan besar sih gue balik."
Rea menahan napasnya lalu tersenyum. Sepertinya sekarang adalah waktu yang tepat untuk menawarkan bantuan.
"Kalau.. Lo tinggal di rumah gue, gimana?" tawar Rea membuat Hana menggeleng.
"Gue tahu lo baik, Rea. Tapi masalahnya gue nggak mau repotin lo sama om Andrew." ucap Hana. Sepertinya ia memang harus kembali ke Desa. Ia tidak mungkin tinggal di rumah Rea dan juga tidak mau di kost sendirian.
"Ngerepotin apa sih, Han. Gue justru senang lo tinggal sama gue. Lagian cuma sisa setahun kan? Sayang banget kalau lo malah pulang."ucap Rea lalu mengambil ponselnya.
"Lo mau ngapain?" tanya Hana bingung.
Rea memperlihatkan ponselnya."Gue mau telpon daddy dan bilang kalau lo mau tinggal di rumah."
"Hah? Apaan? Gue belum setuju ya, Rea." cegah Hana namun Rea justru menggeleng.
"Harus setuju."Ucap Rea tegas lalu menelpon daddynya. Sedang Hana hanya menghela napas pelan.